Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Nabi Muhammad SAW Kembali Dinista, Bagaimana Sikap Kita?

TintaSiyasi.com -- Lagi, dan lagi. Kejadian seperti ini terus saja terjadi. Di negeri yang mayoritas Muslim ini. Nabi Muhammad SAW dinista lagi. Kaum munafik berulah kembali. Kali ini pelakunya adalah pihak manajemen Holywings, salah satu kafe yang ada di Jakarta. Holywings membuat promosi minuman beralkohol gratis bagi pengunjung yang bernama Muhammad dan Maria.

Sedih dan geram, bercampur rasa marah melihat fakta ini. Atas nama kebebasan berpendapat dan berekspresi. Padahal notabenenya kita semua tahu bahwa Muhammad adalah nama sosok mulia, utusan Allah dan suri teladan terbaik bagi umat manusia, wabil khusus umat Islam.

Promosi tersebut viral di media sosial. Selang berapa lama, unggahan itu menyebar. Holywings lalu dikecam oleh banyak warganet (JPNN.com, 25/6/2022). Ungkapan rasa kecewa dilontarkan salah satu tokoh nasional negeri ini. Dikutip dari salah satu media nasional, Wakil Ketua umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas berkomentar terkait dengan fakta di atas. Beliau ikut bersuara, iklan atau promo gratis minuman keras (miras) di restoran dan bar Holywings yang mencatut dan menyandingkan nama dua nama, yaitu Muhammad dan Maria. Beliau berpandangan bahwa dengan adanya nama Muhammad yang tertulis di sana tentu akan menyakiti dan melukai hati umat Islam. Berikut pula terkait dengan gratisnya minuman keras untuk masyarakat yang mempunyai kedua nama tersebut. Padahal dalam Islam, keharamannya sangat jelas dan gamblang (Suara.com, 24/6/2022).

Demikianlah, sistem demokrasi, yang menjadikan kebebasan sebagai pilar utamanya terbukti merupakan pintu bagi masuknya ragam kerusakan. Minuman keras, misalnya, yang jelas diharamkan dalam Islam, dilegalkan atas nama kebebasan. Atas nama kebebasan pula, Islam dan syariahnya, Al-Qur'an serta Nabi Muhammad yang mulia sering dijadikan objek pelecehan dan penistaan.

Sebagai umat Muslim, kita wajib mencintai Rasul Muhammad SAW, bahkan melebihi kecintaan kita pada diri sendiri dan yang lainnya. Nabi bersabda:
"Belum sempurna iman salah seorang di antara kalian hingga ia menjadikan aku lebih dia cintai daripada orangtuanya anaknya dan segenap manusia" (HR. al-Bukhari).

Karena itu mencintai Nabi Muhammad SAW, hukumnya wajib. Allah SWT mengancam dengan keras siapa saja yang cintanya kepada Rasul terpalingkan oleh kecintaan kepada yang lain. Sebagaimana tercantum dalam QS at-Taubah ayat 24 yang artinya: "Katakanlah, "Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri dan keluarga kalian, juga harta kekayaan yang kalian usahakan, perniagaan yang kalian khawatirkan kerugiannya dan tempat tinggal yang kalian sukai adalah lebih kalian cintai daripada Allah dan Rasul-Nya serta dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan (azab)-Nya. Allah tidak memberikan petunjuk kepada kaum yang fasik"" (TQS at-Taubah: 24).

Oleh karenanya, haram hukumnya menistakan Nabi Muhammad SAW, dan kita tidak boleh diam kalau ada orang-orang yang menistakan Rasul. Harus kita munculkan rasa marah saat ada pelecehan terhadap simbol-simbol Islam, apalagi kalau sudah ada yang berani menistakan Nabi kita Muhammad SAW.

Itulah yang seharusnya menjadi sikap kita sebagai orang Muslim ketika simbol-simbol Islam dihinakan apalagi sosok Rasul mulia yang menjadi sasaran penistaan. Namun sayang, hal seperti ini pasti akan terjadi lagi dan lagi dalam sistem yang membebaskan berekspresi ini. Sistem demokrasi kapitalisme sekuler.

Karenanya, memang tidak ada cara lain untuk menghentikannya yaitu dengan terus menyuarakan bahwa kita mengecam pada oknum atau perusahaan yang dengan sengaja menghinakan Rasulullah SAW, demi kepentingan apapun. Di samping itu, kita harus lebih gencar lagi dalam mendakwahkan Islam kaffah ke tengah-tengah unat, agar sistem yang kita harapkan bisa membawa pada kedamaian seluruh alam segera terwujud. Hanya dengan penerapan sistem Islam kaffah lah semua masalah semisal ini akan teratasi dengan sempurna.

Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Radhiatur Rasyidah, S.Pd.I
Pemerhati Generasi
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments