Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Sistem Zonasi, Inikah Solusi Karut-marut Pendidikan Negeri?


TintaSiyasi.com -- Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemendikbud Ristek, Jumeri baru-baru ini mengatakan bahwa kebijakan zonasi dalam sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), merupakan salah satu upaya meningkatkan akses layanan pendidikan yang berkeadilan. Dan mampu mengangkat mutu pendidikan yang relevan sehingga bisa lebih baik lagi (gatra.com).

Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dengan sistem zonasi bukanlah yang pertama kali dilaksanakan di tahun ini. Pada faktanya bukan menjadi solusi malah menimbulkan polemik dan masalah baru di tengah masyarakat. Dan kini polemik tersebut kembali terulang. Misalnya saja kasus di SDN 197 Sriwedari Surakarta, Jawa Tengah yang hanya mempunyai satu murid baru hasil PPDB secara daring. Kepala SDN 197 Sriwedari Surakarta, Bambang Suryo Riyadi mengatakan, sejak diterapkan sistem zonasi memang dari tahun ke tahun jumlah siswa baru cenderung menurun. Apalagi, SDN Sriwedari No 197 letaknya tidak berada di tengah perkampungan. 

Selain itu, kata Bambang, karena lokasinya yang berada di seberang rel kereta api, maka mayoritas orang tua siswa menyekolahkan anaknya di SD Negeri dekat rumahnya. Karena mereka khawatir bila anak sekolah harus menyebrang rel kereta api (tirto.id).
              
Ditambah waktu PPDB sekolah swasta yang berbarengan dengan sekolah negeri membuat hal itu menjadi suatu persaingan. Juga Koordinator Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim menilai terjadi masalah lain dari sistem zonasi ini seperti orang tua peserta didik melakukan manipulasi data tempat tinggal atau pindah rumah agar dekat dengan sekolah yang ingin dituju karena dinilai unggulan atau favorit. Terlebih jika tidak dibarengi pemerataan kualitas dan infrastruktur sekolah, maka zonasi tidak akan diminati, karena siswa tetap memilih sekolah berdasarkan mutu yang bagus, bukan berdasarkan jarak. 

Padahal jaminan hak anak untuk mendapatkan pendidikan yang layak dan wajib dibiayai oleh pemerintah jelas sudah termaktub dalam berbagai regulasi. Dalam Pasal 31 ayat 2 UUD 1945 misalnya, menegaskan bahwa: "Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya” belum lagi dalam Pasal 5 UU Sistem Pendidikan Nasional menjelaskan: "Pemerintah berkewajiban menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas dan merata bagi seluruh anak.” Lalu Pasal 1 ayat 18: "Wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh warga negara Indonesia atas tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah.” Jelas pelanggaran hak anak jika zonasi tetap diberlakukan tanpa pengaturan maksimal. Karena right to education adalah hak dasar yang melekat pada anak dan pemerintah wajib memberikan layanan yang berkualitas dan berkeadilan.    
           
Terjadinya masalah-masalah dalam sistem zonasi pada PPDB karena kurangnya pemerataan persebaran sekolah. Infrastruktur yang tidak memadai. Ketersediaan sarana dan prasarana yang tidak layak, susah dijangkau dan diskriminatif harus menjadi perhatian pemerintah. Bahkan tenaga pengajar yang profesional harus benar-benar menjadi prioritas utama. Pendidikan yang berkualitas terdistribusi merata keseluruh jenjang pendidikan baik itu pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan lanjutan tanpa terfokus pada sekolah-sekolah tertentu. Sebab, pendidikan menjadi tanggung jawab pemerintah secara penuh. Mendapatkan pendidikan yang berkualitas dan merata adalah hak seluruh warga negara tanpa memandang jenis kelamin, status sosial, agama dan sebagainya. Karena itu pelaksanaan sistem zonasi dalam proses PPDB tidak akan berjalan lebih baik apabila tidak didukung oleh ketersediaan fasilitas pendidikan yang merata.

Polemik dalam dunia pendidikan di negeri ini bukanlah sesuatu yang baru. Bahkan kerusakan sistem pendidikan sudah menjalar dari hulu ke hilir. Dari kurikulum hingga aspek-aspek praktis pelaksanaan. Wajar bila kita melihat keluar, generasi yang terbentuk jauh dari kata membanggakan. Dan kondisi ini pun semakin parah dengan adanya wabah Covid-19 yang tak kunjung usai.

Sejatinya, permasalahan sistem pendidikan berakar pada sistem kapitalisme sekuler yang pada hari ini rusak mulai dari tujuan hingga pembiayaannya. Sehingga menjadikan output-nya sekuler serta tidak berkualitas. Kebijakan tambal sulam zonasi hingga merdeka belajar pun hanya membuat kerusakan bertambah parah.

Karena itu saatnya kembali kepada sistem Islam yakni Khilafah Islamiah yang menerapkan sistem pendidikan Islam yang khas yang mampu menyelesaikan karut-marutnya pemasalahan umat saat ini. Islam memandang pendidikan sebagai salah satu jawaban bagi pembentukan dan perbaikan generasi. Oleh karena itu, wajib bagi sebuah negeri yang ingin membangkitkan generasi dari keterpurukan untuk menggantinya dengan sistem pendidikan Islam.

Berbicara tentang sistem pendidikan, maka hal pertama yang harus dibahas adalah kurikulum. Kurikulum pendidikan Islam wajib berlandaskan akidah Islam. Sebab, kurikulum merupakan ruh yang dirancang untuk mewujudkan output pendidikan sesuai yang diinginkan. Ketika yang diharapkan generasi emas, maka menanamkan akidah Islam sebagai dasar pemikiran adalah suatu kewajiban. Dari akidah Islam inilah akan lahir life skill yang mumpuni disertai pemahaman tsaqafah Islam untuk melaksanakan tujuan hidupnya sebagai pemimpin orang-orang yang bertakwa. Kemudian, seluruh materi pelajaran dan metode pengajaran dalam pendidikan disusun agar tidak menyimpang dari landasan akidah Islam tersebut.

Kedua, strategi pendidikan. Strategi pendidikan Islam adalah membentuk pola pikir Islami (aqliyah Islamiyah) dan pola sikap yang Islami (nafsiyah Islamiyah). Seluruh materi pelajaran yang akan diajarkan disusun atas dasar strategi tersebut. Hal ini dilakukan agar tertancap konsekuensi keimanan seorang Muslim. Dimana sebagai seorang Muslim, dia memiliki keteguhan dalam memegang identitas kemuslimannya dalam kehidupan sehari-hari.

Ketiga, tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan Islam ialah membentuk kepribadian Islami (Syakhsiyah Islamiyah) dan membekalinya dengan ilmu dan pengetahuan yang berhubungan dengan masalah kehidupan. Metode pendidikan dirancang untuk merealisasikan tujuan tersebut. Setiap metode yang berorientasi bukan kepada tujuan tersebut dilarang. Hal ini dilakukan dalam rangka mempersiapkan anak-anak kaum Muslim menjadi ulama-ulama yang ahli di bidangnya, baik ilmu keislaman (ijtihad, fiqih, dan lain-lain) maupun ilmu terapan (kedokteran, teknik, kimia, dan lain-lain). Ulama yang mumpuni akan membawa negara Islam dan umat Islam berada di puncak keemasan dan kejayaannya. Tidak akan ada negara yang berani untuk menjarah apalagi menjajah. Hanya akan ada negara-negara yang ingin ikut tunduk di bawah naungan negara Islam.

Keempat, strategi penyelenggaraan pendidikan. Negara wajib menyelenggarakan pendidikan berdasarkan apa yang dibutuhkan manusia di dalam kancah kehidupan bagi setiap individu, baik laki-laki maupun perempuan dalam dua jenjang pendidikan, yaitu jenjang pendidikan dasar dan jenjang pendidikan menengah. Negara wajib menyelenggarakan pendidikan bagi seluruh warga negara secara cuma-cuma. Mereka diberi kesempatan seluas-luasnya untuk melanjutkan pendidikan secara cuma-cuma.

Negara wajib menyediakan perpustakaan, laboratorium, dan sarana ilmu pengetahuan lainnya, selain gedung-gedung sekolah, kampus, untuk memberi kesempatan bagi mereka yang ingin melanjutkan penelitian dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan, seperti fiqih, ushul fiqih, hadits, dan tafsir, termasuk di bidang pemikiran, kedokteran, teknik, kimia, serta penemuan, inovasi, dan lain-lain, sehingga di tengah-tengah umat lahir sekelompok mujtahid, penemu, dan inovator.

Pendidikan berkualitas seperti yang diuraikan di atas dijamin bisa dinikmati oleh seluruh warga negara, Muslim maupun non-Muslim, kaya maupun miskin. Seluruh pembiayaan tersebut diambil dari Baitul Mal, yakni pos fa’i dan kharaj serta pos milkiyyah ‘amah, yakni kepemilikan umum yang mencakup hasil-hasil sumber daya alam. Sehingga warga negara tidak akan mengeluarkan sepeser pun uang untuk mengenyam pendidikan berkualitas.

Sehingga wajar dari penerapan sistem pendidikan Islam lahirlah generasi emas yang membuat takjub bahkan hingga masa yang akan datang. Sebut saja Imam Syafi’i, seorang mujtahid mutlak yang hafal Al-Qur'an sejak usia 7 tahun, mampu menghafal kitab Muwattha’ karya Imam Malik hanya dalam waktu sembilan malam. Ada pula Ibnu Sina, Bapak Kedokteran Modern yang telah mengarang sekitar 450 kitab tentang pengobatan dan kedokteran.

Semua itu hanya bisa diraih ketika negara ini berkiblat dan kembali kepada sistem Islam. Tak ada kebangkitan yang hakiki tanpa Islam sebagai pondasinya. Tak ada kejayaan tanpa penerapan hukum Allah. Dan tak akan terjawab permasalahan generasi jika tak mau mengambil Islam sebagai problem solver.

Wallahu a’lam bishshawab. []


Oleh: Yeni Yulianti
Aktivis Islam Kaffah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments