TintaSiyasi.com
-- Direktur ILKI (Institut Literasi Khilafah Indonesia) Septian AW menyatakan
hukum pemilu (pemilihan umum) yang diadopsi oleh Hizbut Tahrir terbagi antara pemilu
legislatif dan pemilu parlementer pada pemilu kontemporer.
“Pemilu dibagi
menjadi dua, yaitu pemilu legislatif dan pemilu parlementer. Ini merupakan dua
fakta yang berbeda. Untuk pemilu legislatif, Hizb (Hizbut Tahrir) jelas
mengharamkan hal tersebut. Sedangkan pada pemilu parlementer, Hizb menganggap
hukumnya mubah,” ungkapnya dalam diskusi kelas bertajuk Sejarah Asia Barat
Modern-3 Sesi ke-9, Sabtu (16/07/2022) di Zoom Meeting.
Septian menerangkan
bahwa pemilu legislatif yaitu yang berkaitan dengan pilpres, pilkada, dan
sebagainya. “Menurut Hizbut Tahrir sudah clear keharamannya,” tandasnya.
Sedangkan
pada pemilu parlementer, lanjutnya, Hizb menganggap hukumnya mubah apabila
aktivitas dalam parlemen tersebut adalah bukan untuk membuat hukum dari selain
Allah.
“Untuk
pemilu parlementer, secara normatif ini tergantung apa yang didapatkan. Selama
aktivitas parlemen itu bukan untuk membuat hukum dari selain Allah, maka ini mubah
saja,” jelasnya.
Lebih
lanjut, ia mengatakan, namun tujuan Hizbut Tahrir mengikuti pemilu parlementer
tidak lain hanya demi sarana dakwah agar dapat berinteraksi dengan masyarakat
secara luas dan memperkenalkan gagasannya secara intensif.
“Hizb
memilih aktivitas tersebut karena pemilu parlementer dianggap sebagai peluang
dakwah semata, di mana kesadaran politik masyarakat meningkat pada momen
tersebut. Ini dapat memberikan Hizb banyak peluang untuk meraih dukungan dari
masyarakat,” sebutnya.
0 Comments