TintaSiyasi.com -- K.H. M. Shiddiq Al Jawi, Ahli Fiqih Islam, menjelaskan bahwa kadar zakat fitrah adalah 1 sha’ bahan makanan pokok di suatu negeri. “Yang rajih adalah pendapat jumhur, yaitu kadar zakat fitrah adalah 1 sha’ bahan makanan pokok di suatu negeri,” jelasnya pada Kamis (28/04/2022) dalam acara Majelis Sholdah bertajuk Fiqih Zakat Fitrah di YouTube Sholah TV.
“Ulama Mahmud Abdul Lathif ‘Uwaidhah menyatakan dalam kitab Al Jami’ li Ahkam Ash Shiyam, kadar zakat fitrah adalah 1 sha’ bahan makanan pokok dominan di suatu negeri (menurut jumhur ulama dari kalangan ulama Malikiyah, Syafi’iyyah, dan Hanabilah). Menurut ulama Hanafiyah, kadar zakat fitrah adalah ½ sha’ gandum atau 1 sha’ untuk bahan makanan selain gandum,” paparnya.
Dalilnya pendapat jumhur adalah hadis dari Ibnu Umar RA,
أَنَّ رَسولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهُ وَسَلَّمَ فَرَضَ زَكاةَ الفِطْرِ مِنْ رَمَضانَ عَلَى النّاسِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ ، أَوْ صَاعًا مِنْ شَعيرٍ عَلَى كُلِّ حُرٍّ وَعَبْدٍ ، ذَكَرٌ وَأُنْثَى مِنْ المُسْلِمِينَ
Bahwa Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fitrah dari bulan Ramadhan atas manusia sebanyak satu sha’ dari kurma, atau satu sha’ dari jewawut, atas setiap orang merdeka dan hamba sahaya (budak), laki-laki atau perempuan, dari kaum Muslim. (HR Bukhari dan Muslim)
Dalil lainnya adalah diriwayatkan dari Abu Said Al Khudri RA,
كُنَّا نُخْرِجُ إِذْ كَانَ فِينَا رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهُ وَسَلَّمَ زَكاةَ الفِطْرِ ، عَنْ كُلٍّ صَغيرٍ وَكَبيرٍ ، حُرٍّ أَوْ مَمْلوكٍ صَاعًا مِنْ طَعامٍ ، أَوْ صَاعًا مِنْ أَقِطٍ ، أَوْ صَاعًا مِنْ شَعيرٍ ، أَوْ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ ، أَوْ صَاعًا مِنْ زَبيبٍ
Dulu kami saat Rasulullah SAW ada di tengah kami telah mengeluarkan zakat fitrah dari setiap anak kecil atau orang dewasa, dari setiap orang merdeka dan hamba sahaya (budak), satu sha’ makanan (tha’aam), atau satu sha’ dari keju (aqth), atau satu sha’ dari jewawut (sya’iir), atau satu sha’ dari kurma, atau satu sha’ dari kismis/anggur kering (zabiib). (HR Bukhari dan Muslim)
“Bagaimanakah konversi 1 sha’ ke dalam satuan berat masa sekarang? Sha’ asalnya adalah satuan takaran (volume) di masa Nabi ﷺ, bukan satuan berat. Walaupun takarannya sama 1 sha’, tetapi antara satu bahan makanan yang satu dengan bahan makanan yang lain akan mempunyai berat (wazan) yang berbeda,” urainya
Kiai Shiddiq menerangkan konversi 1 sha’ ke dalam satuan berat masa sekarang menurut Abdul Qadim Zallum. “Di dalam kitab Al Amwal fi Daulah Al Khilafah halaman 62 dikatakan bahwa 1 sha’ gandum sama dengan 2176 gram gandum,” ujarnya.
“Kami sendiri belum pernah mengadakan percobaan untuk mengukur 1 sha’ itu berapa gram untuk beras. Namun, ada ulama Indonesia yang sudah mengukur dan menghitungnya, di antaranya adalah Prof. Mahmud Yunus. Menurut Prof. Mahmud Yunus dalam kitabnya Al-Fiqhul Wadhih Juz 2 halaman 10, bahwa 1 sha’ beras itu setara dengan 2187,5 gram beras,” ungkapnya.
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa Prof. Mahmud Yunus menyatakan,
ويُخْرِجُ المُزَكّيُّ عَنْ كُلِّ شَخْصٍ صَاعًا مِنْ الأَرُزِّ وَقَدَرُهُ كِيلْوَانِ وَمِئَةٌ وَسَبْعَةٌ وَثَمَانُونَ وَنِصْفُ قِرَامٍ
Artinya : “Muzaki mengeluarkan (zakat fitrah) untuk setiap jiwa sebesar 1 sha’ beras, dan kadarnya (beratnya) adalah dua kilogram dan seratus delapan puluh tujuh setengah gram ( 2187,5 gram).”
“Berat 1 sha’ beras 2187,5 gram beras tersebut dibulatkan menjadi 2,2 kilogram beras. Boleh dibayarkan 2,5 kilogram dengan niat sedekah untuk kelebihannya yang 300 gram,” imbuhnya.
Ia menukil firman Allah ﷻ di dalam surah Al-Baqarah ayat 184,
فمنْ تطوَّعَ خيراً فهو خيرٌ له
Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan suatu kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya.
“Dalam kesempatan lain, semoga bisa kita bahas lebih panjang lebar masalah konversi dari satuan sha’ ke satuan gram atau mililiter ini,” harapnya.
Kiai Shiddiq menginformasikan, “Bagi yang ingin mendalami masalah ini, silakan merujuk kitab-kitab para ulama dan peneliti di antaranya,
(1) الإطعام في الكفارات بالمقادير المعاصرة لد. فهد المشعل
(2) الإيضاح والتبيان في معرفة المكيال والميزان لنجم الدين الأنصاري، تحقيق : د. محمد أحمد إسماعيل الخاروف
(3) الصاع النبوي لخالد سعد بن محمد السرهيد
(4) الصاع-بين-المقاييس-القديمة-والحديثة-عبد-الله-بن-منصور-الغفيلي
(5) المقدرات الفقهية لمحمد الفودري
(6) مقارنة بين الموازين والمكاييل والمقاييس الشرعية مع المقادر المعاصرة لسيد عبد الغفار بخاري
(7) نوازل الزكاة لمنصور-الغفيلي
(8) Herfin, Yienda Prihensa & Khafid, Ahmad, Kajian Standar Volume 1 Sha‘
(9) Herfin, Yienda Prihensa & Khafid, Ahmad, Takaran 1 Sha' dan Metode Pengujiannya
(10) Imran Rosyadi, Ahkam Zakat Al Fitri fi Indonesia, UMS : Solo, 2017."
Mustahik
Kiai Shiddiq mengatakan, “Kepada siapakah zakat fitrah dibayarkan? Ada dua pendapat di kalangan ulama dalam masalah ini.”
Pertama, zakat fitrah hanya dibayarkan kepada golongan fakir dan miskin saja. Antara lain itu pendapat Imam Ibnu Taimiyah.
Kedua, zakat fitrah dibayarkan kepada delapan golongan (ashnaf) sebagaimana zakat mal, sesuai dengan Al-Qur’an surah At Taubah ayat 60. “Ini pendapat jumhur ulama, yang rajih (lebih kuat),” tegasnya.
Dalil pendapat pertama, hadis Ibnu Abbas RA bahwasanya,
فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ، وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ
Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fitrah sebagai penyuci bagi orang yang puasa dari omongan sia-sia dan omongan yang tidak senonoh, serta sebagai makanan bagi kaum miskin. (HR Abu Dawud).
“Akan tetapi, dalil ini sebenarnya tidak berarti hanya kaum miskin saja yang menjadi sasaran zakat fitrah, tetapi maksudnya, hanya disebut sebagian tapi yang dimaksud adalah seluruh 8 ashnaf,” urainya.
Ia menjelaskan, cara memahami hadis tersebut, sama dengan cara memahami hadis yang hanya menyebut sebagian saja mustahik zakat (hanya disebut kaum fakir), padahal yang dimaksud adalah 8 ashnaf semuanya.
Sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ,
أَنَّ اللَّهَ افْتَرَضَ عَلَيْهُمْ صَدَقَةً فِي أَمْوالِهِمْ ، تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنيائِهِمْ ، وَتَرُدُّ عَلَى فُقَرائِهِمْ
Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepada mereka zakat pada harta mereka, diambil dari orang kaya mereka dan dikembalikan kepada orang fakir mereka. (HR Bukhari).
“Dalam hadis tersebut, Rasulullah ﷺ hanya menyebut satu golongan penerima zakat, yaitu, kaum fakir. Apakah itu berarti zakat hanya khusus untuk orang fakir saja? Tidak bukan? Jadi, disebutkan fakir, tetapi yang dimaksud adalah semuanya dari 8 ashnaf itu. Karena sudah ma’luum (diketahui) bahwa zakat itu untuk 8 ashnaf sebagaimana dalam Al-Qur’an surah At Taubah ayat 60,” tandasnya menyitat perkataan ulama Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah dalam kitab Al Jami’ li Ahkam Ash Shiyam halaman 345.[] Reni Tri Yuli Setiawati
0 Comments