TintaSiyasi.com -- Ahli Fiqih Islam K.H. M. Shiddiq Al Jawi menerangkan pengertian dan macam-macam zakat. “Begini pengertian dan macam-macam zakat,” paparnya di YouTube Sholah TV dalam rubrik Majelis Sholdah: Fiqih Zakat Fitrah, Kamis (28/04/2022).
“Zakat menurut arti bahasa artinya tumbuh (an-namaa`), suci (at-thahaarah), dan sebagainya. Sedangkan zakat menurut istilah syariah berdasarkan pendapat Rawwas Qal’ah Jie di dalam Mu’jam Lughah Al-Fuqaha` halaman 223, dengan sedikit perubahan redaksional dikatakan,
الزَّكاةُ هِيَ إِنْفاقُ جُزْءٍ مُعْلمُومٍ مِنْ الْمَالِ المَخْصُوْصِ إِذَا بَلَغَ نِصَابًا فِي مَصَارِفَ مُعَيَّنَةٍ نَصَّ عَلَيْهَا الشَّرْعُ
Zakat adalah menginfakkan bagian tertentu dari harta yg dikhususkan jika telah mencapai nishab kepada pihak-pihak tertentu yang ditetapkan oleh syariah,” jelasnya.
Disimpulkannya, zakat fitrah menurut istilah syariah berdasarkan pendapat Rawwas Qal’ah Jie dalam Mu’jam Lughah Al-Fuqaha` halaman 208 adalah,
زَكاةُ الْفِطْر هِيَ إِنْفَاقُ ِمقْدَارٍ مُعْلمُومٍ عَنْ كُلِّ فَرْدِ مُسْلِمٍ يُعِيْلُهُ قَبْلَ صَلاَةِ عِيْدِ الْفِطْرِ فِيْ مَصَارِفَ مُعَيَّنَةٍ
Zakat fitrah adalah menginfakkan kadar tertentu [dari harta] bagi setiap muslim dan orang-orang yang menjadi tanggungannya sebelum sholat Iedul Fitri kepada pihak-pihak tertentu (mustahik zakat).
“Infak sendiri adalah الإِنْفاقُ هُوَ بَذْلُ الْمَالِ بِلَا عِوَضٍ, yaitu memberikan harta tanpa imbalan. Demikian Syekh Taqiyuddin An Nabhani menerangkan di dalam kitab An Nizham Al Iqtishadi fi Al Islam. Termasuk infak adalah zakat, sedekah, nafkah, wasiat, wakaf, hibah, hadiah, fidiah, diat, dan lain-lain,” tuturnya.
Macam–Macam Zakat
“Macam-macam zakat ada, pertama, zakat fitrah; kedua, zakat mal. Zakat mal terdiri dari pertama, zakat binatang ternak (zakaat al-mawasyi), yaitu kambing (al-ghanam), sapi (al-baqar), unta (al-ibil); kedua, zakat pertanian dan buah-buahan (zakaat al-zuruu’ wa al-tsimaar); gandum (hinthah), jewawut (sya’ir), kurma (at-tamr), kismis (zabib); ketiga, zakat perdagangan (zakaat al-tijaarah); keempat, zakat emas dan perak (zakaat al-dzahab wa al-fidhdhah),” jelasnya mengutip pendapat Syekh Abdul Qadim Zallum di dalam kitab Al Amwal fi Daulah Al Khilafah halaman 133.
Wajib Zakat
Kiai Shiddiq menerangkan wajibnya zakat fitrah berdasarkan hadis dari Ibnu Abbas RA,
فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ، وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ، مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلَاةِ، فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ، وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلَاةِ، فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ
Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fitrah, sebagai pembersih bagi orang yang puasa dari segala perbuatan sia-sia dan ucapan cabul serta sebagai makanan bagi orang miskin. Barangsiapa yang membayarnya sebelum sholat Iedul Fitri maka itu adalah zakat yang diterima, dan barangsiapa yang membayarnya setelah sholat Iedul Fitri, maka hanya sekedar satu shadaqah dari shadaqah-shadaqah. (HR. Abu Daud dan Daraquthni dan dinilai shahih oleh Al Albani)
“Hadis tersebut menunjukkan fardunya zakat fitrah, sekaligus menunjukkan dua hikmah dari pelaksanaan zakat fitrah. Pertama, sebagai pembersih bagi orang yang berpuasa Ramadhan dari segala perbuatan sia-sia dan ucapan cabul; kedua, pemberian makanan bagi orang miskin,” tandasnya.
Mampu
“Kriteria mampu menurut jumhur ulama, yaitu ulama mazhab Maliki, Syafi’i, dan Hambali adalah jika seorang Muslim mempunyai kelebihan (ziyadah/faadhil) makanan pada malam Rari Raya untuk dirinya dan orang-orang yang menjadi tanggungannya,” urai Kiai Shiddiq menyitat kitab Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, Juz 23, hlm 338; entry “Zakat Al Fithri”.
Dalil As-Sunnah kriteria mampu dalam zakat fitrah berdasarkan hadis dari Sahal bin Hanzhalah RA, bahwa Rasulullah SAW telah bersabda,
مَنْ سَأَلَ وَعِنْدَهُ مَا يُغْنِيْهِ فَإِنَّمَا يَسْتَكْثِرُ مِنْ النّارِ ، فَقَالُوا : يَا رَسولَ اللَّهِ ، وَمَا يُغْنِيْهِ ؟ قَالَ : أَنْ يَكُوْنَ لَهُ شِبَعُ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ
Barangsiapa yang meminta-minta padahal dirinya mempunyai apa yang mencukupinya, maka berarti telah memperbanyak api neraka.” Para shahabat bertanya,’Wahai Rasulullah, apa yang mencukupinya?’ Rasulullah SAW bersabda,”’Dia mempunyai makanan yang mengenyangkan dia untuk sehari semalam. (HR Abu Dawud. Hadis hasan). (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, 23/338)
“Maka dari itu, jika pada malam Idulfitri, seseorang hanya mempunyai makanan untuk 2 jiwa padahal di rumahnya ada 5 jiwa, berarti dia belum dianggap mampu (qaadir) untuk berzakat fitrah. Dengan demikian, bagi orang tersebut tidak wajib mengeluarkan zakat fitrah,” terangnya.
Jika pada malam Hari Raya, dia mempunyai bahan makanan untuk 10 jiwa, padahal di rumahnya ada 5 jiwa, maka berarti dia dianggap mampu berzakat fitrah dan wajib membayar zakat fitrah untuk dirinya dan orang-orang yang ditanggungnya.
“Ukuran kemampuan secara kuantitatif, menurut data BPS, konsumsi beras untuk penduduk Indonesia rata-rata per kapita per tahun adalah = 144 kg. (m.liputan6.com). Berarti, konsumsi per kapita per hari adalah = 144 kg : 365 hari = 0,39 kilogram. Dibulatkan = 0,4 kg = 400 gram per kapita per hari. Inilah Insya Allah standar untuk Indonesia,” urainya.
Lanjut diuraikannya dengan mencontohkan, jika ada 5 anggota keluarga, maka kebutuhan berasnya dalam 1 hari adalah = 5 x 400 gram = 2000 gram = 2 kilogram per hari. “Berdasarkan perhitungan tersebut, kriteria mampu berzakat fitrah adalah mempunyai kelebihan dari kebutuhan beras untuk satu hari, yaitu 400 gram dikalikan jumlah anggota keluarga, atau uang yang senilai,” imbuhnya.
Ia menambahkan penjelasannya lagi, “Sebaliknya jika kepala keluarga tersebut pada malam hari raya mempunyai beras yang kurang dari 2 kilogram, misal hanya 1 kilogram, (atau uang yang senilai), maka dia tidak wajib berzakat fitrah.”
“Jika kepala keluarga mempunyai beras yang lebih dari kebutuhan keluarganya, dia wajib berzakat fitrah walau beras yang dimiliki itu juga berasal dari pemberian orang lain kepadanya sebagai zakat fitrah,” pungkasnya.[] Reni Tri Yuli Setiawati
0 Comments