Pengamat Dunia Islam Ustazah Iffah Ainur Rohmah menyatakan bahwa gerakan L68T pendukungnya banyak, pendanaan besar, dan supporting system juga diciptakan.
"L68T tentu saja bukan gerakan 'kaleng-kaleng', karena pendukungnya banyak, pendanaan besar kemudian supporting system juga diciptakan," ujarnya di YouTube TintaSiyasi yang bertajuk Eksplorasi ke-2: Kupas Tuntas L68T dari Medis sampai Ideologis, Kamis (12/05/2022)
Ustazah Iffah mengungkapkan, jejak digital pada awal tahun 2018, Prof. Mahfud MD mensinyalir adanya aliran dana Asing untuk melegalkan praktik L68T di Indonesia.
"Namun pada saat dia menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Indonesia dia mengatakan, 'Ini kan negara demokrasi, mau dijerat pakai pasal apa?'," herannya.
Aktivis dakwah tersebut melanjutkan, tahun 2018 juga banyak media mainstream menyebut dengan sangat lugas bahwa pihak-pihak yang menentang kampanye L68T di berbagai media adalah pihak yang mengedepankan moralitas, tetapi minim memperhatikan keadilan.
"Sekarang banyak sekali orang yang membela ide, perilaku, bahkan penyebaran gerakan L68T ini berkedok kesetaraan, keadilan, penghargaan terhadap kebebasan, inklusifisme. Nah, bahasa-bahasa yang sangat jamak (umum) dipakai oleh dunia Internasional secara universal seolah-olah ini adalah sesuatu yang positif," lanjutnya.
Ia menambahkan, bagaimana hak asasi manusia (HAM) juga gencar di dengungkan seolah-olah HAM senantiasa berpihak kepada kebenaran. "Maka tuntunan syariat, ada nilai-nilai agama yang dianggap tidak sejalan dengan HAM, yang dikorbankan yang mana nih? Tentu saja harus nilai agama, moralitas tadi. Atas nama keadilan, kesetaraan, inklusifisme, enggak boleh dong kita inklusif terhadap mereka ‘hanya karena’, dikatakan ‘hanya lo’, hanya karena mereka berbeda orientasi seksual," tambahnya.
Menurutnya, para pendukung L68T menyatakan bahwa berbeda orientasi seksual tidak boleh dianggap sebagai sebuah penyimpangan ataupun sesuatu yang buruk, apalagi dianggap sebagai kejahatan yang kemudian perlu dijerat dengan hukuman. "Tidak boleh, itu hanya dianggap sebagai fenomena berbeda saja dan ini adalah fenomena global," katanya.
Ia memaparkan, di Amerika khususnya dan di Eropa Barat, seperti Kanada, Jerman, di beberapa negara Eropa Barat ada semacam gerakan kontra L68T, yaitu gerakan yang mendesak agar pemerintah memberi dukungan pada terapi normalisasi L68T.
"Jadi, mereka berpandangan ini kan fenomena bukan hal yang baru kalau di negara Eropa dan Amerika. Di negeri ini juga bukan hal yang baru, tetapi perkembangannya yang luar biasa bahkan sampai mereka memiliki satu kekuatan yang bisa mendesak kebijakan pemerintah. Sebagaimana kita tahu desakan terhadap kebijakan pemerintah di negara-negara demokrasi di Barat itu adalah karena pajak," paparnya.
Ia menerangkan bahwa di Amerika misalnya, kelompok pendukung L68T sampai bisa mendesak pemerintahan di Amerika menanggalkan nilai-nilai agama Kristen yang melarang pernikahan sejenis sampai pemerintah Amerika melegalkan perkawinan sejenis.
"Nah, faktornya apa? Gampang ditebak sebenarnya. Faktornya adalah mereka sudah punya cukup modal untuk menekan pemerintah dari jumlah pajak yang mereka bayarkan. Berarti jumlah orang yang banyak kalau kemudian dihitung secara finansial (secara materi), mereka punya kekuatan ekonomi dan kekuatan ekonomi itulah yang mereka gunakan sebagai bagian imposition, bagian posisi tawar untuk mendesak agar pemerintah Amerika Serikat melegalkan pernikahan sejenis," terangnya
Ia mengungkapkan, ada pun masyarakat yang gigih menginginkan normalisasi L68T dengan scientific based (berdasar ilmiah) dengan terapi yang tidak membahayakan, mengunakan obat-obatan yang aman disertai pendekatan psikologis, psikososial, dan seterusnya, ternyata itu ditentang habis-habisan.
"Jadi, banyak pihak jumlah mereka yang mendukung L68T banyak juga. Sehingga, mau menormalkan L68T saja justru dianggap sebagai kriminal," pungkasnya.[] Nabila Zidane
0 Comments