Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Perundungan dan Kekerasan Anak, Bukti Lemahnya Peran dan Bimbingan Keluarga


TintaSiyasi.com -- Dalam seminggu terakhir kegemparan menyelimuti jagat dunia maya dengan adanya beberapa berita terkait anak yang mengalami perundungan, penyiksaan maupun penganiayaan di Indonesia. Kasus pertama berasal dari Kabupaten Tasikmalaya, akibat depresi karena dibully teman sepermainannya dan disuruh setubuhi kucing, seorang anak berumur 11 tahun berinisial F meninggal dunia. Kemudian, kabar lain datang dari Jatiasih, Bekasi, seorang ABG berinisial R dikurung dan kakinya dirantai oleh kedua orang tuanya serta kerap mengalami penganiayaan di rumah. Keadaan serupa juga terlihat di Denpasar di mana polisi menemukan seorang Balita berinisial NY yang disiksa hingga mengalami lebam dan patah tulang serta ditelantarkan di sebuah kios pijat oleh orang tuanya.

Meninggalnya F dilatarbelakangi akibat malu dan depresi yang dirasakannya setelah teman-temannya merundungnya dan menyuruhnya untuk menyetubuhi kucing sambil direkam lalu disebar melalui aplikasi berbagi pesan dan media (kompas.com, 22/7/2022). Pada kasus lain penganiayaan yang terjadi pada R dan NY dilakukan karena kekesalan orang tua korban, maupun emosi kepada korban sehingga tega membiarkan korban kelaparan dan kurang gizi (R) (detik.com 22/7/2022) serta memukuli hingga korban ditemukan dalam kondisi lemas, luka lecet, badan agak lebam, pinggul sakit, patah paha bagian atas dan tidak bisa bergerak (NY) (kumparan.com 22/7/2022).

Berbagai berita dan kisah pilu ini merupakan kasus kekerasan yang terjadi bukan hanya sekali, dalam rentang tahun 2022 ini, terdapat 12.933 kejadian kekerasan terhadap anak di Indonesia dengan persentasi laki-laki sebanyak 20,6 % dan  sebanyak 79,4 % (bolaangmongondow.pikiran-rakyat.com). Keberadaan kasus-kasus ini menjadi keresahan dan kekhawatiran banyak pihak mengingat hal ini menyangkut masa depan generasi muda masa depan Indonesia.

Kasus-kasus bullying antar sesama anak yang banyak dilakukan oleh generasi muda saat ini terjadi akibat kondisi lingkungan sosial yang menjadi tempat mereka berinteraksi dan menjadi contoh dalam kehidupan mereka. Kehidupan mereka yang lekat dengan gawai yang memberikan jutaan informasi dan konten yang tak terbendung yang kerap mempengaruhi karakter yang terbentuk dalam diri mereka. Kekerasan yang sering kali mereka lakukan bersumber dari berbagai gim dan tontonan yang mereka jadikan tuntunan dalam kehidupan. 

Keadaan ini juga semakin parah dengan minimnya bimbingan dan arahan orang tua yang diterima. Orang tua yang tersibukkan oleh pekerjaan terlena sehingga tidak bisa mendidik dan mengontrol karakter anak, sehingga banyak dihasilkan karakter anak yang cenderung emosional, sulit mengendalikan diri, dan pemarah.

Perihal kasus penganiayaan dan kekerasan terhadap anak yang terjadi saat ini juga bukan kejadian pertama yang ditemukan oleh aparat berwenang. Belasan ribu kasus yang terjadi setiap tahunnya menjadikan generasi muda ini begitu rapuh dan memiliki trauma mendalam. Orang tua dan orang-orang di sekitar yang menjadi tempat mereka bersandar justru memberikan mimpi buruk tak terperi kepada mereka. Kesibukan dan tingkat stress yang tinggi di tempat kerja menjadi alasan untuk tak lagi memberikan kehangatan bahkan justru melukai mereka. Anak-anak kehilangan sosok pelindung karena orang tua sibuk untuk mencari nafkah memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tidak ada arahan dan perlindungan, alhasil anak dengan mudahnya menjadi korban kekerasan dalam kehidupan ini.  

Pemerintah hari ini sibuk dengan berbagai acara dan peringatan hari anak nasional dan serta berbagai rancangan penanggulangan permasalahan pada anak. Mengusung tema 'Anak Terlindungi, Indonesia Maju’ negara mengangkat kembali kembali 10 hak mutlak anak yang ada dalam Keputusan Presiden No 36 Tahun 1997, diantaranya adalah Hak Gembira, Pendidikan, Perlindungan, Untuk memperoleh Nama, atas Kebangsaan, Makanan, Kesehatan, Rekreasi, Kesamaan, Peran dalam Pembangunan. Dilansir dari Antara.com (22/7/2022) Direktur Rehabilitasi Sosial Anak Kementerian Sosial, Kanya Eka Santi menyebutkan bahwa agenda ini akan fokus kepada upaya menghentikan kekerasan anak, mencegah perkawinan anak hingga penguatan pengasuhan dalam keluarga.

Namun di balik masifnya pemberitaan agenda peringatan hari anak nasional, fakta yang terjadi di lapangan justru menunjukkan betapa kerusakan dan kekerasan anak semakin marak terjadi. Tingkat perundungan dan kekerasan di negeri ini tak pelak menunjukkan lemahnya peran keluarga dan juga negara dalam menjamin tumbuh kembang anak menjadi generasi yang memiliki norma dan adab. Ketidakstabilan ekonomi keluarga menjadikan peran sosok ibu yang menjadi pendidik utama anak hilang akibat harus membanting tulang demi memenuhi kebutuhan. 

Karakter anak yang kehilangan kehangatan terus mencari hiburan lain dari berbagai macam kecanggihan teknologi. Anak kemudian berkembang didampingi smartphone yang penuh dengan konten-konten tak berfaedah dan tak terkendali. Ilmu agama yang diajarkan dalam institusi pendidikan pun semakin sedikit yang membuat anak hidup jauh dari ajaran norma dan agama, maka tak heran generasi ini menjadi lemah dan berada di ujung tanduk kehancuran.

Tampak jelas dari berbagai kondisi di depan mata kita betapa parahnya kondisi masyarakat khususnya generasi saat ini. Anak-anak tidak dididik dengan pemahaman terhadap akidah serta keimanan yang kuat, serta tidak disadarkan tentang keterikatan terhadap syariat Islam yang diperkuat dengan tsaqafah Islam. Ditambah lagi, lingkungan yang tidak kondusif dalam mendidik anak berkepribadian saleh dan hilangnya peran negara sebagai pemelihara dan pelindung masyarakat menjadikan kondisi generasi saat ini amat lemah di tengah gempuran kebudayaan dan gaya hidup Barat yang serba bebas dan penuh kekerasan. 

Aktivis Muslimah dan Pengamat Isu Generasi, dr. Faizah Rosyidah, M.Ked.Trop. menyatakan bahwa negara justru abai dari tanggung jawab pengaturan berbagai urusan rakyat serta sebaliknya, justru menerapkan kebijakan dan peraturan yang merusak kepribadian generasi, yang akhirnya semakin mudah diakses oleh generasi muda.

Dalam kehidupan Islam, anak merupakan generasi penerus peradaban, yang memiliki hak atas perlindungan dan limpahan kasih sayang. Keberadaan orang tua dalam tumbuh kembang anak sangat diperlukan untuk memberikan tuntunan dan juga bimbingan untuk mengarahkan dan memberikan kehangatan kepada mereka, selain juga menanamkan pokok pangkal keimanan dalam diri anak agar senantiasa menjadi orang yang bertakwa.

Di sisi lain perkembangan anak juga akan sangat dipengaruhi oleh lingkungan tempatnya tumbuh dan berkembang, sehingga dalam Islam masyarakat juga memberikan contoh nyata kepada anak dalam hal bergaul dan saling menjaga hak dan mengajarkan tolong menolong antar sesama. Tak dipungkiri orang tua juga menjadi sosok pertama yang perlu mengenalkan sistem sosial yang islami agar dapat dimengerti oleh anak.

Selain upaya dari lingkungan masyarakat, negara juga tidak boleh berlepas tangan terhadap aspek aspek yang berpengaruh terhadap perkembangan anak seperti ekonomi, pergaulan dan pendidikan. Negara memiliki kewajiban untuk memenuhi kebutuhan mendasar bagi masyarakat secara menyeluruh, serta memberi perlindungan kepada mereka lewat keluarga, sehingga terlindungi dan terpenuhilah hak-hak mereka. Jaminan keamanan juga harus diberikan, demi keselamatan jiwa, raga dan harta bagi keluarga dan juga anak-anak. 

Demikianlah, sehingga akan lahir dan berkembang anak-anak yang berkepribadian Islam yang terdidik dan terlindungi untuk membawa peradaban menuju kegemilangan yang hakiki. []


Oleh: Meutia Rahmi Afifa
Sahabat TintaSiyasi
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments