Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

UU TPKS dari Sisi Struktur Hukum Tidak Komprehensif


TintaSiyasi.com -- Pengamat Politik Islam Dr. Riyan, M.Ag. menyebutkan bahwa UU TPKS (Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual) dari sisi struktur hukum tidak komprehensif. “UU TPKS ini dari sisi struktur hukumnya tidak komprehensif, akhirnya menjadi parsial,” ungkapnya dalam Kajian Siyasi: Ada Apa Dibalik Pengesahan UU TPKS (Tindak Pidana Kekerasan Seksual) di YouTube Ngaji Subuh, Senin (18/04/2022).

Riyan menyampaikan bahwa problem definisi dari kata kekerasan juga bermasalah. Ia mencontohkan definisi yang ada dalam Permendikbud (Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan) Bab II Tindak Pidana Kekerasan Seksual Pasal 4, akhirnya menjadi tidak jelas. Padahal, hukum itu membutuhkan kejelasan agar dapat menjamin keadilan.

Menurutnya, dalam pandangan Islam definisi kekerasan seksual lebih tepat disebut sebagai kejahatan seksual atau tindakan pelanggaran hukum Islam, bukan kekerasan seksual. “Kalau kekerasan seksual diatur sendiri, dan kejahatan seksual diatur sendiri dalam KUHP, nanti jadi ke mana-mana,” terangnya.

Ia menambahkan, terkait dengan persetujuan seksual (sexual consent), UU TPKS juga tidak jelas. Ada paradigma cara pandang yang keliru terhadap perbuatan tersebut.

“Dalam konteks sekularisme, selama ada persetujuan, maka tidak ada masalah, tidak menjadi sesuatu yang ilegal. Tetapi, kalau tidak ada persetujuan kedua belah pihak dalam konteks seksual, maka hal tersebut menjadi masalah. Alhasil, zina tidak masalah, jika ada persetujuan,” tambahnya.

Sementara, hubungan yang sah dalam konteks Islam terkait dengan pernikahan, akan menutup celah bagi semua kemaksiatan. Olah karena itu, ia beranggapan persoalan pacaran dan zina menjadi sesuatu yang perlu untuk ditegaskan. Sayangnya, justru di UU TPKS tidak di bahas.

Ia berpendapat bahwa UU TPKS tidak bisa lepas dari pandangan negara dalam mengurus urusan umatnya dengan pola yang sifatnya sekuler radikal.

“Pandangan sekuler, yakni memisahkan agama dari kehidupan. Maka, apa pun yang terkait dengan persoalan kehidupan pemerintahan, ekonomi, termasuk masalah interaksi sosial dilepaskan dari agama. Hal tersebut membuat UU TPKS tidak memperhatikan pandangan keagamaan,” jelasnya.

Oleh karena itu, ia beranggapan bahwa undangan-undang tersebut membutuhkan banyak perubahan. Yakni perubahan paradigma menjadi politik hukum Islam. Sebab, hukum dalam pandangan Islam adalah hukum yang paling baik. 

Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Taala di dalam surah Al-Maidah ayat 50, “Dan hukum siapakah yang lebih baik dari pada hukum Allah, bagi orang-orang yang yakin?” 

“Seorang mukmin pasti yakin bahwa hukum Allah lebih baik dari hukum manusia. Sebagaimana mereka juga yakin bahwa penerapan hukum Allah akan membawa kepada kebaikan bagi individu, masyarakat, dan negara,” pungkasnya.[] Mustaqfiroh
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments