Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Dana Abadi Pendidikan Akan Menjamin Pendidikan Rakyat, Benarkah?

TintaSiyasi.com -- Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim meluncurkan Merdeka Belajar ke-21: Dana Abadi Perguruan Tinggi, di Kantor Kemendikbudristek, Senin (27/6/2022).

Nadiem menegaskan, daya saing perguruan tinggi Indonesia dalam kancah persaingan global. Merupakan salah satu indikator pencapaian Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) periode 2020-2024.

Nadiem juga menuturkan, dana abadi perguruan tinggi untuk menunjang Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTNBH). Menjadi tinggi kelas dunia yang terbagi dalam tiga periode alokasi pendanaan program.

Program Dana Abadi Perguruan Tinggi, kini menjadi target untuk PTNBH. Sebagai badan hukum yang bisa mengelola aset finansial secara independen. Setiap PTNBH, harus memperbesar sumber pendapatan uang kuliah tunggal di luar bantuan pemerintah.

Menurut Nadiem, dengan kolaborasi yang kuat antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat, Indonesia. Ada kesempatan untuk mengejar ketertinggalan pendanaan pendidikan tinggi. Karena, inovasi dapat tercipta hanya dengan kolaborasi.


Model Pembiayaan Pendidikan Kapitalisme

Dana abadi pendidikan seperti ini, merupakan model pembiayaan pendidikan kapitalisme. Sebab, dana yang dialokasikan berasal dari sumber-sumber terbatas dan mengatasnamakan sudah menjamin biaya pendidikan masyarakat. Selebihnya, pemerintah lepas tangan dengan menyerahkan minimnya dana kepada rakyat. Sehingga, memperberat beban rakyat dalam masalah pendidikan.

Jika tidak, pemerintah akan menyerahkan urusan pendidikan pada swasta. Hingga menggadaikan kepentingan negara dan masyarakat. Sebab, swasta tidak akan pernah berpikir pelayanan dalam menyediakan fasilitas pendidikan. Akan tetapi, mereka berpikir untung-rugi.

Ini adalah bentuk dari kapitalisasi ilmu pengetahuan. Namun, inilah realisasi dari merdeka belajar. Di mana, komersialisasi dan industrialisasi perguruan tinggi tidak terbendung. Kebijakan-kebijakan yang digulirkan pemerintah ini, tidak lain hanya lanjutan upaya, untuk memalingkan paradigma pendidikan.

Program merdeka belajar episode ke-21 ini, hanya menyasar pada kurikulum perguruan tinggi. Hanya mengasah keterampilan kolaborasi dan pemecahan masalah, dengan dunia industri.

Di bawah sistem pendidikan sekuler, pemerintah akan terus mendorong kebijakan. Agar mampu mengikuti arus perubahan, dan kebutuhan akan link and match. Dengan industri, sesuai dengan perkembangan kemajuan yang terjadi. Dan kebutuhan lapangan pekerjaan pemangku kepentingan.

Permasalahan kependidikan saat ini, tidak bisa diabaikan dengan menganggapnya masih teknis saja. Pendidikan di negeri ini, tidak akan bangkit hanya dengan kelimpahan ilmu pengetahuan saja. Apalagi ilmu kepentingan, yang terjerat kepentingan kapitalis. Akan tetapi, dibutuhkan kesadaran masa depan umat. Yang akan bangkit dengan pandangan hidup tertentu.


Pendidikan Perspektif Islam

Pendidikan tidak lain, merupakan investasi masa depan umat. Maka, setiap peradaban harus memberikan perhatian besar terhadap pendidikan ini. Islam menempatkan pendidikan bagi umat manusia, sebagai kebutuhan mendasar. Untuk itu, negara harus berupaya semaksimal mungkin. Dalam menyelenggarakan pendidikan, dan membangun infrastruktur para pendukungnya.

Seluruh pembiayaan dalam rangka menyelenggarakan pendidikan ini. Tidak lain, berasal dari Baitul Mal, yaitu: dari pos fai, kharaj, juga pos milkiyyah ‘amah atau kepemilikan umum. Apabila, pembiayaan dari Baitul Mal kurang, atau tidak mampu mencukupi dan menutupi kebutuhan biaya pendidikan. Maka, negara akan mengambilnya dari umat Muslim, sebagai motivasi untuk memberikan sumbangan. Namun, jika sumbangan umat Muslim belum juga mencukupi. Maka, kewajiban pembiayaan pada pos pendidikan, beralih kepada umat Muslim secara keseluruhan.

Hal ini, memang sudah diwajibkan oleh Allah SWT kepada umat Muslim, untuk membiayai pengeluaran wajib – seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan – ketika Baitul Mal sudah tidak mampu untuk mencukupi kebutuhannya.

Selain itu, jika pos-pos tersebut tidak mendapatkan biaya dari umat Muslim. Maka, kemudaratan akan menimpa. Jika kondisi seperti ini yang terjadi, Allah SWT memberikan hak kepada negara, untuk memungut pajak (dharibah) dari umat Muslim. Hanya saja, penarikan pajak, hanya berlaku pada kalangan tertentu saja (aghniyah).

Dengan upaya inilah, negara dapat mampu menyelenggarakan pendidikan, dengan sebaik-baiknya. Dan dapat dipastikan, bahwa kebutuhan rakyat terhadap pendidikan terpenuhi. Tanpa ada pengalihan tanggung jawab ke pihak lain, apalagi dengan korporasi.

Dengan konsep ini pula, negara akan mampu membebaskan rakyatnya, dalam mengakses pendidikan yang selayaknya didapat. Bukan malah tersandera dalam konsep kampus merdeka. Yang merupakan pengelolaan pendidikan yang berasal dari kapitalistik. Wallahu a'lam. []


Oleh: Mariyam Sundari
Pemerhati Sosial, Kultural, dan Peradaban
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments