Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Cinta Beda Agama, Pernikahan hingga Statusnya Disahkan, Tepatkah?


TintaSiyasi.com -- Dalam hadis dikatakan, "Jangan terlalu cinta pada sesuatu, cintamu kepada sesuatu menjadikan kamu buta dan tuli" (HR. Abu Dawud dan Ahmad).

Sepertinya hadis ini menggambarkan keadaan yang terjadi saat ini,saat muda-mudi sedang dimabuk cinta, perlu diketahui jatuh cinta adalah salah satu fitrah yang dimiliki manusia yaitu memiliki gharizah nau (naluri seksual). Namun ketika cinta tidak didasarkan kepada iman dan akidah yang benar maka akan jatuh kepada cinta yang salah. Seperti saat ini booming tentang cinta berbeda agama, bahkan sampai disahkannya undang-undang tentang pernikahan berbeda agama,

Dilansir dari sindonews.com, putusan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang mengesahkan pasangan suami istri beda agama. Putusan PN Surabaya ini didasarkan antara lain pada Pasal 35 dan 36 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang menyatakan bahwa pencatatan perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 berlaku pula bagi: (a) perkawinan yang ditetapkan oleh Pengadilan; dan (b) perkawinan warga negara asing yang dilakukan di Indonesia atas permintaan warga negara asing yang bersangkutan.

MUI pun menilai, hakim tersebut hanya mencari popularitas pada hal yang salah. Oleh karena itu, sebagai negara hukum MUI akan menyikapinya dengan langkah melaporkan hakim tersebut ke KY. “Hakim itu harus diperiksa. MA juga harus turun kalau emang ini komperasi, termasuk pemerintah, Presiden juga, soalnya (masalah) serius ini,” tegasnya.

Inilah buah hasil dari sistem sekularisme. Ketika memisahkan agama dari kehidupan, aturan Allah seolah tidak layak ada di tengah kehidupan. Seakan hukum agama tidak berdaya sebab ada hukum yang lebih tinggi yaitu atas dasar cinta dan hak asasi manusia. Pernikahan beda agama dengan mendudukkan semua agama sama, sejatinya justru menihilkan agama itu sendiri.

Dalam Al-Qur'an Surah Al-Baqarah ayat 221 disebutkan, “Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik”.

Imam as-Syafi’i menegaskan: "Tidak halal bagi lelaki yang masih menyandang status kufur untuk menikahi wanita muslimah, dan budak perempuan muslimah sekalipun selamanya. Dalam hal ini tidak ada bedanya antara kafir dari ahli kitab maupun kafir dari golongan lainnya".

Tidak sepatutnya seorang Muslim membenarkan nikah beda agama kendati didasari rasa saling cinta. Sebab, agama merupakan kunci kebahagiaan manusia. Dan dalam Islam sudah jelas mengajar kan untuk tidak melanggar hukum Allah. “Wanita atau laki-laki musyrik tidak boleh dinikahi oleh laki-laki dan wanita Muslim”.

Islam melarang seseorang berkomitmen untuk melakukan tabattul. “Tabattul artinya meninggalkan nikah dalam rangka zuhud dan ibadah, seperti para rahib dan pendeta. Tabattul dilarang dalam Islam, baik dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan”. 

Hadis dari Sa’ad bin Abi Waqqash ra riwayat Bukhari (No. 5037) dan Muslim (No. 142) yang berkata, “Rasulullah SAW melarang Utsman bin Mazh’un untuk melakukan tabattul. Andaikan tabattul dibolehkan, sungguh kami akan melakukan kebiri”.

Islam sangat serius dalam menangani kasus nikah beda agama, ini menunjukkan Islam sangat perhatian dengan masalah kelangsungan gharizah nau pada manusia, maka dalam Islam untuk mengatasi naluri seksual adalah dengan cara pernikahan. 

Karena pernikahan adalah ibadah yang paling panjang. Bukan hanya dalam durasi menit, hari atau bulan, tetapi tahunan. Begitu pula, pernikahan akan membawa konsekuensi hukum yang bermacam-macam. Mulai masalah nafkah, kewajiban dan hak suami istri, mahram, wali, waris, aurat, hadanah, rodlo’ah, dan banyak hukum lainnya. Dan itu semua harus sesuai syariat Islam karena Islam telah mengatur hubungan manusia dalam kehidupan secara terperinci.

Allah SWT berfirman, “Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahanam, dan Jahanam itu seburuk-buruk tempat kembali” (QS An-Nisa [4]: 115). []


Oleh: Hayunila Nuris
Sahabat TintaSiyasi
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments