TintaSiyasi.com -- Direktur Indonesia Justice Monitor Agung Wisnuwardana mengatakan, dari minyak goreng menunjukkan kerusakan tata kelola negeri. "Sistem politik di negara kita tidak adil sehingga perlu ditata ulang. Dari minyak goreng kita belajar bahwa tata kelola negeri menunjukkan kerusakan," ucap Agung dalam Perspektif Pusat Kajian dan Analisis Data bertajuk Taipan Sawit Makin Tajir saat Rakyat Teriak Migor, Selasa (14/6/2022) di YouTube Pusat Kajian dan Analisis Data.
Ia berusaha mengedukasi masyarakat soal penyebab utama kelangkaan minyak goreng. Agung menyampaikan bahwa sejak pandemi, harga Crude Palm Oil (CPO) naik secara tajam. Hal ini mengakibatkan ada pihak yang sangat diuntungkan dan ada pihak yang sangat dirugikan.
“Bagaimana bisa terjadi kelangkaan padahal produksi melimpah. Mekanisme harga minyak goreng juga ditetapkan mengikuti harga internasional seperti yang terjadi pada bahan bakar minyak,” jelasnya.
Menurut Agung, upaya yang dilakukan dengan membatasi ekspor ternyata juga tak mampu memberi solusi. "Kekuatan negara tidak mampu mengendalikan kekuatan para kartel. Penguasaan lahan terbesar adalah milik perusahaan swasta," katanya.
Agung menambahkan, “Ada ketidakadilan dalam penguasaan lahan di Indonesia. Siapa yang memiliki akses maka akan memiliki aset contohnya Salim dan Eka Cipta. Selain memiliki lahan sawit, mereka juga memiliki tambang dan hutan tanaman industri. Dengan penguasaan lahan yang luas maka dapat menguasai produksi CPO, minyak goreng bahkan mall untuk pemasarannya. Jadi menguasai hulu sampai hilir.”
Berkaitan dengan sistem politik Indonesia, Agung membeberkan jika saat ini yang terjadi adalah korporatokrasi atau oligarki. Menurut dia, hasil dari usahanya digunakan untuk membeli dan membiayai politik sehingga kekuasaan dapat dipegang. "Bila kekuasaan sudah di tangan, maka dapat dengan mudah membuat mekanisme harga yang sesuai dengan yang diinginkan. Sistem yang ada saat ini merupakan suatu benang kusut yang harus dibenahi," katanya.
Agung menyampaikan beberapa poin penting berkaitan dengan persoalan ini. Pertama, adalah sistem di negara kita adalah liberalisme kapitalisme sehingga 1 persen liberalis menguasai 70 persen lahan kelapa sawit. Kedua, yaitu kekuatan modal. Kebun kelapa sawit membutuhkan dana besar yang sumbernya adalah dari perbankan dan asuransi. Perbankan dan asuransi ini mengumpulkan dan mengeksploitasi dana dari rakyat untuk membiayai kelapa sawit.
Ketiga, yaitu mekanisme distribusi. Pembatasan ekspor dilakukan, barang tidak keluar namun kelangkaan minyak goreng tetap terjadi. Berarti ada masalah penimbunan minyak goreng yang terjadi di dalam negeri. Keempat, adalah mekanisme harga internasional yaitu adanya regulasi pasar berjangka, meningkatkan keuntungan namun tidak riil.
“Bahwa sistem yang rusak itu adalah kapitalisme liberalisme. Apa solusinya? Solusinya adalah penerapan syariat Islam secara kaffah yang merupakan rahmat bagi seluruh manusia,” serunya.[] HN/Ika Mawarningtyas
0 Comments