TintaSiyasi.com -- Baru-baru ini kasus penistaan agama di negeri ini kembali terulang, dari postingan menuai kontroversi berupa promosi gratis minuman keras (miras) bagi mereka yang memiliki nama Muhammad dan Maria. Sontak saja hal tersebut membuat kaum Muslim marah.
Melihat respon kaum Muslim, pihak Holywings Indonesia kembali menyampaikan permintaan maaf terkait promosi minuman alkohol gratis khusus untuk pelanggan bernama 'Muhammad' dan 'Maria'. Holywings mulanya memohon dukungan dari masyarakat Indonesia agar perkara bermuatan unsur SARA itu segera diselesaikan sesuai prosedur hukum. Dalam pernyataan terbuka, Holywings berbicara nasib 3.000 karyawan yang bergantung pada usaha food and beverage tersebut Holywings Indonesia dalam akun Instagram resminya (Detikcom, 26/06/2022).
Menyoroti hal tersebut apakah bisa permintaan maaf serta hukum yang berjalan mampu memberikan efek jera bagi para pelaku-pelaku penghina agama?
Patut dicurigai, bahwa promosi yang dilakukan Holywings mengandung unsur kecurigaan. Pasalnya, bahan-bahan promosi sudah pasti merupakan keputusan hasil diskusi tim dan pimpinan. Inilah demi mendongkrak marketing, promosi yang menyinggung agama pun dilakukan agar populer di masyarakat.
Namun dengan nasib karyawan yang bergantung dengan usahanya bukan menjadi alasan, sudah semestinya mutlak tanggung jawab manajemen pusat yg harus ditanggung dari promosi yang menuai kontroversi tersebut. Menindak lanjuti tindakan Holywings yang telah menistakan agama menyandingkan minuman haram dengan sosok Nabi merupakan kreativitas kebablasan.
Terlebih lagi di sistem demokrasi sekularisme kapitalisme penista agama hidup subur, kebebasan dianggap sebagai pilar utama masuknya kerusakan. Bahwa kebebasan berperilaku dan berpendapat dijamin oleh kapitalisme. Bagi kapitalisme tak akan mempersoalkan nama apa pun yang penting penjualan barang mereka bisa laris di pasaran. Sehingga miras (minuman keras) yang diharamkan dalam syariat Islam namun atas nama kebebasan menjadi hal yang dilegalkan peredarannya. Kemudian aktivitas-aktivitas keharaman di dalam kafe tersebut bisa jadi tersimpan kemaksiatan seperti transaksi narkoba, perzinahan, perjudian, dan sebagainya. Begitu pula dengan mudah kemaksiatan dilakukan termasuk syariat Islam, Al-Qur'an, serta Nabi yang mulia dengan mudah dilecehkan atau dinistakan.
Tidak Ada Toleransi
Di dalam Islam, miras jelas haram. Rasulullah SAW bersabda, “Khamar adalah induk berbagai macam kerusakan. Siapa yang meminumnya, salatnya selama 40 hari tidaklah diterima. Jika ia mati dalam keadaan khamar masih di perutnya, berarti ia mati seperti matinya orang jahiliah” (HR. Ath-Thabrani).
Oleh karena itu khamar/miras adalah suatu yang diharamkan, walaupun itu bernilai ekonomi. Sehingga produksi, promosi, dan distributor khamar/miras di tengah masyarakat akan dilarang dan akan ada sanksi tegas bila ada yang melanggar. Maka tidak boleh ada pengusaha memproduksi dan mendistribusikan secara publik.
Begitu pula bagi kafir zimmi (non-Muslim) yang dibolehkan meminum khamar dan babi hanya boleh dikonsumsi secara pribadi atau di rumah mereka dan komunitas mereka saja. Akan tetapi akan terlarang bila mengedarkannya ke dalam kehidupan publik.
Di dalam Islam promosi yang dilakukan Holywings termasuk penistaan yang telah berani menyandingkan khamar (minuman haram) dengan sosok Nabi Muhammad SAW yang mulia dan Ibunda Maryam.
Padahal, Islam telah menggariskan bahwa pelaku penghinaan terhadap Rasulullah SAW haruslah mendapatkan hukuman yang berat. Ijmak ulama menyatakan bahwa hukuman bagi penghina Rasulullah adalah hukuman mati. Sedangkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah ra berkata dalam Sharimul Maslu, “Orang yang mencela Nabi SAW, baik Muslim atau kafir, ia wajib dibunuh. Ini adalah mazhab mayoritas ulama. Ibnu Munzir mengatakan: mayoritas ulama sepakat bahwa hukuman bagi pencela Nabi SAW adalah dibunuh”.
Dari ‘Ali ra, “Seorang wanita Yahudi mencela Nabi saw. dan mencaci maki beliau, kemudian seorang laki-laki mencekiknya sampai mati, maka Rasulullah saw. membatalkan (hukuman atas) penumpahan darah wanita itu” (Sunan Abi Dawud (XII/17, no. 4340), Al-Baihaqi (IX/200).
Inilah dalam perspektif Islam pelaku penghina Nabi SAW akan diberikan sanksi tegas sehingga dapat memberikan efek jera bagi pelaku serta mencegah terulang kembali karena melihat sanksi yang berat. Bukan seperti saat ini negara demokrasi kapitalisme yang tak mampu memberikan sanksi yang menjerakan bagi penista Agama dan Rasulullah SAW.
Oleh karena itu, hanya dengan kembali kepada syariat Islam atau sistem Islam sanksi tegas bagi pelaku penistaan, bisnis miras akan dihapuskan serta tersedianya lapangan pekerjaan yang halal sehingga masyarakat tidak akan dibiarkan mencari nafkah dengan cara yang diharamkan. Wallahu a’lam bishshawab. []
Oleh: Suci Hati, S.M.
Aktivis Dakwah Medan
0 Comments