Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

dr. Faizatul: Fenomena Agama Tentatif Adalah Hasil Relativisme dan Gerakan Moderasi Beragama

TintaSiyasi.com -- Aktivis Muslimah dr. Faizatul Rosyidah, M.Ked.Trop. angkat bicara soal maraknya agama tentatif. "Fenomena agama tentatif yang marak hari ini adalah salah satu hasil dari relativisme kebenaran agama dalam gerakan moderasi beragama yang diaruskan rezim hari ini. Dengan pemahaman seperti ini, umat pada akhirnya menganggap tidak mengapa beragama apa pun, serta tidak mengapa berganti-ganti agama," tutur dr. Faizatul kepadaTintaSiyasi.com, Kamis, 26 Mei 2022.

Sebenarnya fenomena mudahnya orang berganti agama termasuk seorang Muslim keluar dari Islam dan mengganti agamanya, menurut dr. Faizatul adalah fenomena yang semakin hari semakin mudah kita jumpai.

Terlepas dari bahwa peristiwa murtad massal yang diberitakan terjadi di Langkat sudah di konfirmasi Majelis Ulama Indonesia (MUI) setempat sebagai hoaks, dalam arti tidak terjadi hal tersebut, sebagaimana ia konfirmasi dari kabar terbaru. 

Jika kita telusuri lebih dalam, ia menjelaskan, akan mengerucut pada dua faktor penyebab maraknya fenomena agama tentatif tersebut, yaitu internal dan eksternal.

Pertama, faktor internal berasal dari dalam diri kaum muslim. Di antaranya adalah tidak dimilikinya keimanan yang kokoh, yang diperoleh dengan penuh kesadaran, bukan warisan ataupun ikut-ikutan. "Dalam hal ini faktor pengasuhan dan pendidikan di keluarga sangat memegang peranan untuk mengajarkan bagaimana agar anak memiliki fondasi iman yang shahih, kuat dan produktif," bebernya. 

Sehingga ketika terjadi pengabaian proses instal akidah Islam yang kuat dari rumah, menurut dr. Faizatul, hal itu menyebabkan mereka rapuh ketika menghadapi ujian dan beban kehidupan. "Alhasil karena kebutuhan ekonomi dan percintaan/pergaulan bisa membuat kaum muslim bertekuk lutut kepada bujukan para misionaris," tegasnya.

Kedua, faktor eksternal adalah adanya strategi pemurtadan yang dilakukan secara masif dan terorganisir oleh musuh-musuh Islam (missionaris). "Melalui pendidikan dan bantuan sosial mereka melancarkan serangannya. Ada juga gazwul fikriy dan tsaqofiy yang bahkan memakai tangan-tangan umat Islam sendiri yang berupaya menggiring umat untuk berpikir bahwa berpindah agama adalah hal biasa, bukan sebuah hal buruk dan tabu, tidak perlu menghujat dan mencela mereka," jelasnya.

Hal itu, menurut dia tidak bisa dilepaskan dari kerusakan berbagai sistem yang menaungi kehidupan masyarakat hari ini. Ide sekulerisme, liberalisme, hedonisme, sistem politik demokrasi, arus moderasi beragama dan serangan 'eksternal lainnya', jabarnya.

"Dalam sistem demokrasi, kebebasan berakidah adalah termasuk hak asasi manusia yang harus dijamin. Sehingga perilaku mudah berpindah agama, atau bahkan tidak beragama adalah sebuah hal yang harus dijamin dan dihormati," ulasnya.  

Selain itu, ketika di satu sisi kurikulum pendidikan menjadikan ajaran agama di sekolah sebatas pengetahuan, di sisi lain, ia menemukan, masyarakat juga mendapat kebebasan menikmati konten-konten atau informasi yang tidak sesuai agama, misal dalam berpakaian, berperilaku, gaya hidup, yang tak lagi menjadikan halal haram sebagai rujukan. 

"Alhasil semua itu semakin menggerus keimanan seseorang. Bahkan cara pindah agama cukup mudah dan memiliki dasar hukum, yakni UUD 1945 pasal 29 dan UU 24/2013," pungkasnya.[] Faizah/Ika Mawarningtyas
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments