Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Mahfud MD Sebut Tidak Ada Pelanggaran Hukum dalam Proyek Wadas Prof. Suteki Prihatin karena...


TintaSiyasi.com-- Menyoal pendapat Menkopolhukam, Prof. Mahfud MD bahwa tidak ada pelanggaran hukum yang dilakukan pemerintah dalam merencanakan dan melaksanakan proyek di Desa Wadas, Bener, Purworejo, Jawa Tengah, Pakar Hukum dan Masyarakat, Prof. Dr. Suteki, S.H., M.Hum. menyatakan keprihatinannya, karena model penyelenggaraan hukum kita ini ternyata masih legal positivism, sementara perkembangan hukum kita ini sudah memasuki era law and society.

"Saya prihatin karena model penyelenggaraan hukum kita ini ternyata masih legal positivism, sementara perkembangan hukum kita ini sudah memasuki era law and society. Jadi, pembentukan dan penegakan hukum yang baik tetap harus memerhatikan aspek sosial kemasyarakatan (social fact atau pun social effect)" tuturnya dalam segmen Tanya Profesor Aja "Telak! Prof. Teki Sanggah Pernyataan Mahfud MD Soal Wadas," di kanal YouTube Prof. Suteki, Jumat (11/2/2022). 

Prof. Suteki yang juga Guru Besar Fakultas Hukum Undip ini menjelaskan, penegakan hukum yang hanya mengandalkan soal legalitas formal hanya akan menghadirkan ketidakadilan, karena hukum dijalankan secara kaku, keras, dan dingin. 

"Hukum dimaknai sebatas peraturan atau putusan yang sebenarnya hanya merupakan scheleton atau bangkai yg telah terlepas dari ruh dan daging, saraf, dan otot yang membalutnya, yakni sosial masyarakatnya," sesalnya. 

Menjawab apakah ketika sesuatu itu legal secara hukum maka boleh semena-mena, Prof. Suteki menjawab, harus pula memahami legalitas formal itu ditempuh dengan cara apa. Ia menyebut, putusan pengadilan PTUN, PTTUN hingga MA tidak selalu mencerminkan keadilan substantif jika sebatas keadilan formal memang betul. 

Keadilan substantif ini yang semestinya menjadi ruh hukum, bahkan Thomas Aquinas pernah menyatakan lex injusta non est lex (hukum yang tidak adil bukanlah hukum)," ujarnya.  

Jadi menurutnya, legalitas formal tidak otomatis menghalalkan penggunaan kekuasaan untuk menjalankan hukum itu secara semena-mena apalagi jika ternyata situasi di lapangan masih memanas, seperti pelaksanaan Putusan MA Kasasi terhadap gugatan warga Wadas yg ditolak oleh pengadilan. 

Lebih lanjut ia menyampaikan, 
warga wadas yang menolak tetap menjadi pihak yang dilindungi baik oleh hukum maupun oleh HAM. Di mana menurutnya, upaya untuk mengadukan adanya ancaman, kekerasan, teror, dan lain-lain, bisa terus dilakukan baik kepada Komnas HAM, Ombudsman (pertambangan tak berizin), KPK (jika ada indikasi KKN), Kapolri, Presiden, atau DPR dan DPD. 

"Warga juga tetap bisa meminta supaya proyek penambangan yang berdampak strategi ini ditunda hingga setidaknya perbaikan UU Cipta Kerja selama dua tahun selesai. Sembari mencari jalan terbaik win-win solution," terangnya. 

Selain itu, ia menyebut bahwa warga bisa memberikan saran agar pemerintah mencari solusi alternatif pemenuhan kebutuhan batu andesit untuk keperluan pembangunan waduk Bener. 

Terkait fenomena industri hukum yang pernah disebut oleh Prof. Mahfud MD pada 2 September 2020, Prof. Suteki berpendapat tragedi Wadas merupakan salah satu wujud praktik industri hukum dalam pembuatan dan penegakan hukum. 

"Jika ternyata ada pola-pola pemaksaan kehendak dan penggunaan pendekatan kekuasaan dalam penegakan hukum untuk menjalankan proyek pemerintah," imbuhnya.

Selanjutnya ia berharap, polisi di garda terdepan dalam penegakan hukum seharusnya tetap berpegang teguh pada upaya humanis sesuai slogan Kapolri yakni presisi, prediktif, responsibilitas, dan transparansi yang berkeadilan.  

"Industri hukum yang menjadikan polisi sebagai tameng proyek pemerintah jika diteruskan maka akan mengubah wajah negara demokrasi menjadi police state. Apakah ini mungkin?" Tanya Prof. Suteki. 

Ia pun menjawabnya, sangat mungkin, karena tersiar kabar bahwa presiden telah memerintahkan Kapolri untuk mecopot Kapolda yang tidak bisa mengawal investasi.  

Ini saya kira juga terjadi di kasus Wadas. Sehingga tanggal 8 Februari 2022 terjadi pengepungan dan tanggal 10 tetap dikirim polisi untuk mendatangi rumah-rumah warga yang menolak. Ini pendekatan kekuasaan untuk menyukseskan proyek pemerintah," tandasnya. [] Puspita Satyawati

Baca Juga

Post a Comment

0 Comments