Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Sekularisme Biang Kerok Kasus Pelecehan Anak


TintaSiyasi.com -- Orang tua mana pun pasti menginginkan anak-anaknya mempunyai pendidikan yang tinggi. Dengan pendidikan yang tinggi diharapkan masa depan anak-anaknya akan jauh lebih baik dari orang tuanya. Namun ternyata kadangkala apa yang menjadi harapan orang tua, tak seindah kenyataannya. Masa depan yang cerah yang diimpikan, tiba-tiba harus berubah menjadi kelabu bahkan hitam karena dirusak oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Bahkan pelakunya justru oleh orang yang seharusnya memberi contoh tauladan kepada anak didiknya. Sungguh memprihatinkan.

Seorang motivator dan pendiri SMA SPI beriinisial JE yang berlokasi di Batu, Jawa Timur, telah dilaporkan atas kasus dugaan kekerasan seksual oleh Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) ke Polda Jatim pada 29 Mei 2021. Namun, berkas perkaranya baru disidangkan pada Februari 2022. Walau sudah berstatus sebagai tersangka setelah dilakukan gelar perkara pada 5 Agustus 2021, JE hingga kini masih berkeliaran alias tak ditahan oleh pihak berwenang (Suara.com, 8/7/2022).

Selain kasus tersebut di atas, masih ada lagi kasus lain juga sangat miris. Dan membuat para orang tua menjadi was-was melepaskan anaknya. Walaupun untuk menuntut ilmu.

Kasus lain, dilansir dari TribunJateng.com pada 8/7/2022 seorang pengasuh pondok pesantren melakukan pelecehan seksual terhadap santrinya di Banyuwangi, Jawa Timur. AF (57) mencabuli 6 santri yang berusia rata-rata 16 sampai 17 tahun. Sebelum ditangkap pihak kepolisian, AF sempat kabur ke Lampung.


Maraknya Kasus Pelecehan Seksual

Fenomena kasus pelecehan dan kekerasan seksual saat ini ibarat gunung es. Yang tampak dan terlaporkan hanya sedikit, padahal fakta di lapangan yang belum terungkap dan belum dilaporkan lebih banyak lagi. Seperti apa yang dinyatakan oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga.

"Kasus kekerasan ini ibarat fenomena gunung es, di mana kasus yang terjadi lebih tinggi daripada yang terlaporkan. Kita harus makin siap dalam memberikan perlindungan dan pelayanan," kata Bintang dalam Taklimat Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) di Gedung Kemenko PMK, Jakarta, Rabu (29/12/2021) tahun lalu.

Apa yang disampaikan itu memang benar. Karena berharap minimnya kasus bahkan berharap tidak adanya kasus pelecehan pada saat penerapan sistem sekuler saat ini tentulah tidak mungkin. Sebab, secara langsung atau tidak sistemlah yang memang membentuk kepribadian manusia. Jika baik sistemnya, tentulah akan baik manusianya karena sistem sifatnya memaksa. Tetapi sebaliknya, jika rusak sistemnya maka tentu akan rusak pula manusianya. 

Sekularisme yang yang memang merupakan sistem rusak buatan manusia, justru menjauhkan agama dari kehidupan. Walhasil lahirlah dari sistem rusak itu manusia-manusia yang hanya mementingkan kesenangan dan kenikmatan dirinya saja. Sekularisme menjadikan manusia menafikkan aturan Allah dan lebih mendewakan aturan manusia. Padahal sebagai Pencipta, tentu Allah lebih tahu kelemahan manusia, sehingga aturan-aturan yang Allah buat pun juga demi kemaslahatan manusia itu sendiri.

Sedangkan sekularisme melahirkan kebebasan pada manusia. Bebas berperilaku, bebas berpendapat, bebas berkepemilikan, bebas berkeyakinan dan bebas dari aturan. Pelecehan seksual ini pun merupakan bentuk kebebasan berperilaku. Manusia yang sudah jauh dari aturan Allah dan mengambil sekularisme sebagai ideologinya maka tentu akan bersikap bebas. Seperti pelaku pelecehan tersebut, yang merasa tidak ada beban dosa ketika melakukan pelecehan seksual. Mengapa? Karena dalam pemahamannya hal itu bukan ranah agama yang mengaturnya. 

Pemikiran sekuler yang diemban oleh pelakunya bahkan tidak membuatnya takut akan sanksi yang akan dihadapinya. Karena mereka yakin sanksi yang akan didapat paling hanya penjara saja. Itu pun seandainya dia pejabat atau orang yang berduit, hukum bisa tunduk padanya. Dengan begitu, pelaku kejahatan tidak akan pernah jera atas sanksi tersebut dan kejahatan akan selalu berulang.

Begitulah sanksi dari aturan yang lahir dari sekularisme. Bahkan adanya Undang-Undang TPKS pun tidaklah bisa mencegah adanya kasus pelecehan ini. Sebab hukum dalam sekuler kapitalis saat ini tidaklah bisa memberi efek jera. Apalagi hukum saat ini yang memang tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Orang kaya bisa terbebas dari hukum dengan uang yang dimilikinya. Sedangkan yang miskin lebih banyak menjadi korbannya.


Islam Solusi yang Sempurna

Kasus pelecehan seksual yang kerap terjadi saat ini sangatlah mungkin bisa diminimalisir. Bahkan bisa dicegah dan diberantas hingga nol kasus, termasuk kasus-kasus pelecehan yang terjadi dalan dunia pendidikan.

Sistem pendidikan dalam Islam yang berazaskan akidah, akan membentuk pribadi-pribadi yang beriman dan bertakwa kepada Allah. Dengan keimanan dan ketakwaan yang kuat, akan menjadi benteng terkokoh dalam mencegah perbuatan keji dan mungkar.

Sistem pendidikan Islam akan membentuk guru dan praktisi pendidikan yang kompeten sekaligus taat dan tunduk kepada Allah. Para guru akan melaksanakan tugasnya sebagai pengajar dan pendidik dengan dasar ketakwaan kepada Allah. Dengan begitu tentu, proses belajar mengajar akan sesuai dengan yang tujuan pendidikan di dalam Islam, yaitu membentuk anak didik yang memiliki kepribadian Islam yang tinggi. Maka sangatlah perlu kita menjadikan Islam sebagai asas kurikulum pendidikan saat ini. 

Namun tidak cukup hanya sistem pendidikannya saja yang harus dibenahi. Sistem-sistem lainnya pun harus diganti total. Seperti dalam sistem sosial. Sistem sosial Islam akan memfilter segala interaksi antara lawan jenis. Pergaulan antara pria dan wanita akan dipisah demi menjaga kesucian hati dan mencegah terjadinya perbuatan keji. 

Bukan hanya sistem pendidikan dan sistem sosial saja, tetapi sistem sanksi haruslah juga mengacu pada sistem sanksi Islam. Sistem sanksi bagi pelaku pelecehan seksual dalam Islam adalah rajam bagi pelaku yang sudah menikah, dan cambuk bagi yang belum menikah. Sanksi yang seperti ini tentu akan memberi efek jera dan akan menjadi penebus dosa bagi pelakunya. 

Penerapan sistem Islam dalam berbagai aspek ini tentulah harus dibarengi dengan penerapan sistem politik Islam juga. Semua sistem di atas hanya bisa dilaksanakan oleh sebuah institusi negara yang benar-benar menerapkan Islam secara menyeluruh. Tidak ada yang bisa menerapkan sistem Islam menyeluruh, kecuali negara Islam. 

Walhasil, kasus-kasus kejahatan dan kekejian tidaklah mungkin terjadi dalam negara yang menerapkan sistem Islam secara menyeluruh tersebut. Untuk itu, sepatutnyalah kita semua bersama-sama berusaha memperjuangkannya demi terwujudnya kemaslahatan umat manusia di dunia. Wallahu a'lam. []


Oleh: Sri Wahyuni
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments