TintaSiyasi.com -- Menanggapi konflik tambang batu andesit di Desa Wadas, Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pelita Umat Chandra Purna Irawan S.H., M.H. mengatakan, masyarakat berhak menolak jika penambangan itu akan merugikan mereka.
"Masyarakat berhak menolak jika penambangan itu akan merugikan mereka," tuturnya kepada TintaSiyasi.com, Jumat (11/2/2022).
Ia menjelaskan, semestinya pelibatan masyarakat sekitar pertambangan untuk memberi persetujuan atas usaha tambang tidak lagi di tahapan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal), tetapi sejak pemerintah menetapkan kawasan tersebut sebagai daerah tambang.
Lebih lanjut ia mengungkapkan bahwa selama ini, persetujuan dari masyarakat baru diminta saat izin pertambangan sudah diberikan ke pengusaha, sehingga sulit bagi masyarakat menolak.
"Pemberian persetujuan masyarakat harus dilakukan secara langsung, melalui referendum lokal. Persetujuan rakyat tidak dapat diwakilkan melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) atau pemerintah daerah karena dikhawatirkan sarat kepentingan pribadi mereka," ungkapnya.
Terkait penangkapan masyarakat yang meolak keberadaan tambang dengan tuduhan merintangi atau mengganggu kegiatan pertambangan, menurut Chandra bahwa Pasal 162 UU No 4/2009 hanya dapat diberlakukan, jika pemegang izin usaha pertambangan (IUP) atau IUP khusus, telah menyelesaikan hak atas tanah dengan pemegang hak sebelum usaha produksi pertambangan dilakukan.
"Pasal 162 memiliki semangat yang bertentangan dengan Pasal 66 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dimana dalam ketentuan ini mereka yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun perdata," tegasnya.
"Termasuk warga yang mengabarkan secara langsung sepatutnya tidak dapat dipersoalkan menggunakan UU ITE," imbuhnya.
Ia mengatakan, seharusnya kegiatan tambang tersebut dihentikan dengan dasar adanya Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 91/PUU-XVIII/2020. Putusan MK yang dimaksud merupakan putusan terhadap perkara pengujian formil Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
"Salah satu amar putusan MK yaitu memerintahkan menangguhkan segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas," pungkasnya.[] Alfia Purwanti
0 Comments