TintaSiyasi.com -- Ulama Aswaja K.H. Rokhmad S. Labib mengkritisi akidah sekularisme dalam Ekspo Rajab 1443 Ambruknya Kapitalisme tegaknya Peradaban Islam season Kelas Eksekutif: Kritik Akidah Kapitalisme, Kamis, (24/2/2022) di EkspoRajab.com.
"Akidah kapitalisme adalah sekularisme," tuturnya. Ia menjelaskan, sekularisme adalah memisahkan kehidupan dengan agama. sehingga menurutnya, sekularisme masih percaya Tuhan, tapi tidak mau menjadikan aturan Tuhan sebagai pengatur hidupnya.
"Dari mana mau ke mana dan untuk apa maka kapitalisme sekulerisme memberikan jawaban. Percaya Tuhan. Sebenarnya percaya Tuhan itu karena sekularisme ini dia masih mengakui adanya agama. Agama boleh ada dan isi dari agama itu secara garis besar adalah mengajarkan tentang ketuhanan, dan mengajarkan tentang kehidupan pasca-kehidupan dunia ini. Itu kalau kita lihat inti dari agama," jelas Kiai Labib.
Menurut Kiai ini, ketika
kapitalisme itu mengakui keberadaan agama, berarti bisa dikatakan
kapitalisme mengakui adanya Tuhan, percaya adanya Tuhan. Yang tentang
Tuhan itu siapa dan segala macamnya itu diserahkan kepada agama. Demikian juga mengakui adanya akhirat, yang hal ini diserahkan kepada agama.
Tetapi, antara Tuhan dengan akhirat. Dengan katalain adanya agama. Ya
ini perkara yang diatur oleh agama ini tidak boleh mengatur kehidupan.
"Ya,
di sini ada terputus hubungan antara agama dengan kehidupan dunia. Ya
inilah kalau kita lihat kapitalisme itu muncul sebagai jalan tengah
antara atheisme dan agama. Kita lihat pada saat munculnya kapitalisme
sekularisme itu adalah ketika ada pertentangan dua kelompok agamawan
yang saat itu diterapkan dalam kekuasaan dan pada saat yang sama ada
kelompok cendekiawan, kelompok pemikir filosof yang mereka menolak agama
dengan berbagai macam buktinya," jabarnya.
Ia menjelaskan,
pertikaian antara agamawan dengan cendekiawan begitu sengit. Sehingga,
ada yang mencari jalan tengah, soal agama jangan digunakan untuk
mengatur kekuasaan dan negara. Mereka memisahkan agama dengan negara.
Sebagaimana slogan yang terkenal, berikan hak kaisar kepada kaisar, dan
hak Tuhan kepada Tuhan.
"Untuk menunjukkan bahwa tidak boleh ada
lagi kolaborasi antara agama dengan kekuasaan. Kemudian pada saat itu
ditengahi oleh kaum sekuler ini agama tidak dihilangkan sama sekali,
tetapi tidak boleh mengatur kehidupan. Maka, akidah sekulerime ini
adalah memisahkan agama dari kehidupan. Faslu din anil haya," jelasnya.
Ia
menjelaskan, sekularisme ini kalau lihat dari sisi sejarahnya muncul
sebagai respons terhadap pertentangan antara kaum gereja dengan kaum
filosof, kaum atheis lah kalau kita lihat secara saat ini.
Jadi,
sebelum muncul sekularisme ini, ia mengatakan, Eropa berada di bawah
kekuasaan monarki yang pada saat itu disebut juga theokrasi. "Mengapa
disebut theokrasi? karena raja-raja di Eropa mereka untuk berkuasa
mendapatkan legitimasi Dari gereja dari paus. sehingga seseorang kaisar
atau seorang raja di Eropa sana itu baru sah menjadi seorang raja,
manakala dia mendapatkan pengesahan dari gereja. Yakni, pendeta atau
paus. Yang paus itu dalam doktrin nasrani itu sebagai wakil Tuhan,"
katanya.
"Maka apa pun yang dilakukan raja itu benar kalau sudah
mendapatkan restu dari gereja yang menjadi wakil Tuhan. Sehingga ada
ungkapan pada saat itu raja kaisar itu tidak pernah salah. Karena sudah
mendapatkan legitimasi, pengesahan dari gereja. Tetapi, realitasnya
keputusan-keputusan kaisar romawi atau di negara-ngara Eropa itu tidak
membawa kebaikan," bebernya.
Inilah di antaranya, jelas dia, yang
mengakibatkan penentangan rakyat mereka kepada raja dan gereja. Dan
akhirnya sampai pada tingkat mereka ingin membuang agama. Karena, agama
ternyata betul-betul tidak membawa kebaikan, tetapi justru membuat
mereka sengsara.
"Nah, sehingga ketika mereka ingin menghilangkan
agama itu muncul apa yang disebut jalan tengah tadi. Agama sudah tidak
perlu dihilangkan, tetapi agama biar ada. Namun, agama tidak mengatur
kehidupan. Kehidupan biar diatur manusia sendiri," katanya.
Dari
situ, ia melihat, ada agamawan dan ada negarawan. Keduanya dipisahkan
sedemikian rupa. "Inilah sekularisme. Yakni memisahkan agama, agama
tidak menjadi dasar bagi negara. Agama boleh ada tapi tidak mengatur
kehidupan. Sekularisme adalah akidah yang memisahkan agama dari
kehidupan," jelasnya.
Menurut dia, ada garis besar yang bisa ditarik yang ini menjadi ciri khas utama sekularisme yang menjadi akidah kapitalisme.
Komunisme
Kiai Labib menerangkan, jawaban ideologi sosialisme ketika menjawab tiga pertanyaan di atas dengan tegas mengatakan, tidak ada Tuhan. "Sekarang kalau kita lihat jawaban komunisme. Ketika komunisme bertanya tentang darimana berarti bertanya tentang asebelum kehidupan manusia. Apakah ada yang menciptakan dunia. Nah komunisme dengan tegas mengatakan bahwa tidak ada Tuhan, dia tidak percaya adanya tuhan. Tidak ada pencipta. Apakah ada kehidupan setelah dunia? Jawabannya juga tegas enggak ada. Tidak ada akhirat, enggak ada kehidupan sesudahnya yang ada hanyalah kehidupan semata. Yang itu merupakan hasil evolusi materi yang panjang dari satu sel dalam berbagai macam teori yang inti dari semua teori itu berkesimpulan tak ada Tuhan," katanya.
Begitulah adalah akidah sosialisme, lanjutnya. "Dia menjawab dari mana manusia berasal, untuk apa dan ke mana? Jawabannya seperti itu, dari mana manusia itu dari materi. Untuk apa? Ya, untuk materi. Ke mana? Ya, tidak akan kembali kemana mana. Manusia akan kembali menjadi materi, manusia hanya berubah dari satu bentuk materi ke bentuk materi yang lain tidak bisa diciptakan tidak bisa dimusnahkan. Inilah akidah sosialisme komunisme. Maka, sikap berikutnya apa menolak dan memusuhi agama walaupun ada agama, maka disebut sebagai candu," jabar Kiai pengisi rubrik tafsir di majalan Al-Waie ini.
Islam
Ia menjelaskan, Islam juga merupakan akidah, karena Islam juga menjawab
pertnyaaan yang sama dari mana, untuk apa, dan akan ke mana. "Islam dengan tegas menjawab bahwa dari mana? Dari Allah SWT, pencipta segala sesuatu. Yang
ciptakan alam semesta, manusia dan kehidupan ketika ada pertanyaan
untuk apa Manusia hidup? Maka jelas jawaban Islam bahwa untuk beribadah
kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Wa ma kholaqtul jina wal insa illa
liya budun," katanya.
Setelah hari kiamat, ia menjelaskan, manusia akan kembali kepada Allah SWT, ada hubungan antara Allah SWT dengan kehidupan dunia, manusia, dan hari kiamat.
"Apa hubungannya? Yakni, ketika manusia hidup didunia ini dia wajib mentaati perintah dan larangan Allah subhana wata'ala. Sedangkan hubungan manusia kehidupan dunia dan akhirat adalah di sana ada hisab dan pertanggungjawabn amal manusia, amal yang dikerjakan pada saat dalam kehidupan dunia," katanya.
Ia menjelaskan, Allah memberikan hukum kepada manusia, sistem syariah yang wajib diterapkan dan hukum yang diturunkan nanti akan digunakan oleh Allah SWT untuk menghisab dan mengadili manusia pada hari kiamat. "Ada hubungan yang sangat erat antar itu yang ini tentu tidak ada dalam kapitalisme. Moga-moga dengan seperti ini bisa punya gambaran. Apa itu akidah?" paparnya.
"Pengertian akidah, akidah itu bahasa Arab. Menurut bahasa adalah maa aqada alaihi qalb. Aqada di sini maknanya adalah maa jaza ma bihi faudu, sesuatu yang dibenarkan, sesuatu yng dipastikan oleh hati ini. Maa jaza maa bihi faudu. Maknanya begitu. Itu secara makna bahasa, katanya.
"Nah,
kemudian kalau kita perhatikan sesuatu yang dibenarkan oleh hati ini,
ini akan memiliki pengaruh ketika apa? Ketika yang dibenarkan, yang
diyakini adalah perkara yang amrun asasiyun, perkara yang mendasar. Atau perkara cabang yang berasal dari perkara mendasar," ujar Kiai Labib, sapaannya.
Ia jelaskan ulang, "Kalau misalnya ada jari saya satu ini ketika saya tunjukkan kepada panjenengan (kamu), maka panjenengan yakin ini jari. Jumlahnya berapa satu, kalau begini jumlahnya dua. Berarti ketika panjenengan
membenarkan, saya benarkan, saya yakini bahwa itu jari jumlahnya satu.
Itu sesuatu yang dibenarkan oleh hati. Tetapi, sebenarnya keyakinan hati
itu tentang hal tersebut tidak mempengaruhi pada perilaku."
Perkara yang memiliki pengaruh terhadap perilaku, katanya, adalah keyakinan seseorang terhadap perkara yang mendasar.
"Katakanlah
kalau misalnya kita bicara ya tentang Tuhan. Mengapa orang shalat?
Karena ada keyakinan Tuhan itu ada. Kenapa orang itu puasa yang mulai
pagi terbit fajar sampai terbenamnya matahari tidak berani makan tidak
berani minum. Padahal jutaan orang tidak melihatnya, Karena satu
keyakinan bahwa Tuhan melihatnya,"jelasnya.
Ia menegaskan,
keyakinan ada Tuhan, keyakinan Tuhan itu melihat itulah yang membuat
perilaku seseorang. Ia memisalkan, orang pada saat yang sama
menginginkan uang, butuh uang, perlu uang dan keperluannya itu mungkin
sangat mendesak. Tapi ada uang di sana uang itu haram. "Nah, dia tidak
mengambilnya. Kenapa? Karena ada keyakinan kepada Tuhan," katanya.
Itu
menunjukkan bahwa kepercayaan kepada sesuatu yang mendasar, karena ada
Tuhan, menurut dia, itu memberikan pengaruh yang sangat besar bagi
perilaku manusia.
Atau sebaliknya katakanlah misalnya orang tidak percaya bahwa Tuhan itu ada, maka itu akan mempengaruhi perilakunyta, katanya.
"Coba
bayangkan kalau orang menganggap bahwa Tuhan itu tidak ada, untuk apa
harus shalat wong Tuhan yang disembah tidak ada. Untuk apa harus puasa
karena Tuhan yang dipuasai juga tidak ada. Kenapa harus takut untuk
mencuri untuk merampok, Tuhan tidak ada," katanya, jika orang tidak
percaya Tuhan.
Menurut dia, keyakinan kepada Tuhan itu akan
memberikan pengaruh yang sangat besar. Demikian juga misalnya, keyakinan
bahwa hari akhir tidak ada, enggak ada hari pembalasan. Neraka tidak
ada, surga tidak ada, maka tidak akan ada orang istilahnya mengendalikan
perilakunya kecuali hanya senang tidak senang.
"Nah, itu
menunjukkan bahwa perkara yang dibenarkan bukan sekadar perkara, tetapi
perkara yang mendasar. Nah, apa itu perkara yang mendasari itu? Kalau
kita kaji lagi ternyata amrun asasiy itu begini. Itu adalah al fikratul kuliah pemikiran
yang menyeluruh tentang alam semesta manusia dan kehidupan, tentang
sebelum kehidupan dunia, dan sesudahnya. Juga hubungan antara sebelum
dan sesudahnya," katanya.
Jadi, kalau ia terjemahkan bukan
tentang satu tentang alam semesta, manusia dan kehidupan, yaitu
kehidupan dunia, tentang sebelum dan sesudah kehidupan dunia dan tentang
hubungan antara kehidupan dunia dengan sebelum dan sesudah kehidupan
dunia.
"Nah, itulah kalau kita lihat menjadi akhirnya akidah itu
memiliki makna istilah. Istilahnya seperti tadi ya. Supaya lebih jelas
mungkin definisi kalimat ini mungkin lebih sulit," ujarnya.
"Perkara mendasar itu sebenarnya adalah perkara yang menjadi jawaban atas pertanyaan memdasar. Apa itu pertanyaan mendasar? Pertanyaan mendasar itu seputar tiga pertanyaan. Dari mana saya berasal, untuk apa saya datang ke dunia, ke mana saya akan kembali. Inilah pertanyaan mendasar," jelasnya.
"Maka, ide apa pun yang bisa menjawab pertanyaan mendasar tadi, terlepas apakah jawabannya benar atau salah, maka katanya itu bisa dikategorikan sebagai akidah," tuntasnya.[] Heni Trinawati dan Ika Mawarningtyas
0 Comments