Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Mengurai Sejarah Hip-Hop Hingga Citayam Fashion Week dari Sisi Kapitalisme


TintaSiyasi.com -- Revitalisasi Jakarta sebagai ibu kota di bawah tangan dinginnya Anies Baswedan memang sudah tidak diragukan lagi. Gubenur Jakarta Anies Baswedan mengungkapkan alasan dirinya melakukan revitalisasi trotoar di Jalan Sudirman pada beberapa tahun lalu. Menurut Anies, saat itu kawasan Sudirman merupakan wilayah elite. Hanya beberapa orang yang memiliki kepentingan seperti urusan bisnis yang datang ke kawasan tersebut. 

"Jalan Jenderal Sudirman di Jakarta adalah pusat kegiatan bisnis. Dulu, yang ke Jalan Jendral Sudirman siapa? Orang yang punya kantor di sana atau orang yang punya urusan di sana. Rakyat kebanyakan yang tidak punya urusan lain, tidak masuk ke jalan itu," kata Anies dalam tayangan Youtube di Kampus UGM, di kutip oleh VOI pada Jumat, 8/04/2022.

Anies mengaku dirinya memiliki prinsip untuk menyediakan ruang publik yang bisa dijamah oleh semua kalangan. Karenanya, trotoar pada jalan selebar 80 meter tersebut ia revitalisasi demi menyediakan ruang interaksi bagi seluruh warga. "Sesudah dibangun trotoar yang sangat nyaman, orang dari mana-mana datang dan merasakan tempat ini adalah milik kita. Tidak harus menjadi jutawan, tidak harus bisnisman. Tapi rakyat kebanyakan bisa menikmati jalan yang paling elite di negara ini. Itu kesetaraan," ucap Anies dikutip oleh VOI, 8/04/2022. 

Selain itu wajah Dukuh Atas nampak semakin instragramable, dengan jalan yang besar, taman dan gedung pencakar langit yang tidak kalah dengan kota metropolis di luar negeri. Benar saja revitalisasi Jakarta khususnya di kawasan Sudirman berhasil menarik remaja dari daerah penyangga ibu kota seperti Bogor, Citayam, Depok dan Bekasi untuk datang ke kawasan tersebut. Bukan sekadar datang tapi juga mereka membangun komunitas, eksistensi, fashion, dan aktualisasi melalui konten. Karena lanskap yang dimiliki di kawasan tersebut yang belum dimiliki kota-kota penyangga Ibu Kota, membuat remaja SCBD (Sudirman, Bojong Gede, Depok) rela berjejalan untuk menikmati suasana Ibu Kota. Saking hebohnya kawasan tersebut menjadi viral dan mampu mengorbitkan selebgram dadakan, bahkan muncul istilah Citayam Fashion Week. Rata-rata mereka yang datang berani beradu outfit, mereka adalah remaja dengan usia produktif. Tak sedikit juga untuk memenuhi selera fashionnya mereka harus bekerja menjadi pengamen, kuli angkut barang dan influencer. Tapi yang penting dari itu eksistensi dan gaya. 

Namun sebelum adanya Citayam Fashion Week, mungkin dulu kita juga pernah mengenal genre musik hiphop yang lahir dari subkultur masyarakat Afrika yang ada di Amerika. Berdasarkan sejarahnya, hiphop sendiri lahir di salah satu pesta ulang tahun pada 11 Agustus 1973, di kota Bronx, New York City. Lebih tepatnya pada pesta dari saudara Clive Campbell yang dikenal sebagai bapak penemua hiphop, Clive merupakan DJ seorang yang lahir di Jamaica yang gemar membangun komunitas Afrika melalui pesta dan musik. Hingga kebiasan berkumpul inilah remaja Afrika bermain musik dan semakin mendapatkan perhatian di kalangan remaja imigran Afrika yang pada saat itu menjadi kelompok yang termarginalkan. Musik hiphop lahir dari sebuah gerakan kebudayaan yang tumbuh di era tahun 1970 di masyarakat Afrika di Amerika dan orang Latin-Amerika. Yang memang mereka adalah orang-orang yang terpinggirkan dari sistem sosial Amerika, yaitu ras kulit putih. Di kota Bronx inilah cikal bakal tempat bertemunya muda-mudi kuli hitam beradu gaya, musik dan membangun komunitas. Kaum milenial sekarang pun kerap memilik gaya yang swag, gaya berpakaian dan perprilaku yang ekspresif layaknya seorang gengster dengan kaos yang oversize dan sneakers yang kekinian. Namun di balik itu kaos oversize adalah lambang bagimana keluarga komunitas Afrika di Amerika pada saat itu tidak dapat membeli baju baru bagi anak mereka. Sehingga baju dari sang kakak akan diturunkan pada adik walaupun terlihat kedodoran. 

Bagaimana dengan musik yang dilahirkan dari budaya mereka? Kemunculan mereka menghasilkan lagu yang mengandung kritik. Di awal perkembangannya, musik hiphop biasanya memasukkan isu-isu sosial ke dalam lagu-lagunya. Tak sedikit dari video klip mereka terdapat unsur pamer harta, seperti pemakaian emas, berlian yang berlebihan dan mobil limosin, seolah-olah sedang pamer, dan ingin membuktikan keberhasilan kaum imigram kulit kepada ras kulit putih Amerika. Pada tahun 1980-1990 muncul kelompok Young Black American, menjadikan Hip-hop sebagai media kampanye dalam gerakan Hak Asasi Manusia (HAM). Tokoh Hip-hop lainnya adalah Afrika Bambaataa, mendirikan komunitas Universal Zulu Nation. Kelompok tersebut menjadikan Hip-hop sebagai media untuk mengurangi budaya kekerasan dan kehidupan gang di kalangan remaja pinggiran, khususnya kaum miskin kulit hitam. Terlepas dari itu apa yang dibangun oleh komunitas mereka telah berhasil menciptakan hiphop di kenal keluar negeri. 


Ada Duri Kapitalisme di Antara Citayam Fashion Week dan Hiphop

Antara Citayam Fashion Week dan sejarah kemunculan musik hiphop mempunyai kesamaan, keduanya telah membangun subkultur masing-masing. Subkultur lahir dari aktualisasi diri, meskipun hal tersebut bertentangan dengan apa yang dimiliki dan dipercaya masyarakat pada umumnya. Bentuk aktualisasi diri yang berbeda dari pada umumnya inilah yang disebut dengan subkultur. Di mana sesuatu yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok tertentu, berbeda denga kehidupan sosial masyarakat secara umum. Anggota dari suatu subkultur biasanya akan menunjukan keanggotaan mereka dengan gaya hidup atau simbol-simbol tertentu. 

Lahirnya komunitas Citayam Fashion Week secara sederhana muncul dari kenyataan pembangun yang tidak merata di negeri ini, di mana Jakarta dengan konsep Ibu Kotanya yang gemerlap, di mana kawasan penyangga lainnya tidak mampu berbenah seperti Jakarta, akhirnya menarik sekelompok remaja dari kawasan luar Jakarta, untuk membuat konten dan aktualisasi diri. 

Dukuh Atas di Jalan Sudirman inilah yang memang cocok, karena dikembamgkan sebagai Transit Oriented Development arena, atau sistem transportasi terintegrasi pertama Jakarta yang mempertemukan Ibu Kota dengan berbagai transportasi publik, seperti MRT Jakarta, Trans Jakarta, kereta KRL Commuterline, kereta bandara, dan LRT Jabodetabek, dengan ongkos yang murah kawasan tersebut mudah dijangkau. Namun terlepas dari itu semua, tahukah kita bahwa, kerja sistem sosial yang lahir dari konsep kapitalisme sekuler saat ini mempunyai peran yang besar pada munculnya komunitas Citayam Fashion Week, yaitu adanya gaya hidup bebas di kalangan remaja, kita memahami bahwa fakta remaja yang hilir mudik di sana tak jauh dari orang yang mencari pacar, dan ikhtilat lainnya. Serta konsep pembangunan ala kapitalisnya tidak mampu menciptakan pembangunan kota secara merata, kota yang diperhatikan, dan menjadi pusat aktivitas negara hanya berpusat di Jakarta, sedangkan wilayah pedalaman di provinsi lainnya jauh dari kata layak. Sungguh sangat disayangkan revitalisasi di bawah sistem kapitalisme malah menjadi tempat bermaksiat kepada Allah, tentu hal ini pun dikarenakan kuatnya arus pemahaman pergaulan bebas di sistem kapitalisme. Begitu pun dengan munculnya budaya musik hiphop, yang lahir dari sistem sosial kapitalisme yang diskriminatif, yang membedakan manusia berdasarkan ras, dan warna kulit, sehingga mereka menciptakan hiphop sebagai sarana perlawanan. Nampak jelas dari kedua komunitas di atas, bahwa dalam sistem kapitalisme tidak mampu melahirkan komunitas yang benar. 

Wallahu a'lam. []


Oleh: Anastasia, S.Pd.
Sahabat TintaSiyasi
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments