Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Tren Menuju Tegaknya Khilafah Semakin Nyata dan Terang Benderang


TintaSiyasi.com -- Menanggapi 101 tahun tanpa khilafah, Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM)  Agung Wisnuwardana mengatakan, tren menuju tegaknya itu semakin nyata dan semakin terang benderang.

"Trennya menuju tegaknya itu semakin nyata dan semakin terang benderang," tuturnya kepada TintaSiyasi.com, Jum'at (18/2/2022).

Ia memaparkan alasan semakin dekat tegaknya khilafah. Pertama, melihat perkembangan kapitalisme bahwa kapitalisme semakin sempoyongan dan memiliki kecenderungan untuk membunuh dirinya sendiri. 

"Kita tau bahwa kapitalisme ahir sejak tahun 1800 dan terus berkembang melahirkan kelompok satu persen, di mana kelompok satu persen ini kelompok elit, kelompok kapitalis, pemegang modal yang menguasai sebagian sumber daya. Kalau kita membaca dunia maka satu persen penduduk dunia kelompok elit ini menguasai hampir sembilan puluh persen sumber daya inilah yang disebut kesenjangan sosial," ungkapnya.

Lanjut ia mengatakan, terjadinya kesenjangan sosial coba diperbaiki oleh kapigalism sehingga muncul stakeholder kapitalism tahun 1970. 

Munculnya stakeholder kapitalism ini dilakukan guna melakukan perbaikan agar kapitalism itu tidak menguntungkan segelintir orang yang satu persen tadi tetapi memberikan manfaat lebih banyak pihak, lebih banyak pemangku kepentingan sehingga muncul fenomena Millenium Development Goals (MDGs),  Sustainable Development Goals (SDGs), Corporate Social Responsibility (CSR), serta carbon offset itu adalah cara supaya kapitalisme lebih memberikan manfaat pada banyak kalangan," terangnya.

Namun kebijakan tersebut tidak membuahkan hasil, oleh karena itu muncullah kelompok oligarki yang mana tidak jauh beda dari dengan apa yang disebut kelompok elit satu persen tadi. 

"Oligarki ini yang kemudian secara terang benderang otoritarian memanfaatkan kekuatan dari para politisi dan para birokrasi untuk melakukan radikalisme ekonomi, radikalisme politik, dan radikalisme hukum, mereka yang menentukan semuanya dan ini semakin dipahami oleh masyarakat," imbuhnya.

Lanjut ia mengungkapkan kedua, tren orang sadar dengan Islam semakin hari semakin menguat baik di luar negeri maupun di dalam negeri.

"Fenomena 212, fenomena masyarakat semakin mencintai Islam, semakin sadar dengan Islam dan Islam disadari bukan sekadar sebagai spiritual view tetapi sudah diarah menjadi politic view. Bagaimana Islam itu tidak dipandang sebatas spiritual tetapi Islam itu sebagai addin yang mengatur seluruh aspek kehidupan," jelasnya.

Perkembangan Islam juga dipantau oleh kaum kapitalis sehingga semakin membahayakan posisi mereka di tengah mereka sedang dalam proses membunuh dirinya sendiri. 

"Inilah yang kemudian muncul apa yang disebut dengan fenomena moderasi beragama di mana moderasi beragama arahnya adalah untuk menekan semangat kebangkitan Islam agar Islam tidak masuk ke ranah politik," katanya.

"Islam hanya sebatas spiritual view dan ini mencoba dipaksakan tetapi pemaksaan itu terlambat karena fenomena kebangkitan sudah terasa di mana-mana sementara mereka memaksakan kehendak dengan fenomena-fenomena yang naif seperti munculnya Buya Syakur dengan logika-logika yang malah dikalangan orang awam sendiri menganggap neg dengan hal tersebut," ungkapnya.

Ia menambahkan, kebijakan-kebijakan Kementerian Agama yang istilahnya terkait dengan pengaturan seragam sekolah itu hal-hal yang sangat naif sekali dan bagi masyarakat juga neg melihat yang seperti itu. 

"Saya melihat ini berbeda konteknya sehingga saya melihat bahwa fenomena menuju tegaknya khilafah itu bukan dengan bahasa kok belum tegak tetapi trennya menuju tegaknya itu semakin nyata dan semakin terang benderang," pungkasnya [] Alfia Purwanti
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments