Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Sri Lanka Bangkrut, Inilah Bahayanya Utang Riba ke Asing


TintaSiyasi.com -- Forum Analisis dan Kajian Kebijakan untuk Transparansi Anggaran (FAKKTA) Muhammad Ishak mengatakan bangkrut yang terjadi di Sri Lanka menjadi pelajaran, bahayanya bergantung pada utang riba. 

"Krisis Sri Lanka menjadi pelajaran, bahayanya bergantung pada utang riba. Utang luar negeri dari negara-negara kapitalis dan lembaga-lembaga multinasional seperti International Monetary Fund (IMF) dan Bank Dunia," tuturnya kepada TintaSiyasi.com, Sabtu (25/06/22). 

Dia juga menyampaikan beberapa penyebab krisis yang terjadi di Sri Lanka. Pertama, inflasi yang meningkat tajam akibat harga bahan bakar dan pangan. Menurutnya kondisi itu terjadi akibat negara itu bergantung pada impor pada kedua komoditas tersebut. 

Kedua, pesatnya pertumbuhan utang luar negeri Sri Lanka dalam beberapa tahun terakhir disebabkan oleh utang pemerintah Sri Lanka kepada Cina meningkat drastis, terutama untuk membiayai pembangunan infrastruktur. 

Ketiga, ia menyebutkan tingginya biaya impor dan naiknya pembayaran utang serta rendahnya penerimaan devisa, menyebabkan negara itu kekurangan cadangan devisa. Sehingga, tidak mampu membayar bunga utang yang sudah jatuh tempo sebesar U$78 juta. 

Keempat, langkah pemerintah Sri Lanka meminta pinjaman kepada IMF menyebabkan krisis semakin parah. Karena menurutnya IMF justru meminta berbagai persyaratan yang memberatkan negara dan rakyat. Seperti menaikkan suku bunga dan pajak sebagai syarat pinjaman. 

Ia juga mengungkapkan kondisi krisis yang dialami oleh Sri Lanka pernah terjadi di Indonesia ketika terjadi inflasi tinggi di saat utang sangat besar. 

"Dan pemerintah akhirnya meminta bantuan utang dari IMF yang disertai berbagai persyaratan yang menyebabkan ekonomi Indonesia semakin lama pulih dari krisis," ungkapnya 

Ancamam Krisis

Dia menilai terkait utang pemerintah Indonesia saat ini sangat berisiko berubah menjadi krisis. "Tingginya utang pemerintah Indonesia saat ini sangat berisiko berubah menjadi krisis, jika ada faktor pemicu, seperti lonjakan nilai tukar dan inflasi," imbuhnya 

Agar Indonesia tidak mengalami krisis yang sama seperti Sri Lanka, beliau menyarankan agar pemerintah Indonesia menghentikan kebijakan bergantung pada utang ribawi seperti lembaga-lembaga internasional apalagi dengan syarat-syarat yang merugikan negara. Serta mengadopsi sistem Islam secara kaffah (menyeruruh). 

"Karena itu, pemerintah Indonesia semestinya menghentikan kebijakan untuk bergantung kepada utang ribawi kepada negara-negara atau lembaga internasional yang juga menyertai berbagai persyaratan yang merugikan negara ini," sarannya. 

"Selanjutnya, pemerintah mengadopsi sistem Islam secara komprehensif, termasuk mengelola ekonomi negara ini berdasarkan sistem teragung," pungkasnya. []Fadhilah Fitri
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments