Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Dana Abadi Perguruan Tinggi, Akankah Jadi Solusi?


TintaSiyasi.com -- Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek), Senin (27/6/2022), Nadiem Anwar Makarim meluncurkan program Merdeka Belajar ke 21: Dana Abadi Perguruan Tinggi di kantor kementriannya secara daring. Nadiem menegaskan, kementriannya bekerjasama dengan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) meluncurkan program ini sebagai wujud komitmen mengakselerasi kualitas Pendidikan Tinggi. Salah satu indikator pencapaian Rencana Strategis periode 2020-2024, adalah daya saing Perguruan Tinggi ditingkat global (BeritaSatu.com, 27/6/2022).

Disalin dari Retizen (23/12/2021), Dana Abadi di Bidang Pendidikan adalah dana yang bersifat abadi untuk menjamin keberlangsungan program pendidikan bagi generasi berikutnya. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan total dana abadi di bidang pendidikan yang dikelola pemerintah sejak tahun 2010 mencapai Rp99,1 triliun (kemenkeu.go.id, 25/2/2022). Per 31 Desember 2021, total akumulasi Dana Abadi Perguruan Tinggi Rp7 triliun. 

Nadiem menegaskan akan mendorong para PTN-BH untuk memiliki dana abadi secara mandiri dan belajar caranya mengelola dana abadi, seperti di seluruh universitas world class di dunia. Selain itu, juga didorong untuk meningkatkan pendapatan di luar bantuan pemerintah, kontribusi alumni, kontribusi swasta dari korporasi dan lain-lain (voaindonesia.com, 27/6/2022).

Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) menjadi lembaga yang dipercaya untuk mengelola dana abadi pendidikan. Dalam pengelolaanya LPDP berfokus pada pengembangan kualitas sumber daya manusia di berbagai bidang yang menunjang percepatan pembangunan Indonesia. 

Selain LPDP, ada Dewan Penyantun yang bertugas memberikan arahan terkait kebijakan strategis dalam program layanan dan penerima manfaat hasil pengembangan Dana Abadi di Bidang Pendidikan. Nadiem menuturkan, dana abadi perguruan tinggi untuk menunjang Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTNBH) menjadi perguruan tinggi kelas dunia. PTNBH sebagai badan hukum yang dapat mengelola aset finansial secara independen. Setiap PTNBH harus memperbesar sumber pendapatannya diluar bantuan pemerintah dan uang kuliah tunggal (UKT) (Beritasatu.com, 27/6/2022).


Kapitalisasi Dunia Pendidikan

Sistem pendidikan yang diberlakukan di suatu negara tidak akan jauh dari sistem yang diterapkan di negara tersebut. Dilansir dari Sevima.com (23/4/2021), Program Kampus Merdeka Belajar merupakan bagian dari kebijakan Merdeka Belajar oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, yang memberikan kesempaatan bagi mahasiswa/i untuk mengasah kemampuan sesuai bakat dan minat dengan terjun langsung ke dunia kerja sebagai persiapan karier masa depan.

Tidak bisa dipungkiri, negara kita menerapkan sistem sekuler kapitalisme, di mana peran agama dipinggirkan dari kehidupan. Standar kebahagiaan adalah ketika bisa mendapatkan materi sebanyak-banyaknya. Cara pandang ini tentu akan berpengaruh pada orientasi sistem pendidikan di negeri ini. Tak pelak, output pendidikan yang dihasilkan, akan diarahkan untuk memenuhi kebutuhan dunia industri, sebagai penggerak kapitalis. Sistem pendidikan seperti ini pada umumnya akan menghasilkan generasi yang individualis, materialis serta hedonis. Tidak peka terhadap lingkungan, bahkan abai dan cuek dengan kondisi yang terjadi di sekitarnya.  

Lebih ironis lagi, sistem ini meniscayakan keterlibatan peran swasta dalam dunia pendidikan. Bisa diprediksi, ketika swasta terlibat, maka orientasinya tidak jauh dari kata untung rugi. Maka dunia pendidikan akan menjadi ajang bisnis meraup keuntungan. Pendidikan berkualitas, hanya diperoleh ketika mampu membayar biaya sekolah yang fantastis. Hanya orang mampu yang bisa menikmati pendidikan berkelas. Sementara negara berlepas tangan, abai dengan tanggung jawabnya. Dengan menggelontorkan sedikit dana, seolah sudah bertanggung jawab terhadap pendidikan anak bangsa. Padahal tidak setiap anak bangsa bisa mengecap pendidikan dengan layak. Kesenjangan dan ketidakadilan pendidikan begitu lebar 

Inilah ironi dunia pendidikan dalam sistem kapitalisme. Maka wajar lahir generasi yang kurang berkualitas yang hanya berpikir pribadi, studi dan materi.


Islam Menjamin Pendidikan untuk Semua

Islam mewajibkan setiap Muslim maupun Muslimah untuk menuntut ilmu, sebagaimana hadis Rasulullah SAW,

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

Menuntut ilmu itu wajib atas setiap Muslim” (HR. Ibnu Majah no. 224).

Islam memandang pendidikan merupakan kebutuhan dasar, negara wajib memenuhinya secara gratis. Setiap warga negara berhak mendapatkan pelayanan pendidikan yang sama, baik yang kaya maupun yang miskin, Muslim maupun non-Muslim. Bahkan bagi orang di luar warga negara daulah mendapat kesempatan yang sama, sebagaimana surat dari Raja Inggris saat itu kepada Hisyam Abdul Rahman dari Bani Umayyah, penguasa Cordoba pada 788-796 M di Andalusia. Raja Inggris meminta izin untuk putrinya dan anggota istana untuk belajar di Universitas Cordoba. Sudah menjadi kebiasaan bagi bangsawan dan keluarga penguasa di negara-negara Eropa untuk mengirim putra-putri mereka untuk mempelajari ilmu-ilmu modern, seperti kimia, fisika, kedokteran, sejarah, geografi, astronomi, dan filsafat. Tak hanya ke Cordoba, tapi juga di Toledo dan banyak Universitas Muslim lainnya di Andalusia.

Sistem Islam mampu menghasilkan pelayanan pendidikan terbaik. Menyediakan gedung sekolah, perpustakaan, laboratorium hingga asrama bagi siswa. Bahkan pada masa Amirul Mukminin Umar bin Khattab, setiap guru mendapat tunjangan sebesar15 dinar setiap bulan (Fikih Ekonomi Umar Bin Khattab, karangan Dr. Jaribah bin ahmad Al-Haritsi). Satu dinar setara 4,25 gram, maka setiap guru akan memperoleh gaji sekitar 33 juta/bulan, angka yang sangat fantastis.

Pembiayaan pendidikan diambil dari Baitul Mal yang memiliki sumber pemasukan yang cukup banyak. Ada ghanimah, fai, khumus, kharaj, dan ushr. Juga pemasukan dari harta milik umum, seperti hasil laut, hutan tambang, dan sumber daya alam lainnya.

Dan terpenting dari semua itu, sistem pendidikan Islam berlandaskan akidah Islam. Tujuan pendidikan untuk membentuk syakhsiyah Islam, yaitu mencetak individu yang memiliki pola pikir dan pola sikap yang islami. Tak heran, banyak lahir dari rahim peradaban Islam, generasi berkelas dan berkualitas. Generasi di usia belia sudah banyak berkiprah demi kemuliaan agama dan umat. Ada Ali bin Abi Thalib, Mushab bin Umair hingga Shalahuddin al Ayyubi, dan Muhammad al Fatih.

Generasi terbaik yang mustahil lahir dari sistem pendidikan sekuler. Sudah seharusnya umat mencampakkan sistem sekuler yang jelas nyata kerusakannya, berpaling menuju siatem Islam. Tinta sejarah sudah membuktikannya.

 Wallahu a'lam. []


Oleh: Ida Nurchayati
Sahabat TintaSiyasi
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments