Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Jejak Khilafah di Nusantara Sudah Baku dan Tidak Bisa Diperdebatkan Lagi


TintaSiyasi.com -- Sejarawan dan Direktur Institute Literasi Khilafah dan Indonesia (ILKI) Septian AW, menegaskan jejak khilafah di Nusantara merupakan hal yang sudah baku dan tidak bisa diperdebatkan lagi. 

"Perlu diketahui bahwasanya jejak khilafah di Nusantara adalah sebuah keniscayaan, suatu perspektif yang sudah baku dan tidak bisa diperdebatkan lagi," tuturnya dalam kelas Sejarah Popularitas Khilafah di Indonesia, Ahad (27/2/2022) melalui Zoom Meeting. 

Hanya saja, menurut Septian, ruang perdebatan terkait jejak khilafah di Nusantara mungkin terjadi dalam tataran diakusi para sejarawan, pada tataran teknis seperti, tangkapan terjadinya koneksi antara khilafah dan Nusantara, bagaimana bentuk hubungannya dan sejauh apa hubungan tersebut terbentuk. 

"Sama seperti halnya kita memahami atau mengetahui ada jejak Belanda di Nusantara, ada jejak Inggris di Nusantara, begitupun jejak khilafah di Nusantara adalah hal yang sudah baku, tidak bisa diperdebatkan lagi," imbuhnya 

Dia mengungkapkan, ketika khilafah runtuh di Turki, umat Islam di Indonesia juga sangat merasakannya, seperti merasa sedih, kecewa dan lain-lain. Dan hal itu menurut Septian, menandakan bahwa adanya ikatan emosional antata Muslim di Indonesia dengan khilafah. 

"Dan ini berkaitan dengan fakta yang terjadi bahwasanya ada hubungan khilafah dengan Nusantara. Dan sejarah hubungan khilafah dengan Nusantara ini pada dasarnya adalah sejarah yang penting diketahui oleh banyak masyarakat Muslim Indonesia," ujarnya. 

Lebih lanjut, Septian mengungkapkan dua pendapat kuat keniscayaan hubungan khilafah dengan Nusantara ataupun sebaliknya. Pertama, fakta bahwasanya nusantra itu menjadi wilayah dalam jalur perdagangan internasional sejak masa awal-awal abat masehi. 

"Sebagaimn jalur sutra internasional yang memang menghubungkan atau mengkoneksikan wilayah Nusantara dengan wilayah-wilayah yang lain, termasuk dengan wilayah Timur Tengah yang pada abat ke tujuh masehi sudah menjadi bagian wilayah Islam. Pada abad tersebut sudah ada kekuasaan Islam yaitu kekhilafahan," ungkapnya. 

Kedua, ada teori sejarah menunjukkan bahwa sejak masa lalu, bangsa-bangsa di seluruh penjuru dunia sudah memiliki koneksi satu sama lain. 

Dua hal itulah menurut Septian yang menjadi bukti bahwa mustahil kalau nusantara itu tidak terpengaruh atau tidak punya koneksi dengan bangsa lain seprti daulah khilafah. 

"Karena adanya jalur sutera, yaitu jalur perdagangan internasional kuno dari peradaban China yang menghubungkan wilayah barat dan timur. Jalur tersebut mempertemukan, para pedagang Barat dan Timur, begitupun sebaliknya untuk melakukan aktivitas perdagangan," terangnya. 

Dari situlah menurutnya koneksi dengan wilayah Timur Tengah, dan penguasa Timur Tengah saat itu ada. Maka sejak abad pertama masehi ada jalur perdagangan yang kemudian mnghubungkan Indonesia dengan bangsa lain. Jalur  Indonesia yang dilalui adalah selat Malaka. 

"Artinya Indonesia adalah menjadi salah satu pusat perdagangan yang penting pada jalur sutra ini. Ada bangsa-bangsa yang kemudian singgah kewilayah nusantara ini dan kemudian Nusantara faktanya memiliki banyak pengaruh dan peradaban dari luar," ungkapnya 

Maka hal itulah lanjut, Septian menyebabkan munculnya berbagai peradaban di Nusantara, seperi hindu budha dari India, kemudian ada peradaban Eropa yang kemudian menghadirkan peradaban sekularisme dan budaya Barat di Indonesia seprti adanya demokrasi dan republik di Nusantara Indonesia. 

"Berarti logisnya, mau masuk ke fakta sejarah, logika aja, berarti khilafah juga pasti kan. Pasti memiliki koneksi dengan Nusantara, atau Nusantara memliki koneksi dengan khilafah," imbuhnya. 

Keruntuhan Khilafah

Septian mengatakan keruntuhan khilafah memang mengejutkan dunia Islam saat itu termasuk Muslim di Indonesia. Muslim di Indonesia tidak hanya berminat dalam masalah khilafah tetapi juga berkewajiban memperbincangkan dan menyelesaikan masalah ketiadaan khilafah. 

"Dan saat itu muncul antusias terhadap khilafah memanas di kepulauan Hindia Belanda. Arsip pemerintahan Belanda menyebutkan bahwa periode tersebut, periode pasca keruntuhan khilafah disebut sebagai sebuah tonggak bersejarah dalam pergerakan umat Islam di negeri ini," tuturnya. 

Dia mengatakan dalam sejarah pergerakan nasional, memang setelah khilafah runtuh, sempat terjadi Islamisasi menguat di kalangan aktivis dan ulama pada saat itu. Tidak hanya itu, sempat juga akhirnya terjadi perpecahan dikalangan umat Islamnya sendiri. Maka pada saat itu banyak sekali bermunculan ormas-ormas Islam di Nusantara, termasuk memunculkan Nahdlatul Ulama itu. 

"Nah dalam kontek sejarah Indonesia inilah khilafah ketika runtuh langsung mencuri perhatian umat Islam di Nusantara. Sesaat setelah Mustafa kemal membubarkan khilafah ini langsung sampai infonya ke indonesia," ungkap Septian. 

Ia mengungkapkan, setelah keruntuhannya, khilafah menjadi topik yang sering diangkat Muslim Undonesia saat itu. Dalam satu kutipan di surat kabar Soeara Perdamaian merekap pidato H.O.S Tjokroaminoto yang menyebutkan bahwasanya khilafah itu sesuatu yang penting. 

"Bahkan Tjokroaminto memandang bahwa khilafah amat dibutuhkan bagi umat Islam. Saking pentingnya, urusan khilafah ini, Tjokro itu sampai meyakini bahwa jika umat Islam tanpa khilafah, seperti badan tanpa kepala gitu," Pungkasnya. []Rasman
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments