Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

BBM dan Elpiji Naik Lagi, Butuh Solusi Hakiki


TintaSiyasi.com -- Naik lagi. Pertamina (Persero), lewat anak usaha Pertamina Patra Niaga resmi mengumumkan kenaikan harga sejumlah produk bahan bakar khusus (BBK) atau BBM nonsubsidi, Minggu (10/7/2022). Kenaikan harga meliputi Pertamax Turbo, Pertamina Dex, dan Dexlite. Tak hanya BBM yang mengalami kenaikan, LPG nonsubsidi seperti Bright Gas 5,5 kg dan 12 kg pun mengalami hal yang sama.

Kenaikan harga ini merupakan yang ketiga kalinya bagi BBM nonsubsidi dan yang kedua kalinya bagi LPG nonsubsidi selama 7 bulan terakhir ini. Alasan yang sama pun selalu diutarakan pemerintah ketika menaikkan harga yakni untuk menyesuaikan dengan harga minyak dan gas di pasar industri minyak dan gas dunia. 

Dan bila kita tengok ke belakang, penyesuaian ini memang terus diberlakukan secara berkala sesuai dengan Kepmen ESDM 62/K/12/MEM/2020 tentang formulasi harga jenis bahan bakar umum (JBU), di mana penyesuaian harga ini dilakukan atas dasar mengikuti tren harga pada industri minyak dan gas dunia.

Alhasil, meskipun ekonomi rakyat masih belum sepenuhnya pulih, namun lagi-lagi harus dihadapkan dengan kenyataan pahit ini. Walaupun sebagian pihak menyatakan bahwa kenaikan ini tidak akan terlalu berdampak pada daya beli masyarakat karena menurut mereka yang mengalami kenaikan hanyalah BBM nonsubsidi yang porsinya hanya sekitar 5% dari total konsumsi BBM nasional, dan produk LPG non subsidi yang porsinya hanya sekitar 6% dari total konsumsi LPG nasional. Namun, dengan melihat realita di lapangan, di mana kini BBM bersubsidi makin dibatasi baik dari sisi persediaan stoknya maupun cara untuk mendapatkannya yang harus melalui aplikasi. Maka bukan mustahil kenaikan ini lambat laun akan memberikan dampak pada naiknya pengeluaran masyarakat ke depannya. Sebab BBM dan LPG adalah kebutuhan pokok energi rakyat yang mau tidak mau harus mereka penuhi. 

Dilain kesempatan, meskipun presiden telah menjamin bahwa sampai akhir tahun mendatang tidak akan ada kenaikan harga LPG bersubsidi (LPG 3 kg), namun dengan tingginya disparitas (perbedaan/jarak) harga antara gas nonsubsidi dengan gas bersubsidi bukan tidak mungkin akan berpotensi melahirkan kecurangan di tengah-tengah masyarakat, seperti penimbunan dan gas oplosan, bahkan kemungkinan akan kenaikan harga gas bersubsidi pun bisa saja terjadi di pasaran. 

Hal seperti ini sebenarnya bukan hanya terjadi saat ini saja. Di tahun-tahun yang lalu hal semacam ini pun telah terjadi dan bahkan akan terus terjadi bila penguasa negeri ini masih menggunakan sistem ekonomi kapitalisme untuk mengelola kekayaan alam negeri ini. Mengapa? 

Setidaknya ada dua alasan yang melatarbelakangi. Pertama, paradigma pemimpin terhadap rakyat dalam kapitalisme bukanlah sebagai peri'ayah (pengurus urusan) bagi rakyatnya, namun seperti layaknya penjual dan pembeli. Dengan demikian, pemimpin yang seharusnya membuat kebijakan untuk memudahkan urusan rakyatnya justru seolah menjadi pedagang yang mempertimbangkan nilai keekonomian ketika akan menetapkan sebuah kebijakan. Hal ini dapat kita lihat pada pernyataan para pemegang kekuasaan ketika akan menaikkan harga barang-barang kebutuhan. 

Paradigma semacam ini pula yang akhirnya melahirkan para pemimpin yang enggan mencurahkan segenap daya dan upaya untuk menyediakan sumber energi yang murah bagi rakyatnya. Sehingga seringkali jalan pintas seperti impor BBM dan gas akan dengan mudah dilakukan. Meskipun hal tersebut nantinya akan berdampak pada ketidakmandirian negara dan ketidakstabilan harga. 

Kemudian alasan yang kedua adalah, sistem ekonomi dalam kapitalisme memberikan kebebasan kepada individu dalam memiliki apapun, termasuk sumber daya alam yang jumlahnya berlimpah seperti minyak dan gas. Dengan kebebasan semacam ini maka hasil pengelolaan sumber daya alam yang jumlahnya berlimpah yang seharusnya bisa menjadi sumber pemasukan bagi negara justru hanya dinikmati oleh segelintir orang saja. Lantas bagaimana solusi dari permasalahan ini?

Tentu saja solusi hakiki dari semua ini adalah dengan kembali kepada Islam. Sebab Islam bukan hanya sekadar agama ritual namun juga sebagai pengatur kehidupan. Di dalam Islam, Allah telah memberikan seperangkat aturan yang mampu menjadi solusi atas setiap permasalahan, termasuk permasalahan seputar pengelolaan sumber daya alam. 

Hal mendasar yang Islam tetapkan yaitu pertama, bahwa paradigma kepemimpinan dalam Islam adalah sebagai periayah (pengurus urusan) rakyatnya, sehingga setiap kebijakan yang lahir adalah untuk kemaslahatan rakyat yang dipimpinnya. Maka dalam mengelola sumber daya alam, para penguasa akan mencurahkan segenap daya dan upaya untuk mencari cara yang paling efektif supaya sumber daya alam yang ada dapat dikelola dengan sebaik-baiknya dan hasilnya bisa dimanfaatkan untuk kemaslahatan rakyat seutuhnya. Bahkan seorang pemimpin dilarang untuk mencari keuntungan dari rakyatnya atas pengelolaan sumber daya alam yang telah dilakukannya. Kalaupun ada keuntungan, nantinya akan dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk penyediaan fasilitas seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan bagi rakyatnya. Dengan kata lain, rakyat jugalah yang akhirnya menikmati keuntungan tersebut. 

Kedua, Islam mengatur secara rinci tentang kepemilikan. Sumber daya alam yang jumlahnya berlimpah tidak boleh dimiliki oleh individu, sebab sumber daya alam yang jumlahnya berlimpah termasuk ke dalam kepemilikan umum. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah dalam sebuah hadisnya, yang berbunyi, "Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput/hutan, air, dan api" (HR. Abu Dawud dan Ahmad).

Maka dalam sistem Islam, negara tidak akan mungkin melahirkan sebuah undang-undang seperti undang-undang omnibus law cipta kerja yang memberi celah kepada individu baik lokal maupun asing untuk mencari keuntungan pribadi dari pengelolaan sumber daya alam yang jumlahnya berlimpah di negeri ini. Negara pun nantinya akan turun tangan secara penuh untuk mengelola sumber daya alam yang ada. Dengan hadirnya negara dalam mengelola sumber daya alam inilah, maka hasil pengelolaannya bisa dinikmati rakyat secara merata. Sehingga kesejahteraan akan tercipta. 

Dengan demikian tidak akan ada lagi rakyat yang harus membayar mahal untuk mendapatkan minyak dan gas. Insyaallah. []


Oleh: Nuril Izzati
Sahabat TintaSiyasi
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments