Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

ACT dan Pelecehan Seksual, Mengapa Masif Diberitakan?


TintaSiyasi.com -- Bukan hal yang asing lagi bahwa di negeri tercinta, Indonesia, seringkali terjadi problematika, baik problem kenegaraan maupun problem sosial. Baru-baru ini beredar berita hangat yang sedang ramai diperbincangkan publik, yaitu pemberitaan terkait kasus ACT yang diduga melakukan penggelapan dana donasi dan kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh anak kiai terhadap santriwati Ponpes Siddiqqiyyah, Jombang. 

Dua kasus tersebut bukanlah permasalahan baru bagi masyarakat Indonesia. Hal serupa pun kerap terjadi sebelumnya, bahkan dilakukan oleh petinggi atau pihak yang memiliki tanggung jawab besar untuk menyejahterakan umat, seperti korupsi dana bansos, korupsi dana BOS, pelecehan seksual oleh petinggi partai, dan kasus lainnya yang tidak diberitakan oleh media. 

Tidak adil memang, ketika merenungi seluruh permasalahan yang kerap terjadi di masyarakat. Pasalnya, media begitu masif memberitakan kasus-kasus yang berkaitan dengan oknum yang menggunakan simbol Islam. Tidak hanya media, bahkan pihak berwenang juga sangat cepat tanggap dalam menyidak dan menangani kasus yang berlabel ‘Islam’.

Di dalam buku berjudul ‘Civil Democratic: Partners, Resources, and Strategy’ yang ditulis Cheryl Benard, seorang penulis asal Amerika tercantum bahwa ada beberapa cara yang dapat dilakukan oleh United States dan Negara Barat untuk menjadikan Islam sebagai agama yang menerima demokrasi, modernitas, dan sesuai dengan tatanan internasional. Cara pertama yakni dengan mendorong media untuk mempublikasikan kesalahan para tokoh yang berlabel Islam secara masif, seperti penggelapan dana, pencabulan, kemunafikan, dan tindakan-tindakan lainnya yang tidak sesuai dengan moral maupun nilai agama. Terlebih lagi, fokus dari strategi ini adalah lembaga kemanusiaan dan pesantren yang notabenenya menjadi tempat untuk menuntut ilmu Islam dan wadah untuk menyalurkan sedekah. Adapun tujuan AS dan Negara Barat memfokuskan pada dua hal tersebut, untuk menghilangkan rasa kepercayaan masyarakat terhadap simbol pendidikan berbasis Islam.

Selain mendorong media untuk mempublikasikan kesalahan oknum yang berlabel Islam secara masif. Cara kedua yang dilakukan AS dan Negara Barat untuk melancarkan propagandanya adalah dengan menjadikan publik selalu mengaitkan tokoh atau lembaga yang berbasis Islam dengan tindakan atau kelompok ilegal, seperti teroris, radikal, maupun extrimis. Tujuannya adalah agar masyarakat menjauhi lembaga dan pesantren tersebut serta menjadi waspada untuk menyalurkan dana di lembaga terkait maupun menitipkan anak untuk belajar di pesantren yang notabennya mengutamakan pembelajaran spiritual. 

Kedua cara yang diperjuangkan AS dan sekutunya telah terbukti dengan fenomena yang terjadi saat ini, di mana image pesantren dan lembaga kemanusiaan berbasis Islam berhasil dijadikan buruk dipandangan masyarakat. Tentunya, hal ini berdampak kepada niat seseorang untuk beribadah kepada Allah. Seperti orang tua yang berniat untuk menitipkan anaknya menuntut ilmu di pesantren, maka dengan adanya pemberitaan terkait kasus pencabulan yang kerap dilakukan oleh oknum di pesantren, membuat orang tua menjadi waspada. Lalu seseorang yang berniat infaq dan membantu saudara yang sedang dilanda bencana, akan berfikir panjang dan waspada untuk menyalurkan dana di lembaga kemanusiaan karena adanya pemberitaan terkait kasus penggelapan dana oleh suatu lembaga kemanusiaan. Contoh tersebut bukanlah bentuk dari prasangka buruk, namun pasti muncul stereotip di masyarakat yang disebabkan oleh para oknum, di mana seseorang akan memilih untuk tampil dan beribadah sewajarnya saja daripada terlihat alim dan banyak melakukan ritual ibadah, namun lemah dalam mengendalikan hawa nafsu.

Problematika-problematika yang terjadi di masyarakat menjadi tamparan bagi umat Islam di seluruh dunia bahwa sudah seharusnya umat Muslim bersatu dan berjuang bersama agar kemaslahatan dapat terwujud dengan penerapan sistem khilafah. Sehingga dapat menjadi filter bagi masyarakat agar tidak terpengaruh oleh propaganda Barat yang sejatinya takut akan kemenangan Islam. 

Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Adinda Putri Firdaus
Aktivis Muslimah Sidoarjo
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments