Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Banyak Negara Kolaps, Sampai Kapan Indonesia Bertahan


TintaSiyasi.com -- Dunia mengalami resesi dan banyak negara kolaps, Direktur Siyasah Institute Ustaz Iwan Januar angkat bicara mempertanyakan sampai kapan Indonesia bisa bertahan, kalau kondisi masih seperti sekarang.

"Jadi sampai kapan Indonesia bisa bertahan, kalau kondisi masih seperti sekarang?” tegasnya di acara Kabar Petang: Sembilan Negara Menyusul Sri Lanka, Indonesia Juga?, Kamis (14/07/2022) di YouTube Khilafah News. 

Ustaz Iwan mengatakan, pajak pun sekarang juga terus dikejar, bahkan pemutihan pajak sudah dihapuskan oleh Sri Mulyani

Menurutnya, PPN (pajak pertambahan nilai) itu naik sangat tinggi sekali. Beban kehidupan masyarakat semakin berat, sementara efek pandemi dua tahun lebih belum bisa memulihkan kondisi ekonomi masyarakat dengan cepat.

"Jadi kita harusnya khawatir jikalau terjadi di tanah air, bukan enggak mungkin pukulannya akan semakin terasa," tegas dia.

Ia menngingatkan, jangan cuman berpatokan pada 39 persen perbandingan rasio utang  Indonesia dengan GDP (gross domestic product). “Pemerintah sering mengatakan aman. Para ekonom juga menyatakan hal senada, bahkan jika dibandingkan dengan negara yang sudah mengalami krisis. Misalnya Elsavador itu sampai 87 persen, Zambia 123 persen, yang paling parah itu Libanon 210 persen,” bebernya.

"Jika perbandingan rasio antara utang dengan GDP sudah sangat jomplang, itu sudah menunjukkan bahwa negara sudah kolaps. Istilah kata lebih besar pasak dari pada tiang," imbuh dia.

Sementara fakta beberapa kebijakan yang dibuat oleh pemerintah, dinilai Iwan, tidak memberikan kemajuan ekonomi yang nyata kepada publik, kecuali hanya bagi segelintir orang.

Ia juga membenarkan rasio Indonesia masih 39 persen, tetapi utang Indonesia masih terus berjalan. Harus ada pembayaran yang itu kemudian menambah beban APBN.

"Nah, di sisi lain beban APBN itu akhirnya dikurangi dengan cara mengurangi subsidi, misalnya pengurangan subsidi gas, BBM, dan BPJS," terang dia.

Selain itu, ia menilai adanya perusahaan-perusahaan yang kelihatan besar tapi ternyata economic bubble. “Gelembung ekonomi, ketika ada krisis menimpa, pecah gelembung itu kemudian muncul krisis,” ujarnya.

"Sekarang beberapa startup sudah mulai kolaps, ini menandakan sesuatu yang nyata bahwa ekonomi yang dibangun bukan ekonomi yang hakiki, bukan ekonomi yang sesungguhnya berdiri di atas kaki rakyat sendiri. Sementara di sisi lain, rakyat masih kesulitan mendapatkan modal usaha, pajak dinaikkan, terus ada PPn. Bahan baku ikut naik, sembako sekarang di mana-mana ikut naik,” ungkapnya.

Lanjut diungkapnya, banyak perusahaan-perusahaan atau usaha-usaha kecil menengah masyarakat, rumah makan, restoran, mereka terancam gulung tikar. Kalaupun mereka berusaha itu akan semakin memakan margin keuntungan mereka. dia.

Menurut dia, walaupun masyarakat enggak berharap, misalnya terjadi seperti di Sri Lanka, BBM semakin langka kemudian impor juga masih terus dilakukan pemerintah sehingga memukul ekonomi rakyat. Selanjutnya apakah rakyat masih bisa bersabar ataukah tidak.

"Karena rakyat enggak bisa dininabobokan oleh para buzzer dengan menciptakan opini-opini yang sehat tentang ekonomi, para ekonom juga enggak bisa, para ustaz juga enggak bisa menenangkan dengan ajakan untuk selalu sabar dan syukur, karena perut mereka lapar. Ini yang kita cemaskan bisa terjadi seperti Sri Lanka," pungkasnya.[] Heni

Baca Juga

Post a Comment

0 Comments