Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Hijrah, Momentum Lahirnya Satu Kepemimpinan Umat Islam


TintaSiyasi.com -- Kehidupan penduduk Makkah sebelum datangnya Islam dan diutusnya Rasulullah SAW sebagai pembawa risalah kenabian, mereka berada dalam kondisi kegelapan, kejahiliahan, kesewenang-wenangan, penyimpangan, penipuan, dan kemiskinan.

Setelah Islam datang, melalui dakwah Rasulullah Muhammad SAW yang sudah diangkat menjadi Rasul oleh Allah SWT, penduduk Makkah mayoritasnya justru menolak dakwah kepada Islam yang diserukan Baginda Muhammad SAW.

Bahkan orang-orang Quraisy melakukan aneka persekusi kepada setiap saudaranya, kerabatnya yaitu siapapun dari penduduk Makkah yang sudah ketahuan masuk Islam dan menjadi pengikut Nabi SAW. Mereka yang telah berislam ditekan, diancam, serta disingkirkan.

Namun Rasulullah dan pengikutnya tetap menyebarkan dakwah Islam, karena dakwah adalah kewajiban yang datang dari Sang Maha Pencipta, Allah SWT. Hingga pengikutnya kian bertambah banyak dan pemahaman Islamnya semakin kuat tertanam di dalam benak mereka.

Berbagai persekusi kafir Quraisy telah dilancarkan, namun orang-orang Islam tak pernah gentar. Hingga terukir peristiwa bersejarah di bukit Aqabah, berkat dakwah para sahabat Nabi termasuk Utsman bin Affan ke Yatsrib sebelumnya. Atas izin Allah SWT dakwah mereka diterima penduduk Yatsrib hingga mengantarkan penerimaan di kalangan tokoh masyarakatnya terhadap Islam dan Rasul-Nya. Inilah yang nantinya menjadikan momen bersejarah bertemunya pemuka Madinah dengan Rasulullah di bukit Aqabah.

Dari pertemuan pertama itu menjadikan titik terang akan dakwah Rasulullah agar Islam benar-benar bisa diterapkan dalam seluruh kehidupan akan menjadi nyata. Tanpa diterapkannya Islam, kondisi umat Islam akan terus dalam keadaan di persekusi, bahkan shalat pun dihalangi dan diganggu. Sebagaimana kondisi saat ini, di beberapa negara seperti China, umat Islam tidak leluasa melaksanakan shalatnya. Di Indonesia ajaran Islam berupa khilafah berkali-kali dibenturkan dengan narasi anti NKRI.

Rasulullah kemudian kian menggencarkan dakwah Islam di Yatsrib. Beliau mengutus Mush’ab bin ‘Umair untuk pergi ke Yatsrib selain untuk mengajarkan Islam kepada masyarakat di sana, Mush'ab ditugaskan untuk mempersiapkan kota madinah menjadi tempat berdirinya negara Islam.

Setahun diutusnya Mush’ab bin ‘Umair, Islam dan Rasulullah telah menjadi opini umum yang mendominasi suasana di kota tersebut. Tidak ada satu rumahpun yang tidak membicarakan Islam dan Rasulullah. Setelah itu, Mush'ab pulang ke Makkah dengan utusan yang berjumlah 73 orang untuk melaksanakan bai’at Aqabah yang kedua.

Penduduk Yatsrib bersedia untuk melindungi Nabi Muhammad SAW, mereka siap terlibat dalam memperjuangkan Islam, serta sanggup menanggung berbagai resikonya. Setelah janji setia yang kedua ini, Rasulullah SAW, menyeru umat Islam untuk hijrah ke Yatsrib.

Hijrah menurut Imam Al-Jurjani berarti berpindah dari dar-kufur (negara kafir) menuju dar-Islam (negara Islam). Menurut Ibnu Hazm, hijrah adalah tobat meninggalkan segala dosa. Sedangkan menurut Ibnu Rajab al-Hanbali, hijrah berarti meninggalkan dan menjauhi keburukan untuk mencari, mencintai, dan mendapatkan kebaikan. 

Jadi, hijrah dilakukan bukan semata untuk menghindari tekanan dan kesulitan. Bukan juga karena kelemahan dan ketakutan pada waktu menghadapi ancaman. Hijrah bukan sekadar berpindah keadaan, apalagi sekadar urusan individual saja. Akan tetapi, peristiwa hijrah merupakan sejarah baru dimulainya kehidupan kaum Muslim. Hijrahnya Rasul SAW dan para sahabat adalah cikal bakal berdirinya negara Islam dan peradabannya. Yaitu diterapkannya Islam dalam seluruh aspek kehidupan.

Hijrahlah yang menyatukan umat secara riil dalam satu akidah dan satu kepemimpinan. Peristiwa ini pula yang menandai tegaknya sebuah sistem politik yang mampu memobilisasi semua kekuatan umat, menjaga dan melindungi umat, mengurus urusan kemaslahatan mereka dan menjaga kewibawaan umat di atas segala bangsa.

Jadi, semestinya hijrah tidak hanya sebatas perubahan pada individu dan masyarakat saja. Akan tetapi bermakna lebih luas, jika berkiblat kepada peristiwa hijrahnya Rasulullah SAW, yaitu meninggalkan darul kufur menuju darul Islam di Yatsrib untuk menegakkan sistem dan kepemimpinan Islam secara menyeluruh dalam tatanan negara.

Nama Madinah yang berarti kota telah menggantikan nama Yatsrib saat peristiwa tersebut. Menjadi penanda peristiwa lahirnya negara baru yaitu negara Islam yang beribu kota di Madinah.

Di bawah kepemimpinan Islam inilah lahir sebuah peradaban yang menjulang tinggi, peradaban yang luhur melaju cepat mengungguli seluruh negara dan bangsa pada masanya, serta mengharumkan nama dan dikenal luas akan keadilan, kedermawanan, kemakmuran, keunggulan akademis, kemajuan ilmiah, dan keamanannya, yang dinikmati oleh semua orang dari semua agama yang hidup di dalamnya, penduduknya makmur dalam kedamaian. 

Namun, saat ini Islam dan khilafah tidak lagi hadir dalam kehidupan umat, dunia kembali pada peradaban yang gelap. Tidak hanya kaum Muslim yang menderita, tetapi dunia juga diselimuti kegelapan dan penderitaan.

Semoga peringatan peristiwa hijrah Rasulullah SAW menjadi momen kesadaran umat untuk mencampakkan sistem kufur dan mengambil kembali sistem terbaik bagi manusia, yaitu sistem Islam melalui berdirinya Daulah Khilafah, yang akan mengganti kegelapan dengan cahaya Islam. []


Oleh: Nur Hidayah
Sahabat TintaSiyasi
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments