Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Fenomena Pelajar Bunuh Diri, Buah Kegagalan Sistem Pendidikan Berorientasi Materi

TintaSiyasi.com -- Kegagalan Memicu Depresi Lalu Bunuh Diri

Seorang gadis pelajar di Semarang dikabarkan meninggal dunia diduga karena bunuh diri akibat tidak lolos ujian masuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN) UGM. Sebuah keinginan yang dicita-citakannya sejak duduk di bangku SMP. Gadis tersebut sebelumnya bernazar akan memberikan santunan kepada anak yatim jika diterima dan akan melakukan bunuh diri jika tidak diterima. Keputusan bunuh diri gadis yang dipanggil Dena itu diduga juga didorong oleh perlakuan pacarnya yang memiliki sifat kasar dan manipulatif. "Adik gue sekarang korban. Beneran bunuh diri dengan cara minum semua obat yang diberi psikiater dan OD alkohol," terang sang kakak. Cerita ini dibagikan melalui akun Twitter @utbkfess pada Selasa (12/07/22).

Tak hanya depresi karena tak diterima di PTN impian menjadi penyebab bunuh diri, beberapa waktu lalu juga diberitakan seorang mahasiswa di Samarinda, Kalimantan Timur, juga diduga gantung diri karena depresi kuliah 7 tahun tak kunjung lulus dan skripsinya sering ditolak dosen. BH ditemukan tewas gantung di rumah milik kakak angkat di Jalan Pemuda, Samarinda, Sabtu (11/7/2020) sore (Kompas.com, 12/7/2022).


Stres Akademis Pemicu Ide Bunuh Diri

Kecenderungan bunuh diri ini justru berkembang di negara-negara dengan reputasi pendidikan yang baik. Korea Selatan dengan kualitas pendidikan teratas di Asia adalah negara terbawah dalam hal kepuasan hidup anak-anak. Di Jepang, tingkat bunuh diri di kalangan pelajar juga dilaporkan tinggi. Sedangkan di Amerika Serikat, bunuh diri adalah penyebab kematian ketiga terbanyak di antara pemuda berusia 15-24 tahun. Pelbagai riset menyimpulkan, kasus bunuh diri pada pelajar dan mahasiswa ini memuncak pada masa ujian.

Fenomena ini juga ditemukan di Indonesia, negara di posisi ke-159 dunia dengan angka bunuh diri tertinggi menurut organisasi kesehatan dunia, WHO. Dalam tesis Benny Prawira Siauw, pakar kajian bunuh diri (suicidolog), sebanyak 34,5 persen mahasiswa Jakarta punya ide untuk bunuh diri. Hasil tersebut ditemukan dari 284 responden di sejumlah universitas swasta dan negeri di Jakarta. Satu dari tiga responden mengaku kepada Benny memiliki kecenderungan pemikiran bunuh diri.  

Dalam sebuah penelitian di Universitas Airlangga, Surabaya, mahasiswa rantau disebut lebih rentan memiliki kecenderungan ide bunuh diri daripada mahasiswa yang tinggal bersama orangtua. Di antara mahasiswa rantau ini, mereka yang tinggal sendiri dan tidak aktif di kegiatan ekstrakurikuler kampus, memiliki kecenderungan lebih tinggi dibanding mahasiswa rantau yang tinggal di asrama dan aktif di organisasi. “Penyesuaian diri sangat penting bagi mahasiswa rantau. Ketika penyesuaian diri ini gagal, muncul perilaku mala-adaptif maupun masalah psikologis yang lain. Salah satunya adalah tindakan bunuh diri,” demikian yang tertulis dalam riset bertajuk Hubungan Antara Dukungan Sosial dengan Ide Bunuh Diri Pada Mahasiswa Rantau Semester Tujuh Fakultas Psikologi Airlangga (2019, hlm 3-4). 

Semakin tinggi stres akademis, ide untuk bunuh diri kian besar. Demikian kesimpulan penelitian Kartika Catharina Ayudanto bertitel Hubungan Antara Stres Akademis dan Ide Bunuh Diri Pada Mahasiswa (2018). 

Yang pasti, faktor pendorong pemikiran bunuh diri tidak pernah tunggal. Prestasi akademik yang menurun sebenarnya tidak cukup untuk membuat seseorang berpikir mengakhiri hidup. Ada faktor-faktor lain yang ikut mendorong pemikiran tersebut. Satu di antaranya adalah kondisi mahasiswa tersebut. 

Menurut kajian sosiologis yang lain, ada dua faktor bunuh diri di kalangan pemuda. Yang pertama adalah lemahnya integrasi sosial seperti masalah asmara, tugas akhir, atau persoalan keuangan. Faktor yang kedua adalah fenomena copycat atau peniruan seakan-akan bunuh diri adalah perbuatan yang sedang tren. Itu alasannya, media amat berhati-hati dalam memberitakan peristiwa bunuh diri. 

Dalam masalah tugas akhir, ide bunuh diri biasanya muncul ketika pengerjaan skripsi terkatung-katung sementara tenggat waktu kuliah semakin dekat. Tekanan dapat bertambah ketika keluarga dan teman-teman memiliki ekspektasi yang sangat tinggi kepada mahasiswa yang bersangkutan untuk segera lulus. Belum lagi jika kondisi itu ditambah perisakan (bullying) yang tidak disengaja seperti menyinggung tugas akhir yang belum juga berakhir. Tekanan sedemikian disebut menimbulkan depresi yang bisa bermuara kepada pemikiran bunuh diri (kaltimkece, 14/7/2020).


Penyebab dan Solusi untuk Mencegah Bunuh Diri Dalam Islam

Maraknya kasus bunuh diri di kalangan pelajar adalah salah satu gambaran ketidakberhasilan sistem pendidikan saat ini. Kasus bunuh diri memperlihatkan bagaimana kondisi generasi yang rapuh secara mental dan akidah yang menjadikan mereka individu yang tidak memiliki pegangan hidup.

Nelangsa rasanya saat berulang kali harus menyaksikan berbagai peristiwa yang menyedihkan di lingkungan para pelajar. Terlebih tindakan bunuh diri ini selain sangat menyisakan duka dan kepiluan yang mendalam, perbuatan tersebut juga sangatlah dilarang dan bertentangan keras dengan akidah umat Islam sebagai pemeluk agama mayoritas di negeri ini. 

Sebagaimana Allah SWT melarang tegas perbuatan bunuh diri dalam QS. An Nisa ayat 29:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَأْكُلُوٓا۟ أَمْوَٰلَكُم بَيْنَكُم بِٱلْبَٰطِلِ إِلَّآ أَن تَكُونَ تِجَٰرَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ ۚ وَلَا تَقْتُلُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”

Islam adalah agama paripurna yang tidak hanya mengatur urusan dengan Penciptanya tapi juga mengatur bagaimana urusan dengan dirinya sendiri dan hubungannya dengan masyarakat atau manusia lainnya. 

Di bawah naungan sistem kehidupan Islam, masyarakat dapat terjaga di bawah pilar-pilar, yang terangkai sebagai berikut:

Pilar pertama adalah kokohnya akidah pada setiap individu. Individu yang mempunyai akidah yang kokoh akan mampu menekan keinginan untuk melakukan tindakan bunuh diri yang jelas dilarang dalam agama. Individu yang mempunyai cara pandang hidup yang benar dan lurus, yakni pandangan hidup Islam yang didasarkan pada akidah Islam. Akidah Islam menanamkan bahwa kebahagiaan hidup adalah diperolehnya ridha Allah SWT, bukan dicapainya hal-hal yang bersifat kesenangan duniawi dan materi semata. 

Penanaman pemahaman seperti ini bisa dilakukan melalui pembinaan-pembinaan. Oleh sebab itu, setiap orang harus ‘memaksa’ dirinya untuk terus mengkaji Islam secara tepat, bukan untuk kepuasan intelektual semata, melainkan untuk diyakini, dihayati, dan tentu saja diamalkan. Ketakwaan kepada Allah SWT akan membuat seseorang akan merasa bahwa kesulitan yang datang adalah merupakan ujian dari-Nya. Pemahaman seperti ini akan membuat pelajar terhindar dari depresi yang membuatnya putus asa.

Pilar kedua adalah keluarga. Depresi pada anak tidak selalu karena berasal dari keluarga yang berantakan. Tetapi, secara umum keluarga yang tak tertata berpeluang lebih besar melahirkan anak-anak yang terpapar depresi. Allah SWT sebagai Pencipta manusia, Mahamengetahui terhadap karakteristik manusia yang diciptakannya, telah menurunkan konsep keluarga yang islami, harmonis, serta jauh dari hal-hal yang dapat merusak pondasi dan pilar-pilar keluarga, sehingga mampu melahirkan anggota keluarga yang kokoh secara akidah.

Pilar ketiga adalah masyarakat. Masyarakat Islam mempunyai tingkat kepedulian yang tinggi sehingga mampu menciptakan kontrol sosial di tengah masyarakat. Masyarakat yang menumbuhsuburkan kebaikan akan mewujudkan masyarakat yang baik pula. Oleh sebab itu, agar masyarakat memiliki daya tahan dalam menghadapi depresi harus ada upaya untuk menumbuhkan kepedulian sosial, menciptakan suasana keimanan, serta mengembangkan dakwah amar makruf nahi mungkar. 

Dan pilar terakhir adalah negara. Negara memiliki peran yang cukup besar dalam menciptakan depresi di tengah-tengah masyarakat dan para pelajar. 

Sistem pendidikan yang diterapkan saat ini yang jauh dari tuntutan Islam menjadi pemicu terjadinya depresi sosial di tengah kehidupan masyarakat dan para pelajar. Maka sudah seharusnya negara bertanggung jawab terhadap berbagai masalah yang dihadapi para pelajar. Negara wajib membina masyarakat dan pelajar dengan akidah Islam melalui sistem pendidikan Islam, mengatur media massa agar tidak menyebarkan budaya yang bersumber dari ideologi kapitalisme atau sosialisme, menerapkan hukum-hukum Islam secara kaffah, serta mencampakkan akidah dan sistem kehidupan yang sekuler.

Depresi atau stres yang terjadi pada para pelajar yang dapat berujung pada tindakan bunuh diri merupakan persoalan kompleks, dengan berbagai faktor yang mempengaruhinya. Oleh sebab itu, solusi untuk mengatasinya harus tepat dan komprehensif, tidak bersifat parsial dan individual. Artinya, diperlukan peran masyarakat dan negara untuk mengatasinya, bukan sekadar peran individu dan keluarga saja. Sudah saatnya kita mewujudkan kembali sistem kehidupan Islam dalam bingkai khilafah. Pemimpin atau khalifah dalam sistem pemerintahan Islam akan merancang strategi pendidikan yang bertujuan mewujudkan kemaslahatan umat.

Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Atik Kurniawati
Sahabat TintaSiyasi
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments