TintaSiyasi.com -- Pakar Hukum dan Masyarakat Prof. Dr. Suteki, S.H.,M.Hum. menilai Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang memunculkan banyak kontroversi, cenderung represif sesuai syahwat penguasa.
"Intinya justru kontraproduktif dengan proses demokratisasi di negeri ini, bahkan cenderung represif sesuai syahwat penguasa," tutur Prof. Suteki, sapaan akrabnya, dalam Konferensi Pers Koalisi Persaudaraan dan Advokasi Umat (KPAU) di kanal YouTube Prof. Suteki, Kamis (30/6/2022).
Terlepas dari aspek formalitas proses pembuatan, secara substantif Prof. Suteki memandang bahwa persoalan penghinaan terhadap penguasa bukan barang baru. Karena menurutnya, KUHP yang sekarang sudah mengatur larangan penghinaan terhadap pejabat publik tersebut di muka umum.
Prof. Suteki meyakini bahwa pada prinsipnya siapa pun sebenarnya dilarang untuk menghina orang lain apalagi pejabat publik. Namun yang menjadi persoalan menurut Prof. Suteki adalah bentuk-bentuk penghinaan yang tidak jelas sehingga pasal tersebut dapat dimaknai "ngaret".
"Penerapannya sangat tergantung rezim penguasa dan ketentuan pasal ini berpotensi membungkam suara kritis dari warga masyarakat," katanya.
Apalagi, Prof. Suteki yakin, efek UU jika didominasi syahwat penguasa adalah bahwa hukum akan dijalankan secara represif sebagai sarana untuk melegitimasi kekuasaan rezim.
Sebagai pakar hukum, Prof. Suteki ia mengatakan, penerapan hukum yang represif akan digunakan oleh rezim berkuasa untuk membungkam suara kebenaran dan keadilan rakyat, dan akan dipakai untuk menyingkirkan lawan-lawan politik, serta dipakai sebagai alat gebuk kekuasaan.
"Maka hubungan pemerintah dengan rakyat ibarat hubungan antara bangsa penjajah dengan bangsa yang dijajah. Rakyat akan diperas dan dijadikan musuh bahkan pihak tertentu akan digiring agar menjadi common enemy," tandasnya. [] Dewi Srimurtiningsih
0 Comments