Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Tiga Dimensi di Balik Monsterisasi Khilafah


TintaSiyasi.com -- Analis Politik Media di Pusat Kajian dan Analisa Data (PKAD) Hanif Kristianto membeberkan tiga analisis dari sisi dimensi politik terkait monsterisasi khilafah yang ia dikaitkan dengan penangkapan pimpinan Khilafatul Muslimin. 

"Sebetulnya kalau kita bicara dimensi politik mengenai isu-isu penangkapan, maka terdapat tiga hal yang bisa dilihat," bebernya di kanal YouTube LBH Pelita Umat Jawa Timur: Menyoal Kriminalisasi dan Monsterisasi Ajaran Khilafah, Sabtu (18/06/22). 

Pertama, ini bisa menjadi signal dari penguasa kepada rakyat untuk memunculkan kembali sentimen-sentimen keagamaan. "Sebetulnya harapan kita semenjak selesainya pilpres kemarin itu, sentimen keagamaan itu sudah hilang. Sementara faktanya tidak hilang," katanya.

Kedua, khilafah yang selama ini diketahui sebagai sebuah sistem pemerintahan. Sebagaimana yang terdapat dalam kitab kuning dan bahkan empat imam mazhab mewajibkan adanya seorang khalifah, sehingga bisa menerapkan syariat secara kaffah. Sekarang masuk dalam dimensi politik sehingga dikaitkan dengan Khilafatul Muslimin.

"Padahal Khilafatul Muslimin walaupun punya struktur kenegaraan, tapi tidak memiliki legitimasi hukum dan kekuasaan. Hanya sekadar skup kelompok atau jemaah. Dan yang mengherankan kalau diamati dari sisi politik, kondisi ini senantiasa dimunculkan seperti halnya dulu dimunculkannya NII (Negara Islam Indonesia) atau DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia)," katanya.

"Ketika aspirasi umat menginginkan penerapan syariat, tapi kemudian itu diamputasi atas dasar bermacam-macam. Seperti saat ini yang menyatakan ini melanggar norma-norma hukum, UUD 1945, Pancasila, demokrasi dan kebhinekaan," tuturnya. 

Ketiga, dari dimensi politik berkaitan dengan pengurusan urusan kehidupan rakyat. Penguasa saat ini nampaknya ingin sejenak mengalihkan perhatian rakyat agar tidak fokus pada persoalan-persoalan kebangsaan saat ini. Sebenarnya dilematis khususnya terkait dengan persoalan ekonomi, budaya, sosial dan politik, jelasnya. 

"Sehingga kalau diamati khilafah itu hal yang biasa saja, tapi karena digembor-gemborkan oleh media seolah-olah berbahaya dan bahkan lebih berbahaya dari utang negeri ini yang numpuk hingga 7000 triliun dan ini yang harus disadari oleh rakyat," tutupnya.[]HN/Ika Mawarningtyas 
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments