Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Puasa Ramadan Sangat Erat Kaitannya dengan Kehidupan Masyarakat, karena ...


TintaSiyasi.com -- Menyambut bulan suci Ramadhan 1443 H, Cendekiawan Muslim Ustaz Muhammad Ismail Yusanto menegaskan bahwa puasa Ramadhan sebenarnya sangat erat kaitannya dengan kehidupan sosial masyarakat, karena akan menempa ketaatan.

“Puasa Ramadhan itu sangat erat kaitannya jika ditanya dengan kehidupan sosial kemasyarakatan. Sangat erat. Karena akan menempa ketaatan kepada Allah SWT," sebutnya dalam Tarhib Ramadan: Ramadhan Berkah dengan Syariah Kaffah, Ahad (27/03/2022) di YouTube Khilafah Channel.

Ia menjelaskan, definisi masyarakat yang terdiri dari individu-individu, sistem, dan aturan dihiasi dengan orang-orang yang taat kepada Allah, lalu aturan dibuat dengan aturan untuk taat kepada Allah, maka jadilah masyarakat yang penuh keberkahan. Dan keberkahan menurutnya adalah bertambahnya pahala dan kebaikan. 

“Karena taat kepada Allah itu, menyusun aturan yang sesuai dengan aturan dalam rangka ketaatan kepada Allah. Dan jika ada aturan yang tidak membawa ketaatan, dia tidak akan taat. Tetapi, jika belum seperti itu, maka belum terbentuk ketaatan dan pengaruh. Jangankan pengaruh sosial masyarakat, dan negara, pengaruh individu pun tidak ada," bebernya. 

Hal tersebut dijelaskannya sesuai dengan yang disampaikan oleh Allah SWT tentang berkah yang turun dari bumi dan langit kepada manusia.

“Jadi itu masyarakat yang penuh keberkahan yang dikatakan Allah SWT,  Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan (QS. Al-A'raf : 96)," katanya. 

Jangan sampai, katanya, kaum Muslim seperti gambaran yang ditakutkan oleh Rasulullah SAW ketika berpuasa, yaitu hanya mendapatkan lapar dan haus semata. 

Saat ditanya hubungan keinginan taat kaum Muslim terhadap Islam secara kaffah dengan istilah radikalisme dan sebagainya, ia mengungkapkan bahwa hal tersebut hanyalah soal perbedaan kacamata, yang dipakai oleh orang-orang tertentu. Sehingga memunculkan beberapa istilah yang mengandung konotasi negatif.

“Ini soal kacamata. Kalau kacamatanya kaca mata takwa, ia senang melihat orang yang taat. Tetapi, kalau kacamatanya, kacama un-takwa. Lihat orang bertakwa itu ‘sepet' pokoknya enggak senang. Karena enggak senang itulah akhirnya muncul banyak sebutan. Radikallah, inilah, segala macam. Dan itu konotasinya semua negatif,” ungkapnya.

Dan kondisi ini, menurutnya, sungguh sangat disayangkan juga menyedihkan. Sebab seharusnya, orang-orang yang ingin taat dan memperjuangkan Islam secara kaffah dimuliakan seperti Allah memuliakannya. 

“Ini saya kira sangat menyedihkan. Bagaimaa bisa orang yang ingin menerapkan Islam secara kaffah, yang bertakwa yang dipuji oleh Allah SWT sebagai orang yang paling mulia di sisi Allah (inna akromakum indallahi atqokum), ini hari disebut sebagi 'pokoknya jelek'. Ini kan kalau bahasa lugasnya 'kurang ajar'. Allah memuliakan kok kamu menghinanakan?” tandasnya.[] M. Siregar

Baca Juga

Post a Comment

0 Comments