Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Analis Politik-Media PKAD: Tolak UU PPP


TintaSiyasi.com -- Hanif Kristianto selaku Analis Politik dan Media Pusat Kajian dan Analisis Data (PKAD) menolak revisi Undang-undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU PPP). "Tolak UU PPP," tuturnya dalam Diskusi Online Mimbar Aspirasi Buruh: Tolak UU PPP, Ahad (5/6/2022) di YouTube SPBRS-Silaturahmi Pekerja Butuh Rindu Surga.

Ia mengatakan, dari sisi politik, rezim saat ini menunjukkan bahwa UU PPP tersebut nyatanya diperuntukkan bagi sebagian rakyat yang bernama oligarki. Padahal secara hirarki perundang-undangan kebijakan ini sudah cacat hukum.

“Jadi wajar saja, jika terjadi unjuk rasa besar-besaran yang akan dilakukan oleh puluhan ribu buruh menolak UU PPP di beberapa provinsi,” tegasnya.

Setelah UU Cipta Kerja Omnibus Law yang sudah divonis inkonstitusional oleh Mahkamah Agung. Rezim ini tak hilang arah, maka demi kesejahteraan rakyat oligarki ini revisi Undang-undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU PPP) kembali mencuat. Tujuannya tidak lain adalah untuk memperbaiki UU sapujagat Omnibus Law yang selayaknya UU ini dihilangkan bukan direvisi. 

Berkaitan dengan penghilangan partisipasi publik dalam mensosialisasikan undang-undang, Hanif menilai, mereka yang duduk di kursi kekuasaan itu, menyusun UU ini bak SKS (Sistem Kebut Semalam). Hal ini pun dibenarkan pula oleh narasumber lainnya yaitu dari Ketua Serikat Persatuan Buruh Rindu Syariah (SPBRS) Suro Kunto dan Mirah Sumirat Presiden ASPEK Indonesia. 

“Dari sisi menentukan perundang-undangan yang mudah sekali diamandemen. Memang selayaknya manusia tidak bisa mampu membuat aturan yang seharusnya diserahkan kepada Sang Pencipta Allah SWT,” seru Hanif.

Menarik hal lain diungkapkan Hanif, negeri ini menganut sistem radikalisme-liberarisme yang artinya bahwa mereka seperti diberikan panggung dan ruang dalam melanggar konstitusi yang sebenarnya sudah menjadi kesepakatan. 

“Dalam pernyataan lainnya, mereka yang katanya menghormati konstitusi dan menjunjung UU itu ternyata pada faktanya mencederai makna dari kesepakatan tersebut,” tutupnya.[] Ika Mawarningtyas
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments