"Virus
KKN sudah masuk ke jantung pemberantasan KKN itu sendiri yakni institusi
KPK," ujar Wahyudi kepada TintaSiyasi.com, Rabu (13/07/2022).
"Kasus
tersebut menunjukkan kepada kita bahwa praktik KKN di masa pemerintahan rezim
Jokowi ini masih begitu marak," lanjut Wahyudi.
Ia menilai,
kasus itu adalah indikasi begitu rendahnya komitmen Jokowi untuk mewujudkan
pemerintahan yang bersih (clean government). Jika komitmen untuk mewujudkan
pemerintahan yang bersih itu kuat, semestinya pemerintahan rezim Jokowi akan
serius untuk memberantas KKN.
"Di antara keseriusannya bisa ditunjukkan
dengan serius membersihkan institusi penegak hukum dari praktik KKN. Termasuk memberikan teladan
dengan membersihkan orang-orang dekatnya, kerabat dekat, serta keluarganya dari praktik KKN," tegasnya.
Gratifikasi
Wahyudi al-Maroky menyampaikan beberapa poin
yang menjadi penyebab seringnya terjadi kasus gratifikasi oleh pejabat. “Pertama, moral individu pejabat. Banyak
pejabat yang moralnya begitu rendah, sehingga mudah tergoda gratifikasi
dan melakukan praktik KKN. Mereka mengaku sangat Pancasilais, namun yang dipraktikkannya justru kapitalis dan komunis,”
lugasnya.
Kedua, minimnya keteladanan pemimpin.
Pemerintahan yang baik (good government) akan bisa terwujud jika
pemimpinnya memberikan teladan yang baik. “Begitu juga pemerintahan yang bersih (clean
government) bisa terwujud jika pemimpinnya memberikan teladan
yang bersih dalam praktik pemerintahan,” jelasnya.
"Praktik
politik dinasti membuka pintu lebar bagi KKN, sehingga jika anak maupun kerabat
dekat ikut menjabat, maka akan sulit bagi seorang pemimpin untuk memberikan
teladan yang baik dalam praktik pemerintahan. Apalagi jika pemimpin itu meraih
jabatannya dengan dukungan dari para oligarki," kata Wahyudi.
Ketiga, budaya dan sistem politik yang
memberikan ruang (atmosfir kondusif) bagi praktik KKN. Sistem demokrasi yang
super mahal menjadikan setiap pejabat yang hendak meraih kursi jabatannya harus
terlibat dukung mendukung dalam pesta demokrasi.
"Akibatnya
siapa pun yang meraih kursi jabatannya melalui pesta demokrasi yang mahal itu
akan berhutang budi pada para pendukungnya," ungkap Wahyudi.
"Dalam
rangka balas budi itulah tumbuh suburnya praktik KKN. Penegakan hukum pun jadi mandul jika
berhadapan dengan para pendukungnya. Akibatnya hukum hanya tajam kepada lawan
politiknya," terangnya.
Ia
mengatakan, solusinya harus ada perubahan yang serius dalam sistem dan budaya
politik. "Oleh karenanya harus mencari sistem politik yang murah dan penuh
barakah. Tak perlu
malu untuk belajar pada sistem politik Islam," tandasnya.[] Munamah
0 Comments