TintaSiyasi.com -- Menanggapi aksi mahasiswa pada 11 April 2022, Ketua Gerakan Persatuan Pemuda dan Mahasiswa Indonesia (GP PMI) Rizki Awwal mengatakan bahwa mahasiswa harus sadar, tidak hanya menawarkan untuk ganti orang (rezim), tetapi ganti sistem.
"Mahasiswa harus sadar, yang ditawarkan bukan ganti orang, tetapi ganti sistem," ujarnya dalam Kabar Petang di YouTube Khilafah News, Senin (11/04/2022).
Ia menilai, secara realita kehidupan negara saat ini luar biasa. Kemiskinan meningkat. Standar angka kemiskinan dari BPS (Badan Pusat Statistik) sebesar Rp560.000, setara dengan Rp17.000 atau Rp18.000 per hari. Nilai yang tak cukup, meski sekadar untuk membeli minyak goreng satu liter.
"Sementara orang dikatakan kaya, jika penghasilannya di atas Rp560.000. Ini kan asbun (asal bunyi), yang itu berdampak cukup parah bagi kita. Apakah pemerintah layak untuk dipertahankan? Saya kira tidak," ujarnya.
Menurutnya, sistem yang sekarang dibangun juga harus diganti. Karena percuma, apabila meminta rezimnya berganti, tapi sistem yang ada, tetap. "Hal itu seperti memelihara mobil yang rusak. Siapa pun presidennya, tetap mobil rusak tersebut yang dipakai," katanya.
Solusi
“Kalau dikatakan Islam sebagai solusi, maka seharusnya umat menawarkan Islam. Ini Ramadhan, lo. Bulan Ramadhan itu harus mengagungkan Al-Qur'an dan As-Sunnah. Kenapa tidak menjadikan syariat Islam sebagai jalan untuk memperbaiki bangsa? Demokrasi kita hari ini tidak usah diperbaiki. Harus diganti dengan suatu sistem yang kuat, yaitu sistem Islam," usulnya.
Menurutnya, jika selama ini didengung-dengungkan bahwa Pancasila tidak bertentangan dengan Islam, maka seharusnya Islam bisa diletakkan dalam kehidupan bernegara, karena nilai-nilai Islam sesuai dengan nilai-nilai bernegara.
"Seandainya orang selama berbicara Pancasila, tidak bertentangan dengan Islam. Bahkan saya cukup meyakini dengan pernyataan bung Rocki Gerung, dia melihat hanya Islam saja yang bisa menunjukkan keadilan. Kenapa tidak kita respons itu dengan bahasa positif, bahwa keadilan itu hanya bisa ditegakkan ketika sistem Islam yang sempurna ini tegak?" tanyanya.
Lebih jauh Rizki juga memaparkan, tentang langkah seperti apa yang harus ditempuh agar bisa berganti sistem. Menurutnya, seringkali aksi-aksi pemuda tersebut didompleng oleh sejumlah tokoh politik untuk naik tahta. Mahasiswa harus sadar agar tidak terjebak pada kepentingan tokoh politik tersebut.
"Kalau kita mengajukan sistem Islam, maka DPR, Presiden, harus legowo untuk menerima Islam. Mereka harus berkomunikasi dengan para ulama, ormas Islam, habaib, tokoh-tokoh Islam, yang selama ini concern dalam pemikiran politik Islam yang benar dan lurus. Ketika disampaikan tentang itu, mereka menerima ide pemerintahan dalam Islam, " simpulnya.
Tuntutan Aksi
Mengenai jalannya aksi mahasiswa 11 April 2022, Ketua GP PMI tersebut mengemukakan, tuntutan yang diajukan dalam aksi yang diikuti sejumlah elemen mahasiswa dan elemen masyarakat itu, sebenarnya beragam. Kegiatan aksi terpusat di dua titik, yaitu DPR RI dan sekitarnya, serta istana negara dan sekitarnya.
"Tuntutan beragam, tapi beberapa bisa kita catat, pertama, terkait isu tiga periode. Kedua, isu penundaaan pemilu. Ketiga, isu kenaikan harga-harga barang. Kita tahu persis belakangan ini sejumlah harga bahan pokok naik. Yang paling fenomenal tentang minyak goreng, " ungkapnya.
Ia menambahkan, beberapa isu lain yang diusung seperti kenaikan PPN 11 persen dan masalah IKN (ibu kota negara). Bahkan ada elemen masyarakat yang menuntut Presiden Joko Widodo dan rezim hari ini untuk mundur.
Lebih lanjut, ia mengatakan, terkait tuntutan aksi yang menuntut Presiden Jokowi memberikan pernyataan terbuka kepada publik, bahwa ia menolak dengan tegas wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden, mahasiswa perlu sesuatu hitam di atas putih, yang merupakan bukti hukum (jejak hukum) yang bisa dipertanggungjawabkan Pak Jokowi selaku presiden RI.
"Mahasiswa belajar banyak dari aksi-aksi yang lalu. Kita pernah aksi tentang KPK, ternyata KPK seperti diamputasi hari ini. Ada Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang sempat heboh kepada para penyidik KPK, yang akhirnya memberhentikan Novel Baswedan dan kawan-kawan," tambahnya.
"Kasus Omnibus Law, yang heboh luar biasa, justru sampai saat ini lancar jaya, meskipun Mahkamah Konstitusi sudah mengeluarkan bahwa UU Omnibus Law inkonstitusional bersyarat. Meski istilah ini asing bagi saya, " tambahnya.
Terkait dengan mega proyek IKN (ibu kota negara), Rizki Awwal menilai, hal itu tidak rasional. Di saat kondisi masyarakat sulit, pemerintah justru berpikir untuk memindahkan ibu kota.
"Bayangkan! Kita baru saja dan saat ini sedang menjalani masa pandemi. Masa pandemi belum selesai. Tapi justru dananya dialihkan untuk kepentingan IKN, bukan kepentingan masyarakat," nilainya.
Menurutnya, seharusnya pemerintah fokus untuk membangun dan menyehatkan kondisi perekonomian masyarakat, yang terpuruk akibat pandemi yang cukup panjang. "Kalau pemerintah masih ngotot untuk terus melaksanakan proyek IKN, berarti pemerintah telah gagal mengurusi nasib masyarakatnya. Pemerintah telah salah dalam mengurusi kehendak apa yang diinginkan oleh rakyat Indonesia," terangnya.
Rizki juga menyangsikan, proyek IKN ini akan berjalan. "Kita melihat utang Indonesia sudah tembus di angka 7000 triliun rupiah. Dan itu cukup besar. Kita akan berutang cukup besar lagi, karena saya enggak yakin, dana yang dikucurkan Jokowi sebesar 466-an triliun, dengan pede-nya di awal bakal banyak investor asing datang," tuturnya.
"Beberapa investor cabut, Soft Bank cabut. Kemudian beberapa negara Asing juga cabut. Arab saudi dengan putra mahkotanya, Muhammad Bin Salman punya beberapa prasyarat agar Arab Saudi mau membangun ibu kota yang baru ini. Terakhir katanya tidak akan melibatkan APBN, tetapi pada akhirnya bilang, rakyat harus patungan. Sementara, kondisi rakyat lagi terjepit parah, " pungkasnya.[] Binti Muzayyanah
0 Comments