Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Australia di Bawah PM Albanese Tidak akan Lepas dari Orbit Amerika Serikat


TintaSiyasi.com -- Terkait hubungan Indonesia dan Australia di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Albanese, Direktur Institut Muslimah Negarawan Dr. Fika Komara, M.Si. mengatakan siapapun perdana menterinya kebijakan luar negeri Asutralia tidak akan lepas dari orbit Amerika Serikat. 

"Siapa pun perdana menterinya, apakah dari Partai Buruh maupun Partai Liberal Australia, tetap saja garis kebijakan luar negeri Australia secara fundamental tidak akan lepas dari orbit Amerika Serikat," tutur Dr. Fika kepada Tintasiyasi.com, Jumat (10/6/2022). 

Meski beberapa pengamat memprediksi hubungan diplomatik Indonesia-Australia akan lebih kondusif dan dinamis di bawah kepemimpinan Albanese yang berasal dari partai Buruh, namun menurut Dr. Fika, umat tetap tidak boleh melupakan Australia adalah tangan kanannya Amerika Serikat di Asia Pasifik. 

Fika menegaskan, Australia sejak dulu sampai hari ini adalah negara satelit Amerika Serikat, yang berkepentingan menjaga sistem kapitalisme di Pasifik Selatan. 

"Dalam hal ini loyalitas terhadap Amerika Serikat dibuktikan Australia dengan berdirinya pakta militer AUKUS tahun lalu," bebernya. 

Apalagi, menurut Fika, Perdana Menteri Albanese telah menegaskan inisiatifnya untuk semakin merapat ke ASEAN, ide yang sudah di-sounding Australia sejak empat tahun terakhir. "Karenanya, Amerika dan Australia hari ini sedang mati-matian menghadang pengaruh Cina di Pasifik Selatan," jabarnya. 

Dalam paparannya, Asia Pasifik adalah pasar yang sangat besar, Amerika dan Australia tidak akan rela hegemoni Cina merebut lahan subur yang telah Amerika dan Australia kuasai sejak Perang Dunia II. 

"Inilah alasan sebenarnya Australia ingin diakui sebagai bagian dari Asia, karena ada udang di balik batu," ulasnya. 

Sementara itu, menurut Dr. Fika, arah kebijakan luar negeri Indonesia hari ini, tidak terlalu bisa diharapkan untuk memiliki strategi antisipasi (terhadap ancaman) secara komprehensif. Menurutnya, diplomasi Indonesia relatif masih "ramah" jika kerja sama berporos pada sumbu ekonomi dan perdagangan yang lebih bersifat pragmatis. 

Meski untuk aspek militer, pemerintah sempat lumayan kaget dengan berdirinya AUKUS tahun lalu, tetapi tetap tidak bisa berbuat banyak. "Karena secara kekuatan militer kalah jauh," paparnya. 

Hal ini, lanjutnya, bisa disusuri sejak akar kebijakannya, politik luar negeri Indonesia bukan diambil dari Islam, sehingga tidak memiliki sensor pembeda bagaimana harusnya sebuah negeri Muslim bekerja sama dengan negara kuffar. 

Menurutnya, di dalam Islam, tidak dibenarkan bekerja sama dengan negara kuffar yang memerangi Muslim secara langsung, dan Australia termasuk yang aktif terlibat dalam pasukan NATO di Afghanistan, Irak, Suriah. 

"Maka seharusnya tidak boleh ada satu pun perjanjian atau kerja sama, yang dibolehkan hanya hubungan perang," pungkasnya.[] Faizah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments