Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kisah-Kisah Teladan Ulama tentang Penghargaan terhadap Waktu


TintaSiyasi.com -- Mudir Ma’had Khadimus Sunnah Bandung Ajengan Yuana Ryan Tresna, M.E., M.Ag. mengisahkan teladan ulama tentang besarnya penghargaan para ulama terdahulu terhadap waktu. 

"Hari ini kita belajar, bagaimana ulama zaman dulu memberikan penghargaan kepada waktu," kisah Ajengan Ahli Hadis tersebut di YouTube Tsaqofah TV, Senin (04/05/2020). 

Ia menyarankan untuk membaca sebuah kitab yang berjudul Iqaamatuz Zamaani 'inda Ulamaa yang di dalamnya terdapat banyak kisah yang bagus untuk diteladani. 

"Mudah-mudahan Allah ï·» menjadikan kita orang yang senantiasa pandai dalam me-manage waktu dalam menghargai waktu dan tidak terlena dengan fananya dunia. Kita bisa belajar dari zuhudnya dan kehebatan para ulama," pungkasnya.

Amir bin Abdi Qais

"Ada kisah yang sangat menarik, misalnya kisah tentang riwayat dari Amir bin Abdi Qais. Siapa dia? Dia adalah salah seorang tabiin yang zuhud," ungkapnya. 

Ajengan Yuana mengisahkan, ada seorang pria berkata kepada Amir bin Abdi Qais, "Ngobrol-ngobrollah denganku, berbincang-bincanglah denganku." Lalu Amir bin Abdi Qais menjawab, "Tahanlah mentari, baru engkau boleh ajak aku berbincang-bincang," kisahnya.

Ia menerangkan, ulama tabiin tersebut menolak ajakan sekadar berbincang-bincang melalui ungkapannya 'tahanlah mentari' yang bernakna 'hentikanlah perputaran waktu'. 

"Sungguh, waktu itu senantiasa merayap dan bergerak maju. Setelah berlalu, tidak akan bisa kembali. Maka, kerugian akibat tidak memanfaatkan waktu adalah kerugian yang tiada bandingnya. Carikan kompensasi. Karena, setiap waktu membutuhkan amal perbuatan sebagai isinya," terangnya. 

Hasan Al-Bashri

Ajengan Yuana menjelaskan kisah yang lain, yakni dari Hasan Al-Bashri, seorang tabiin yang sangat agung. Ulama tersebut mengemukakan sebuah ungkapan yang menggambarkan bagaimana pandangannya terhadap waktu. 

"Innamaa anta ayyaam, faidzaa dzahaba yaumun, dzahaba ba'duhaa, semata-mata kamu ini adalah kumpulan hari, jika satu hari berlalu, maka berlalulah sebagian dari dirimu," tuturnya.

Khalil bin Ahmad

Ajengan Yuana memaparkan kisah yang diungkap oleh Abu Hilal Al-Asy'ari dalam kitabnya, yaitu tentang kisah Khalil bin Ahmad. "Beliau mengatakan, Khalil bin Ahmad adalah seorang ulama yang paling cerdas. Lahir pada tahun 100 Hijriyah dan wafat tahun 170 Hijriyah," tuturnya. 

Ia mengatakan bahwa Abu Hilal mengutip perkataan dari Khalil bin Ahmad, yang mengatakan bahwa, “Waktu terberat bagiku adalah di mana bahwa aku harus makan”. Kemudian Abu Hilal memberikan tanggapan, “Allahu Akbar. Betapa fana dunia dalam ilmu yang dimiliki. Betapa hebat kecemburuan atas lenyapnya manfaat waktu di hadapanku.”

"Begitu fana dunia ini di hadapan Khalil bin Ahmad, sampai-sampai makan saja menjadi sesuatu yang mengganggu hikmatnya kepada ilmu dan hikmatnya kepada umat,” ulasnya. 

Muhammad bin Hasan

Kisah ulama selanjutnya yang dicontohkan Ajengan Yuana adalah kisah Muhammad bin Hasan. Diceritakan bahwasanya beliau termasuk ulama yang tidak banyak tidur malam, kecuali sangat sedikit.

Dikisahkan dalam kitab Miftaahus Sa'aadah wa Misbaahus Siyaadah halaman 23,  bahwa Muhammad bin Hasan adalah seorang Imam Ahli Fikih, seorang mujtahid, ahli hadis, murid Abu Hanifah. Lahir tahun 130 Hijriyah dan wafat tahun 189 Hijriyah. 

"Muhammad bin Hasan sering tidak tidur malam. Biasanya dia meletakkan beberapa jenis buku di sisinya. Bila bosan membaca satu buku, maka beliau menelaah buku yang lain. Beliau biasa menghilangkan rasa ngantuk dengan air, sembari berujar, 'Sesungguhnya tidur berasal dari panas.’ Ini yang kemudian juga didokumentasikan oleh Syaikh Az-Zarnuji dalam kitab Ta'limul Muta'alim," tutupnya.[] Binti Muzayyanah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments