TintaSiyasi.com -- Sah. Akhirnya, PT Pertamina (Persero) memperketat pembelian bahan bakar jenis pertalite dan solar mulai pada 1 Juli Lalu. Para pengendara yang ingin membeli BBM bersubsidi tersebut wajib terdaftar di aplikasi MyPertamina (Detik.com, 1/7/2022).
Penyaluran pertalite dan solar sebagai BBM bersubsidi diatur dalam PP No.191/2014 dan SK BPH Migas no 4/2020. Menurut Direktur Utama Pertamina, Patra Niaga Alfian Nasution, penyaluran BBM subsidi di Indonesia ada aturannya. Baik dari sisi kuota maupun dari sisi segmentasi pengguna. Dalam keterangan resminya, pertalite segmentasi penggunaannya dipandang masih terlalu luas. Sehingga, perlu dikembalikan pada aturan yang sudah ditetapkan. Agar tepat sasaran dan tepat kuota dalam menyalurkan BBM bersubsidi dari pemerintah. Menurutnya, fakta di lapangan menunjukkan masih banyak konsumen yang tidak berhak mengkonsumsi pertalite dan solar. Jika tidak diatur maka kuota yang telah ditetapkan selama 1 tahun terancam tidak mencukupi. Untuk itu, Pertamina berinisiatif melakukan uji coba penyaluran pertalite dan solar bagi pengguna berhak yang sudah terdaftar di dalam sistem MyPertamina.
Jika ditelaah, sebenarnya masalah mendasar terkait BBM di negeri ini bukan karena masih banyaknya pengguna BBM bersubsidi yang tidak berhak. Akan tetapi, kesalahannya terletak pada tata kelola energi yang berkiblat pada kapitalisme. Pasalnya, dalam sistem kapitalisme subsidi merupakan salah satu instrumen pengendalian tidak langsung. Pengendalian tidak langsung adalah kebijakan yang bekerja melalui mekanisme pasar. Misalnya, penetapan tarif serta segala macam pajak dan subsidi (Groosman, Sistem-sistem Ekonomi, 1995).
Subsidi merupakan bentuk bantuan keuangan yang biasanya dibayar oleh pemerintah dengan tujuan menjaga stabilitas harga-harga atau mempertahankan eksistensi kegiatan bisnis. Juga untuk mendorong berbagai kegiatan ekonomi pada umumnya. Namun, perlu dipahami bahwa kapitalisme dengan sistem neoliberalisme telah berpijak pada pasar bebas. Di mana, peran negara terbatas dan individualisme. Maka neoliberalisme memandang intervensi pemerintah sebagai ancaman yang paling serius bagi mekanisme pasar. Dari sini dapat kita lihat, mengapa pencabutan subsidi sangat dianjurkan dalam neoliberalisme. Sebab, subsidi dianggap bentuk intervensi pemerintah. Artinya, sistem neoliberalisme pada dasarnya adalah antisubsidi. Pelayanan publik wajib mengikuti mekanisme pasar. Mau tak mau negara harus menggunakan prinsip untung rugi dalam penyelenggaraan bisnis publik. Oleh karena itu, BBM murah yang harusnya bisa dinikmati oleh siapapun baik kaya atau miskin kian dibatasi. Pembatasan itu seiring dengan berkurangnya subsidi yang disalurkan pemerintah untuk energi. Ditambah lagi proses administrasi yang ribet, semakin menyulitkan rakyat miskin memperoleh BBM murah. Miris.
Kapitalisme berbeda dengan Islam dalam memandang subsidi. Jika kapitalisme memandang subsidi dari perspektif intervensi pemerintah atau mekanisme pasar. Maka, Islam memandang subsidi dari perspektif syariat. Kapan subsidi boleh dan kapan subsidi wajib dilakukan oleh negara. Apabila, subsidi diartikan sebagai bantuan keuangan yang dibayar oleh negara. Maka, Islam mengakui adanya subsidi dalam pengertian ini. Subsidi dapat dianggap sebagai salah satu cara yang boleh dilakukan Daulah Khilafah. Karena, termasuk pemberian harta milik negara kepada individu rakyat yang menjadi hak khalifah.
Khalifah Umar bin Khattab pernah memberikan harta dari Baitul Mal (kas negara) kepada para petani di Irak. Agar mereka dapat mengolah lahan pertanian mereka. Atas dasar itulah, negara boleh memberikan subsidi pada individu rakyat yang bertindak sebagai produsen. Seperti subsidi pupuk dan benih bagi petani. Atau subsidi bahan baku kedelai bagi pengrajin tahu tempe. Negara juga boleh memberikan subsidi pada individu rakyat yang bertindak sebagai konsumen. Seperti subsidi pangan alias sembako murah atau subsidi minyak goreng.
Adapun subsidi untuk sektor energi (BBM dan listrik), dapat diberikan negara kepada rakyat. Namun perlu diingat bahwa BBM dan listrik dalam Islam termasuk harta milik umum. Dalam distribusinya pada rakyat, khalifah tidak terikat dengan satu cara tertentu. Khalifah dapat memberikannya secara gratis atau menjual pada rakyat dengan harga sesuai ongkos produksi. Bisa juga diberikan dalam bentuk uang tunai sebagai keuntungan penjualannya. Sebab, kepemilikan rakyat adalah hak rakyat. Negara hanya boleh bertindak sebagai pengelola, sementara keuntungannya wajib dikembalikan kepada rakyat. Haram hukumnya bagi negara mengambil keuntungan sepeserpun dalam pengelolaan harta rakyat.
Demikianlah, senarai aturan Islam yang mampu membuat rakyat bisa dengan leluasa menikmati BBM dan listrik murah bahkan cuma-cuma. Luar biasa bukan? Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Teti Ummu Alif
(Pemerhati Masalah Umat)
0 Comments