TintaSiyasi.com -- Keinginan untuk diakui keberadaan kita adalah salah satu bentuk penampakan dari adanya gharizah baqa, yakni naluri eksistensi diri yang telah Allah anugerahkan pada setiap manusia. Tidak terkecuali dengan viralnya fenomena Citayam Fashion Week (CWF), yakni ajang tren anak-anak muda SCBD tren nongkrong, cara berpakaian, bertebarannya LGBT dan apa saja yang melekat pada diri mereka menjadi trendsetter anak SCBD.
Namun, dari fenomena Citayam Fashion Week tentu kalau mau jujur ini adalah fenomena ke arah perusakan generasi secara sistematis. Bagaimana tidak, remaja ramai-ramai mengikuti tren yang menabrak hukum agama seperti laki-laki mengenakan pakaian perempuan, perempuan mengumbar aurat, aktivitas maksiat seperti pacaran, menghabiskan waktu dengan sia-sia, perilaku hedonisme, krisis identitas, lenyapnya rasa malu dan tentunya meresahkan masyarakat.
Tidak hanya sampai di situ, kekhawatiran penulis generasi akan dibajak potensinya untuk sekadar memuluskan agenda kapitalis dengan berbagai programnya. Sosok-sosok pemuda "terkenal" dengan perilaku unfaedah, guyonan sampah, dan konten merusak lainnya ditampilkan untuk menarik pemuda berbondong–bondong mengikuti. Dan mereka akan teralihkan dengan kesenangan sesaat gaya hidup individual, hedonisme, gila popularitas demi sebuah eksistensi. Apalagi untuk seorang pelajar seharusnya mereka fokus dan serius belajar untuk menjadi agen perubahan peradaban, tapi sebaliknya belajar menjadi hal yang mereka tidak sukai.
Inilah sisi buruknya riayah sistem sekuler liberal. Sistem pemuja kebebasan ini telah membuka kran-kran kemaksiatan di tengah masyarakat yang difasilitasi oleh negara melalui kebijakan ekonomi, sosial, hukum, budaya, dan pendidikan yang notabene bukan menjadikan halal haram sebagai standarnya. Walhasil, generasi muda yang seharusnya menjadi aset terbesar dan tak ternilai harganya itu pun tercabik-cabik oleh kerakusan kapitalis liberal.
Kreatifitas itu seharusnya diarahkan pada kebaikan bukan pada kerusakan. Bukankah setiap orang tua mengharapkan anaknya tumbuh menjadi anak yang saleh dan salihah? Bukankah negara ini membutuhkan generasi cerdas dan bertakwa? Bukankah umat ini membutuhkan generasi tangguh dan hebat? Sepertinya harapan ini hanya angan-angan belaka dalam sistem yang menjauhkan agama dari kehidupan.
Nabi SAW bersabda:
لاَ تَكُونُوا إِمَّعَةً تَقُولُونَ إِنْ أَحْسَنَ النَّاسُ أَحْسَنَّا وَإِنْ ظَلَمُوا ظَلَمْنَا وَلَكِنْ وَطِّنُوا أَنْفُسَكُمْ إِنْ أَحْسَنَ النَّاسُ أَنْ تُحْسِنُوا وَإِنْ أَسَاءُوا فَلاَ تَظْلِمُوا
“Jangan kalian menjadi imma’ah! Kalian berkata, ‘Jika manusia berbuat baik, kami pun akan berbuat baik. Jika mereka berbuat zalim, kami juga akan berbuat zalim.’ Akan tetapi, kokohkan diri kalian. Jika manusia berbuat baik, kalian juga berbuat baik. Jika mereka berbuat buruk, jangan kalian berlaku zalim” [ HR. at-Tirmidzi].
Inilah sikap seorang pemuda Muslim mengokohkan diri dalam berbuat kebaikan dan lari dari keburukan. Dalam Islam pemuda adalah harapan masa depan umat. Berkualitasnya pemuda hari ini dengan penuh ketaatan, maka cerahlah masa depan suatu kaum. Buruk kondisi kaum muda hari ini, suramlah nasib bangsa tersebut di kemudian hari.
Karena itulah Nabi SAW mengingatkan kaum Muslim untuk menjaga masa muda mereka sebaik-baiknya:
اغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ: شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ…
“Manfaatkanlah lima perkara sebelum lima perkara: masa mudamu sebelum masa tuamu" (HR. al - Baihaqi).
Sejarah emas Islam mencatat banyak pemuda yang harum namanya karena memuliakan Islam. Sejak generasi sahabat hingga Sultan Muhammad al-Fatih yang menaklukkan Konstantinopel yang menjadi gerbang tersebarnya Islam ke Eropa. Kejayaan Islam banyak digerakkan oleh barisan kaum muda. Para ulama salafus salih mendidik kaum tunas muda ini agar kelak muncul generasi penerus umat. Mereka paham, menyia-nyiakan pembinaan kaum muda sama artinya dengan merencanakan kehancuran suatu bangsa.
Kemudian apalagi yang menghalangi kita untuk sesegera mungkin menyelamatkan generasi yang bingung di persimpangan jalan sebelum kita terlambat. Bukankah kita adalah umat yang terbaik sebab kita beriman kepada Allah SWT dan aktivitas amar makruf nahi mungkar itu yang membuat kita mulia di hadapan makhluk-makhluk ciptaan Allah yang lain? Bukankah Allah menjanjikan surga bagi mereka yang mengikuti jalan ketaatan?
Dengan ini penulis mengajak semua elemen masyarakat, untuk bersama-sama menghentikan berbagai macam kreatifitas penyimpangan di dalam diri pemuda, untuk kita belokan mereka ke kreatifitas ketaatan kepada Allah SWT. Tentu ini bukan hal yang mudah, sebab kita sedang berhadapan dengan para pencinta kemaksiatan. Tapi yakinlah, Allahlah sebaik-baik penolong dan pelindung.
Wallahu a'lam. []
Oleh: Peni Sartika
Sahabat TintaSiyasi
0 Comments