TintaSiyasi.com -- Filolog dan Peneliti Sejarah Salman Iskandar menyatakan bahwa Ramadhan diidentikkan sebagai bulan perjuangan dan jihad fi sabilillah li i’lai kalimatillah.
“Bulan Ramadhan sering diidentikkan sebagai bulan perjuangan dan jihad fi sabilillah li i’lai kalimatillah,” ungkapnya pada rubrik Kajian Sejarah dan Peradaban di YouTube Ngaji Shubuh, Jumat (08/04/2022).
Salman menguraikan bahwa pada tahun kedua setelah hijrah Rasulullah Salallahu alaihi Wasalam ke Madinah, kaum Muslim harus menyiapkan (menyiagakan) diri untuk mempertahankan Madinah dan keberadaan Daulah Islam dalam perang yang kemudian dikenal sebagai Perang Badar Kubra. "Ini terjadi pada hari Jumat, 27 Ramadhan 2 Hijriyah atau sekira tanggal 13 Maret 624 Miladiah," urainya.
“Pada peristiwa perang Badar ini, Rasul Muhammad Shallallahu alaihi Wasallam membawa sekira 303 atau 313 pasukan para Mujahidin, menghadapi lebih dari 1000 pasukan musyrikin Quraisy,” lanjutnya.
Salman menerangkan, dengan kekuatan yang tidak berimbang tersebut, tentu saja Perang Badar berlangsung dengan dahsyat. Dikisahkan dalam Sirah Nabawiyah, Rasulullah Salallahu alaihi Wasalam begitu berharap bahwa pertolongan Allah turun di lembah Badar, dalam kecamuk perang Badar. Rasulullah berdoa dengan doa yang begitu mengguncang.
“Ya Rabb, ya Tuhan kami. Seandainya peperangan ini tidak dimenangkan oleh kami, oleh kaum Muslim, hamba-hamba-Mu, ya Rabb, jika seandainya tidak ada pertolongan dari-Mu, maka sungguh pasukan kaum Muslim, orang-orang yang beriman tidak ada lagi di permukaan bumi ini. Jika seandainya peperangan ini dimenangkan oleh mereka (musyrikin Quraisy), maka sesungguhnya tidak ada lagi umat manusia yang beriman kepada-Mu. Tidak ada di antara umat manusia yang menyembah-Mu,” kutipnya.
“Ini adalah bentuk pengharapan totalitas dari sosok hamba, bahkan dari Nabi Allah, yang mengharap turunnya pertolongan Allah. Karena dari kalkulasi jumlah personel militer, juga kemampuan arsenal militer yang berhadap-hadapan dari kedua belah kubu, maka dari logika matematika jumlah personil kekuatan militer dan juga ketangguhan arsenal militer yang dimiliki kaum Muslim saat itu, dengan beberapa kali serangan saja, kaum Muslim akan dengan mudah dipatahkan (dikalahkan),” ulasnya.
Ia mengisahkan lebih lanjut, pasukan kavaleri, pasukan berkuda yang ada di barisan kaum Muslim, hanya sekitar tiga ekor saja yang siap menyongsong terjadinya peperangan. Kemudian, pasukan infanterinya tidak memiliki kelengkapan dalam arsenal militernya.
"Ada yang memakai baju zirah, ada juga yang tidak. Ada yang memakai busur dan anak panahnya, tapi mereka tidak memiliki pedang. Ada yang kemudian menghunus pedangnya, mereka tidak memiliki belatinya. Mereka tidak memiliki tombak dan lain sebagainya," bebernya.
Salman meyakinkan bahwa pasukan kaum Muslim tidak semuanya bersenjata lengkap, dalam konteks siap untuk menyongsong terjadi peperangan. "Jadi, secara logika matematika, kalau dikalkulasi menurut cara pandang manusia, maka dalam sekali gertakan, atau dua atau tiga kali gertakan, pasukan Muslim bisa dimusnahkan oleh jumlah pasukan orang-orang musyrikin Quraisy yang bersenjata lengkap dan mereka telah bersiap siaga untuk menghancurkan kaum Muslim,” kisahnya.
Ia menjelaskan, Allah Subhanahu wa Taala kemudian menurunkan pertolongan-Nya dengan mendatangkan pasukan para malaikat yang tidak terlihat oleh mata manusia pada waktu itu. Hanya Baginda Nabi Shalallahu alaihi Wasalam yang menyaksikan dahsyatnya pasukan malaikat yang turun di medan Badar tersebut. Sedangkan para sahabatnya tidak berbeda dengan kita, tidak bisa melihat hal-hal yang gaib yang turun atas perintah dan pertolongan Allah.
Perang Khandaq
Salman mengungkapkan, pada bulan Ramadhan tahun ke-5 Hijriyah, Rasulullah Muhammad Salallahu alaihi Wasalam mempersiapkan Perang Khandaq atau dikenal sebagai Perang Ahzab.
“Pascaperang Badar yang terjadi pada bulan Ramadhan tahun kedua Hijriyah, orang-orang musyrikin Quraisy menyatakan, ‘Setahun yang akan datang kami akan memerangi kalian kembali.’ Maka, pada bulan Syawal tahun ketiga Hijriyah, mereka benar-benar mengepung kembali kota Madinah, yang kemudian terjadi di lembah dan Perbukitan Uhud dalam Perang Uhud,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Salman menjelaskan, dua tahun berikutnya, yaitu pada bulan Ramadhan tahun kelima Hijriyah, Rasulullah Shalallahu alaihi Wasalam pun menyiagakan kaum Muslim untuk bersiap-siap, menciptakan atmosfer peperangan di kota Madinah untuk menyongsong pasukan Ahzab, pasukan gabungan musyrikin Quraisy, orang-orang Nasrani Najran, dan seluruh kabilah orang-orang musyrik yang ada di Jazirah Arab.
"Pasukan gabungan ini juga diperkuat dengan kekuatan dari dalam Madinah sendiri, melalui pengkhianatan orang-orang Yahudi, khususnya Yahudi Bani Quraizhah yang diprovokasi oleh orang-orang Yahudi Bani Nadhir yang terusir dari kota Madinah," jelasnya.
“Pasukan yang dimaksud adalah pasukan Ahzab, pasukan multinasional antar kabilah musuh Allah dan Rasul-Nya, yang mengepung Kota Madinah dalam ekspedisi Perang Ahzab yang dimaksud," imbuhnya.
Ia memaparkan, kaum Muslim pada waktu itu juga mempersiapkan diri membangun benteng pertahanan alami sebagaimana yang diusulkan oleh Salman Al Farisi, sosok sahabat Nabi yang berasal dari Persia (Iran). "Ia mengusulkan kepada Rasulullah Shalallahu alaihi Wasalam untuk membentengi Kota Madinah sebagai ashimah daulah (ibukota negara), sebagai pusat pemerintahan Islam yang dibangun dan dipimpin Rasulullah Shalallahu alaihi Wasalam, yaitu dengan membangun parit atau khandaq,” paparnya.
Ustaz Salman mengungkapkan bahwa di masa persiapan Perang Khandaq, Rasul memberitakan kepada kaum Muslim berkenaan dengan janji-janji kemenangan Islam. Dikisahkan, bahwa ketika penggalian parit di sekeliling kota Madinah, ada satu batu besar yang tidak bisa dihancurkan oleh para sahabat.
“Hal tersebut mengganggu para sahabat untuk meneruskan pekerjaannya menggali khandaq (parit). Kejadian itu kemudian dilaporkan kepada Rasulullah Shalallahu alaihi Wasalam. Rasul langsung memperlihatkan bagaimana kedudukan beliau sebagai sosok pemimpin yang juga bertanggung jawab atas rencana pembangunan atau penggalian khandaq tersebut.
Ia melanjutkan kisahnya, Rasulullah membawa lembing dan juga cangkul untuk menghancurkan batu besar yang menghalangi pembangunan atau penggalian parit tersebut. Ternyata, dengan tiga kali pukulan (hantaman), batu besar yang menghalangi penggalian parit tersebut hancur.
“Setiap kali baginda Nabi menghantamkan cangkul atau lembingnya ke atas batuan yang besar tadi, maka kemudian batu itu terbelah sedikit demi sedikit, sampai belahannya yang sangat keras, kemudian memancarkan kilatan cahaya ke udara. Dan ketika Rasulullah Shalallahu alaihi Wasalam menyaksikan kilatan api ke udara tadi, Rasul bertakbir," kisahnya.
Ia melanjutkan, para sahabat pun bertakbir, ketika menyaksikan baginda Nabi bertakbir. Dengan tiga kali hantaman pukulan yang dilakukan Rasulullah, batu besar tadi pun hancur berkeping-keping sehingga penggalian parit pun bisa dilanjutkan oleh para sahabat.
"Para sahabat menanyakan kepada Rasulullah perihal kilatan cahaya api ke udara ketika Rasulullah menghantam batu besar tersebut, yang karenanya Rasul bertakbir dan diikuti para sahabat. Jawaban Rasulullah waktu itu kemudian tercatat sebagai bisyarah (kabar gembira) Rasulullah, yakni kemenangan Islam dan kaum Muslim di kemudian hari. Bahkan, merupakan janji kemenangan Islam yang bakal dijelang oleh Rasul dan kaum Muslim di era berikutnya," tegasnya.
“Rasul katakan, takbir yang pertama ketika percikan api ke udara, maka sungguh seluruh Jazirah Arab akan tunduk pada kepemimpinan kaum Muslim. Bisyarah ini disampaikan Rasul pada saat persiapan Perang Khandaq untuk menghadapi pasukan Ahzab. Pada saat itu pasukan kaum Muslim dalam kondisi terkepung, terzalimi, dan hanya berharap kepada pertolongan Allah Subhanahu wa Taala dengan strategi membangun parit,” terangnya.
Ia menerangkan, Nabi memotivasi para sahabat, bukan hanya pasukan Ahzab yang akan terusir, yang akan dikalahkan, dalam Perang Khandaq tersebut, tetapi seluruh Jazirah Arab dari barat sampai timur, dari utara hingga selatan, dari Syam sampai Hadramy, dari Hijaz sampai Najed, semuanya akan tunduk pada kekuatan dan kekuasaan kaum Muslim. Hal itu memotivasi para sahabat. Hingga mereka pun bertakbir.
“Percikan api ke udara yang kedua, yang karenanya Nabi bertakbir, diberitakan oleh Nabi bahwa Istana Herah sampai Istana Puasa Sasaniah Persia pun akan tunduk pada kekuasaan Islam dan kaum Muslim,” ujarnya.
Kilatan api yang ketiga, yang terpercik bekas hantaman pada batu besar yang menghalangi pembangunan khandaq, Nabi menyaksikan bahwa kekuasaan Romawi Byzantium di Kota Konstantinopel pun akan tunduk pada kekuasaan Islam dan kaum Muslim. Maka Nabi pun bertakbir karenanya,” jelasnya.
“Seluruh Jazirah Arab akhirnya tunduk pada kekuasaan Rasulullah Shalallahu alaihi Wasalam dan para sahabat. Jadi, sepeninggal Rasulullah pada tahun ke-10 Hijriah atau 632 Miladiah, seluruh Jazirah Arab sudah tunduk pada kekuasaan Islam yang berpusat di Kota Madinah. Kemudian pada masa Khalifah Umar Bin Khattab, kekuasaan Herah sampai Sasaniyah Persia di Madain tunduk pada kekuasaan Islam dan kaum Muslim, lima tahun sepeninggal Rasulullah Shalallahu alaihi Wasallam, yaitu pada 637 atau 638 Miladiah,” bebernya.
Salman melanjutkan, diketahui bahwa Ibu Kota Romawi Byzantium tunduk pada kekuasaan Islam dan kaum Muslim saat kekuasaan Sultan Muhammad Al Fatih (Fatih Sultan Mehmed) pada tanggal 29 Mei 1453.
“Apa yang dikatakan Rasulullah Shalallahu alaihi Wasalam dalam persiapan menyongsong Perang Khandaq pada bulan Ramadhan 5 Hijriyah ini, menunjukkan adanya bisyarah Islam wal Muslim, janji-janji kemenangan Islam dan kaum Muslim, yang kemudian terwujud nyata pada generasi berikutnya, pada generasi Islam, dan kaum Muslim pasca-Rasulullah. Muhammad Shalallahu alaihi Wasalam tidak pernah berdusta. Beliau adalah Al-Amin, terpercaya, dan senantiasa berkata benar,” pungkasnya.[] Binti Muzayyanah
0 Comments