Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Mahfud MD Katakan Negara Demokrasi Tidak Berhak Larang Podcast Deddy Corbuzier, Begini Sanggahan LBH Pelita Umat


TintaSiyasi.com -- Merespons pernyataan Menteri Koordinator Bidang, Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud Md. Ini negara demokrasi. Negara tak berwenang melarang Dedy Corbuzier menampilkan LGBT di podcast miliknya. Rakyat pun berhak mengkritik Deddy seperti halnya Deddy berhak menampilkan video wawancara dengan LGBT tersebut. Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pelita Umat Chandra Purna Irawan.,S.H.,M.H. mengatakan, pernyataan Mahfudz MD terkesan tidak garis lurus dengan tindakan, kebijakan Pemerintah serta tidak garis lurus dengan fakta yang terjadi.

"Pertama, pernyataan Mahfudz MD terkesan tidak garis lurus dengan tindakan, kebijakan Pemerintah serta tidak garis lurus dengan fakta yang terjadi," tulisnya dalam akun Instagram pribadinya @chandrapurnairawan, Rabu (11/5/2022).

Ia menjelaskan bahwa jika memang negara ini adalah demokrasi, semestinya aktivis dan aktivis dakwah tidak boleh dipersoalkan secara hukum dengan menggunakan pasal apapun ketika menyampaikan gagasan, pendapat dan mempublikasikan apapun diseluruh kanal media sosial.

Lanjut ia mengungkapkan, kedua, jika memang negara ini demokrasi, semestinya Front Pembela Islam (FPI) dan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dibiarkan saja menyampaikan atau mendakwahkan seluruh ajaran Islam seperti syariah, jilbab, jihad, khilafah dan lain-lain. 

"Semestinya dibiarkan, diberikan ruang, dan tidak di stigmatisasi, dituduh dan dipersekusi. Tetapi nyata organisasi dakwah HTI yang damai, intelektual, elegan di cabut BHP nya. Sedangkan FPI dibubarkan," tegasnya.

Ketiga, ia mengungkapkan bahwasannya yang harus diketahui demokrasi adalah ajaran transnasional, bukan ide atau gagasan murni yang lahir dari Pancasila dan kebangsaan. 

"Demokrasi muncul pertama kali di sebuah kota Athena di yunani kuno, pada abad -+6 SM (Sebelum Masehi)," imbuhnya.

Keempat, ia juga menekankan bahwa seharusnya negara hadir agar berbagai tontonan yang dapat dinilai mempromosikan pelanggaran terhadap norma kesusilaan dan/atau melegitimasi perilaku LGBT harus dievaluasi kembali. 

"Oleh karena itu, Negara memiliki kewajiban untuk menjaga nilai-nilai dan standar moral yang dianut oleh publik mayoritas," tandasnya [] Alfia Purwanti
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments