Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Cegah Banjir Bandang dengan Solusi Islam


TintaSiyasi.com -- Sejumlah kecamatan di Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat terendam air akibat hujan deras yang terjadi pada Jumat (15/7/2022) pukul 22.00 WIB. Ada tiga belas titik kecamatan yang terkena dampak banjir di Garut, Jumat (15/7/2022). "Penyebab kejadian hujan dengan intensitas tinggi. Sehingga mengakibatkan debit air Sungai Cimanuk tidak dapat terbendung, dan meluap ke daerah sekitar aliran," kata Kasi Kedaruratan BPBD Jabar Hadi Rahmat (detikBali,16/7/2022).

Tak hanya di Garut, bencana banjir juga melanda Kecamatan Telukjambe Barat, Kabupaten Karawang, Jawa Barat pada Sabtu (16/7/2022) yang merendam ratusan rumah warga dan fasilitas umum. Peristiwa banjir yang terjadi setelah Sungai Cidawolong dan Kedunghurang meluap karena banyaknya penduduk akibat curah hujan tinggi. "Peristiwa tersebut terjadi saat intensitas curah hujan yang cukup tinggi yang menyebabkan meluapnya aliran sungai Cidawolong dan Kedunghurang ke permukiman penduduk pada pukul 16.30 WIB," kata Plt. Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari (MediaIndonesia, 17/7/2022).

Bencana banjir semakin sering menerjang di berbagai daerah di negeri ini. Dampak yang ditimbulkan pun begitu besar, dan tentu saja rakyat kecil yang akan merasakannya. Dan justru merekalah yang akan dijadikan kambing hitam sebagai penyebab utama terjadinya banjir, seperti budaya membuang sampah di sungai atau karena mendirikan bangunan di bantaran sungai. Apakah benar itu adalah penyebab banjir? 

Penyebab utama banjir sebetulnya sebagian faktor risikonya bisa dikendalikan manusia. Dalam hal ini menyangkut kebijakan penguasa terkait pemanfaatan lahan dan perencanaan pembangunan dikaitkan pengelolaan tata ruang kawasan. Kebijakan pembangunan yang berparadigma sekuler kapitalistik, hanya mengutamakan kepentingan para pemilik modal yang orientasinya tentu saja hanya keuntungan materi, menjadi salah satu penyebab meningkatnya kasus banjir. 

Bila dicermati, meningkatnya kasus banjir terlihat sejalan dengan meningkatnya pembangunan di kawasan dataran tinggi, sebagai wilayah penyangga air yang semakin marak dialihfungsikan sebagai kawasan wisata, lahan perkebunan maupun lahan industri. Pembangunan yang dilakukan korporasi atas ijin penguasa yang dilakukan tanpa memprioritaskan keselamatan rakyat tapi berhitung untung rugi.

Bagaimana bisa terjadi? Tentu saja bisa terjadi karena pemerintah negeri ini mengadopsi sistem pemerintahan demokrasi sekuler kapitalistik. Politik transaksional dalam sistem ini melahirkan ikatan kepentingan antara penguasa dan pengusaha.

Penguasa yang telah dibantu pemilik modal dalam mendapatkan jabatannya harus membalas jasa, salah satunya dengan memudahkan urusan para pengusaha tersebut. Alih-alih pendirian perusahaan bisa meningkatkan kesejahteraan namun faktanya kerusakan yang ditimbulkan tidaklah sepadan. Keuntungan yang diharapkan dari perijinan pembangunan sebagian besar justru masuk ke kantong para pemilik modal atau malah juga dibuat bancakan para pejabat korup.

Berbeda dengan Islam, seorang pemimpin atau penguasa adalah seseorang yang ditunjuk untuk memelihara urusan umat. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda:

الإِÙ…َامُ رَاعٍ ÙˆَÙ…َسْئُولٌ عَÙ†ْ رَعِÙŠَّتِÙ‡ِ

Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (HR al-Bukhari).

Pemimpin dalam Islam tak hanya bertanggung jawab pada rakyat, tapi juga pada Pemilik Alam Semesta. Maka dia akan tercegah dari konflik kepentingan dalam kebijakan-kebijakannya.

Bencana banjir memang menjadi ketetapan dari Allah namun manusia diwajibkan mengupayakan diri agar terhindar darinya. Hanya skala negara yang mampu mengihtiarkan karena negara mempunyai kewenangan untuk menetapkan kebijakan.

Sudah saatnya kita kembali pada sistem pemerintahan Islam dalam bingkai khilafah.
Pemimpin atau khalifah dalam sistem pemerintahan Islam akan merancang strategi pembangunan yang semata-mata bertujuan mewujudkan kemaslahatan umat dengan melestarikan alam dan lingkungan. 

Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Atik Kurniawati
Sahabat TintaSiyasi
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments