Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kasus Bunuh Diri Pelajar, Potret Pendidikan Karakter ala Sekuler


TintaSiyasi.com -- Berita tentang bunuh diri bukan lagi menjadi hal yang mengejutkan bagi kita, sudah sering kita mendapati berita bunuh diri yang alasannya bermacam-macam. Bunuh diri yang dilakukan pun biasanya disebabkan hal yang sepele, semisal berita seorang wanita bunuh diri karena nazar jika tak lulus PTN. Kemudian seorang mahasiswa yang melakukan bunuh diri dengan alasan kuliahnya yang terlalu lama dijalani, kemudian ada pula pelajar Tangerang yang bunuh diri dengan senjata api milik ayahnya. 

Keinginan bunuh diri ini tidak muncul begitu saja, banyak faktor yang mendasari mengapa seseorang melakukan bunuh diri. Lebih dari 90 persen orang yang bunuh diri memiliki gangguan mental, seperti depresi, gangguan bipolar, atau diagnosis lainnya. Penyakit kronis, penyalahgunaan zat, trauma kekerasan, faktor sosial ekonomi, hingga putus cinta pun umum menjadi pendorong keinginan bunuh diri.

Bunuh diri pada umumnya adalah tindakan yang dilakukan atas dasar luapan emosi dan tanpa pikir panjang dengan keputusan yang hanya dibuat beberapa menit atau jam sebelumnya, meski mungkin juga akibat alasan yang mengendap lama tanpa diketahui orang lain.

Angka kasus bunuh diri makin meningkat setiap tahun, dan yang membuat miris sebagian dari pelaku kasus bunuh diri ini adalah remaja dan pelajar. WHO menyatakan bahwa setiap 40 detik terdapat satu orang yang meninggal bunuh diri atau setara dengan 800 ribu orang setiap tahun. 

Tak terkecuali di Indonesia, pada 2018 tercatat 265 juta orang meninggal dunia akibat bunuh diri. Jika diasumsikan, rata-rata sekitar 9.000 kasus kematian dengan bunuh diri terjadi di Indonesia. Data Kemenkes kembali mencatat keinginan untuk bunuh diri telah menyasar anak pada kisaran SMP sampai SMA, dari hasil survei 10.837 responden, sebanyak 4,3 persen lali-laki dan 5,9 persen perempuan memiliki keinginan untuk bunuh diri.

Maraknya kasus bunuh diri pada pemuda merupakan masalah tersendiri bagi negeri ini, pemuda yang tentu saja menjadi harapan regenerasi dan pemimpin masa depan ini ternyata memiliki mental rapuh dan sakit. Mengapa remaja rentan melakukan bunuh diri? Apakah sebesar itu rasa kecewa, sedih dan marah pada dirinya sehingga membutakan mata hatinya untuk melihat bahwa masih banyak hal penting dan bermanfaat yang bisa mereka lakukan.


Bukti Gagalnya Pendidikan Karakter

Banyaknya kasus bunuh diri pada remaja dan pelajar merupakan bukti betapa pendidikan ala sekuler telah gagal membentuk kepribadian insan beriman dan bertakwa. Pendidikan karakter yang digadang-gadang mampu menjadikan remaja menjadi pribadi yang membanggakan ternyata hanya menjadi jargon semata.

Tentu saja dengan sistem kapitalisme yang diemban negeri ini menjadikan sekularisme sebagai akidah mereka, maka segala aspek kehidupannya pun dijalankan tak mengikuti aturan Allah SWT. Termasuk juga pendidikannya, pendidikan di sistem kapitalisme ini diarahkan sejauh mungkin dari agama, agama cukup di ambil esensi ibadahnya saja, tak heran pelajaran agama di sekolah hanya seputar ibadah ritual semata. Bahkan makin ke sini pelajaran agama pun berusaha dihilangkan dengan dalih hanya mengganti nama. Semisal pendidikan karakter.

Pendidikan karakter adalah suatu sistem pendidikan yang bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai karakter tertentu kepada peserta didik. Kurangnya pendidikan karakter akan menimbulkan krisis moral yang berakibat pada perilaku negatif di masyarakat, misalnya pergaulan bebas, penyalahgunaan obat-obat terlarang, pencurian, kekerasan terhadap anak, dan lain sebagainya. Benarkah demikian? 

Pada faktanya justru perilaku negatif yang berusaha dihilangkan malah makin menjamur di tengah masyarakat. Justru karakter remaja sekarang makin tak beradab karena sudah terjangkit virus kebebasan yang dihasilkan dari sekularisme ini. Tak heran remaja ini tumbuh menjadi generasi yang sekuler. Generasi yang rapuh, yang ketika mendapati kenyataan yang tidak sesuai dengan harapan maka mereka akan langsung mengambil jalan pintas seperti bunuh diri dengan mengesampingkan fakta bahwa bunuh diri adalah dosa besar. 

Kemudian, sistem kapitalisme ini juga memberikan tekanan-tekanan hidup dalam kondisi sekarang, sulitnya mendapat sekolah ataupun perguruan tinggi yang memadai juga menjadi masalah bagi remaja. Di sisi lain mereka ingin mereguk ilmu tapi persaingan pun makin besar. Sudah menjadi rahasia umum bahwa jika berkantong tebal, kalian boleh kuliah di mana saja.

Pada saat masuk dalam dunia kampus pun tidak berarti perjalanan mulus hingga selesai kuliah, banyak masalah yang mewarnai dunia pendidikan kampus saat ini, belum lagi sebagai mahasiswa ada tuntutan-tuntutan yang harus dipenuhi yang bisa jadi hal tersebut justru menjadikan mahasiswa stres dan depresi.

Di tambah dengan kurangnya keimanan dalam diri mereka maka makin menambah beban hidup yang dirasakan. Jika demikian solusi mengakhiri hidup lah yang menjadi pilihan, seolah dengan mati semua masalah selesai. Depresi atau stres yang terjadi pada para remaja yang dapat berujung pada tindakan bunuh diri merupakan persoalan kompleks, bukan semata-mata disebabkan satu persoalan saja, banyak faktor yang mempengaruhinya. 

Oleh sebab itu, solusi untuk mengatasinya pun harus komprehensif, tidak bersifat parsial dan individual. Di sinilah peran masyarakat dan negara diperlukan bukan sekadar peran individu dan keluarga saja. Lalu solusi apakah yang bisa mengatasi permasalahan bunuh diri ini?


Kembali pada Sistem Islam yang Sempurna

Sistem pendidikan dalam Islam akan menanamkan akidah dan tsaqafah Islam yang matang bagi pelajarnya, mereka dibentuk menjadi pribadi yang kokoh imannya sehingga jika mendapati ujian, mereka paham bahwa itu bentuk kasih sayang Allah dan tak mudah berputus asa apalagi memutuskan untuk mencari jalan pintas seperti bunuh diri. Semua masalah yang ada, diusahakan untuk mencari solusinya dan dengan keimanan yang tinggi maka mereka paham bahwa Islam satu-satunya solusi yang bisa menjadi jalan keluar bagi permasalahan yang mereka hadapi.

Negara dalam sistem Islam pun berperan sebagai pelaksana urusan rakyat. Pada sistem pendidikan, negara menjamin akses pendidikan pada semua warga negaranya secara merata, sekolah ataupun perguruan tinggi tidak tersekat-sekat dengan istilah sekolah favorit atau kampus bergengsi. Kurikulum pendidikan juga akan disusun berlandaskan akidah Islam, sehingga menghasilkan manusia dengan karakter yang luar biasa yaitu karakter yang bersakhsiyah Islam, pola pikir dan pola sikap dengan landasan akidah Islam menjadikan mereka menjadi pemuda tangguh yang tidak gampang terpuruk dan cerdas melihat kehidupan. Tentu saja hal ini hanya bisa terwujud jika dengan penerapan Islam dalam kehidupan secara kaffah. 

Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Ema Darmawaty
Sahabat TintaSiyasi
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments