Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Begini Hukum Melukis atau Membuat Patung dalam Islam


TintaSiyasi.com -- Ahli Fiqih Islam K.H. M. Shiddiq Al Jawi, S.Si., M.Si. menjelaskan hukum melukis atau membuat patung di kanal Painting Explorer dalam acara Ngajeni (Ngaji Seni) 7: Ketika Seniman Patung Bertemu Pakar Fiqih. “Hukum melukis atau membuat patung, ada yang dari objek bernyawa dan tidak bernyawa,” jelasnya, Sabtu (16/04/2022).

Pertama, hukumnya haram menggambar atau melukis, atau membuat patung dengan objek yang ada ruhnya (nyawanya) seperti manusia atau hewan.
 
Kiai Shiddiq mengutip hadis riwayat Bukhari nomor 6370,

مَنْ صَوَّرَ صُوْرَةً عذَّبَهُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يَنْفُخَ فِيْهَا وَلَيْسَ بِنَافِخٍ

Barang siapa menggambar suatu gambar maka Allah akan mengazabnya pada Hari Kiamat hingga ia dapat meniupkan ruh ke dalamnya, padahal dia tak akan mampu meniupkannya.

“Dalil lainnya hadis riwayat Muslim nomor 2110, sabda Nabi ﷺ, كُلُّ مُصَوِّرٍ في النَّارِ يَجْعَلُ لَهُ بِكُلِّ صُورَةٍ صَوَّرَهَا نَفْسًا فَتُعَذِّبُهُ فِيْ جَهَنَّمَ, ‘Setiap orang yang menggambar [atau membuat patung] akan masuk neraka. Allah akan menjadikan nyawa untuk setiap gambar [atau patung] yang dia buat, lalu gambar [atau patung] itu akan mengazab dia di neraka Jahannam.’,” kutipnya lagi.

Ia menyimpulkan, berdasarkan keumuman hadis-hadis tersebut, dari kata (صُوْرَةً ) dan (مُصَوِّرٍ). “Pertama, keharaman taswir ini bersifat umum, baik objek taswirnya tidak mempunyai bayangan (menggambar/melukis) maupun mempunyai bayangan (membuat patung). Kedua, keharaman taswir ini juga bersifat umum, baik objek taswirnya bersifat utuh (mungkin hidup) maupun tidak utuh (tak mungkin hidup),” jelasnya mengutip pendapat Syekh Taqiyuddin An Nabhani dalam kitab Al Syakhshiyyah Al Islamiyyah juz 2 halaman 350.

“Menggambar objek taswir bernyawa tak utuh hukumnya tetap haram, misalnya, gambar seorang lelaki tanpa kepala. Begitu juga hukumnya tetap haram membuat patung objek bernyawa tak utuh, seperti patung yang hanya terdiri dari kepala saja dan sebagian tubuh bagian atas,” urainya.

Kedua, hukumnya boleh menggambar atau membuat patung dari objek tidak bernyawa, seperti pohon atau gunung. 

“Dalilnya sabda Nabi ﷺ yang diriwatkan Imam Bukhari nomor 6370, مَنْ صَوَّرَ صُوْرَةً عذَّبَهُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يَنْفُخَ فِيْهَا وَلَيْسَ بِنَافِخٍ, ‘Barang siapa menggambar suatu gambar maka Allah akan mengazabnya pada Hari Kiamat hingga ia dapat meniupkan ruh ke dalamnya, padahal dia tak akan mampu meniupkannya.’,” nukilnya.

Dijelaskannya bahwa hadis tersebut menunjukkan yang mendapat azab adalah pembuat gambar atau patung yang bernyawa, dengan dalil bahwa pembuatnya diminta meniupkan ruh (nyawa) ke dalam gambar atau patungnya, padahal dia tidak akan mampu meniupkan nyawa itu.

“Sabda Rasulullah ﷺ, حَتَّى يَنْفُخَ فِيْهَا وَلَيْسَ بِنَافِخٍ, ‘...hingga ia dapat meniupkan ruh ke dalamnya, padahal dia tak akan mampu meniupkannya.’,” sitatnya hadis riwayat Bukhari nomor 6370. 

Kiai Shiddiq kembali menegaskan, jika yang dibuat adalah gambar atau patung dari objek yang tidak bernyawa, misalnya pohon atau gunung, maka pembuatnya tidak akan terkena azab Allah ﷻ di akhirat kelak. 

“Ibnu ‘Abbas berkata kepada seorang pelukis yang minta fatwa mengenai pekerjaannya, ‘إنْ كُنْتَ لاَ بُدَّ فاعِلًا، فَاصْنَعِ الشَّجَرَ وَمَا لاَ نَفْسَ لَهُ, artinya, ‘Kalau kamu harus melukis, maka lukislah pohon atau apa saja yang tidak bernyawa.’,” ujarnya mengutip hadis Bukhari 2225 dan Muslim 2110.

“Lukisan yang dibolehkan syariah Islam, contohnya lukisan pohon. Contoh patung yang dibolehkan syariah Islam seperti patung pohon. Dan patung berbentuk sepeda motor adalah contoh patung yang dibolehkan syariah Islam,” tandasnya.

Taswir

“Syekh Taqiyuddin An Nabhani menjelaskan makna taswir di dalam kitab Al Syakhshiyyah Al Islamiyyah juz 2 halaman 350, yaitu aktivitas manusia berupa membuat gambar dari sesuatu (rasmu shuurat al syai`)رَسْمُ صُوْرَةِ الشَّيْءِ,” tuturnya.

Hasilnya ada dua kemungkinan, pertama, bentuk yang tidak mempunyai bayangan, misalnya lukisan, pahatan, dsb; kedua, bentuk yang mempunyai bayangan, misalnya patung, replika, dan lain-lain

“Contoh hasil taswir berupa bentuk yang tidak punya bayangan (karya 2 dimensi) adalah lukisan pemandangan berupa gunung, sawah, sungai, dan pepohonan. Sedangkan, contoh hasil taswir berupa bentuk yang punya bayangan (karya 3 dimensi) adalah patung,” pungkasnya.[] Reni Tri Yuli Setiawati
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments