TintaSiyasi.com -- Menyikapi pembebasan dua terdakwa pembunuhan di kilometer (KM) 50, Advokat Aziz Yanuar prihatin, banyak diskriminasi penegakan hukum yang biasa terjadi, hal itu menunjukkan kehancuran penegakan hukum di Indonesia.
"Diskriminasi penegakan hukum biasa. Hancur penegakan hukum di republik ini," kata Aziz Yanuar dalam FGD ke-46 Pusat Kajian Dan Analisis Data, Sabtu (27/03/2020) bertajuk Vonis Bebas KM 50, Lonceng Kematian Keadilan? Di YouTube Pusat Kajian dan Analisis Data.
"Dari awal sudah pesimis terkait proses penegakan hukum terkait KM 50," ungkap Aziz Yanuar.
Ia mencontohkan kasus hukum yang menimpa Habib Rizieq Syihab, akan tetapi yang lain yang melanggar hukum seperti HRS tidak dihukum.
"Penegakan hukum hanya berdasarkan narasi," tambahnya. Ia sangat menyayangkan penegakan hukum isinya narasi dan kesaksian sepihak saja dan didukung oleh ahli yang menjual ilmunya untuk mendukung hal tersebut, selain itu juga opini tentang terorisme untuk menguatkannya.
"Ada narasi, ada kesaksian sepihak, ada pelacur intelektual yang mendukung itu, di beking oleh media cipta opini pembohong," tegasnya kembali.
"Kita tetap maksimalkan, tetap suarakan, jangan jadi sebagai setan bisu yang diam terhadap kemungkaran," tukasnya.
Ia berharap, agar segera mendapat keadilan, dan tetap bisa menyuarakan dan mendukung kanal-kanal seperti PKAD untuk menyuarakan tentang kebenaran. Ia mengingatkan, "Jangan sampai seperti Belanda yang telah menjajah 350 tahun baru kita sadar," tandasnya.[] HN/Ika Mawarningtyas
0 Comments