Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Haram Hukumnya Menabung dan Gadai Emas di Pegadaian


TintaSiyasi.com -- Ahli Fiqih Islam K.H. Shiddiq Al Jawi, S.Si., M.Si. menegaskan bahwa menabung emas dan gadai emas di pegadaian hukumnya haram.

“Menabung emas dan gadai emas di pegadaian hukumnya haram,” tegasnya dalam Kajian Tanya Jawab Fiqih Edisi 652: Hukum Nabung Emas Dan Gadai Emas Di Pegadaian, Kamis (10/02/2022) di kanal YouTube Ngaji Subuh.

Kiai Shiddiq memaparkan empat alasan yang menjadikan hal tersebut hukumnya haram. Pertama, karena dalam transaksi jula-beli emas tersebut, pegadaian telah menjual emas yang tidak dimiliknya. Sebab, emasnya sendiri belum dicetak pada saat akad jual-beli. “Padahal, Islam telah melarang jual-beli barang yang tak dimiliki, sesuai sabda Nabi ï·º dalam sebuah hadis riwayat Ahmad yang artinya, ‘Janganlah kamu menjual apa-apa yang tidak ada di sisimu,” sebutnya.

“Menurut Imam Taqiyuddin An Nabhani di dalam kitab Al Syakhsiyyah Al Islamiyyah, II/288, kalimat laa laysa ‘indaka, apa-apa yang tak ada di sisimu dapat bermakna maa laysa fii milkika, apa-apa yang bukan milikmu," terangnya. 

Kedua, karena dalam transaksi jual-beli emas tersebut tak terjadi serah terima (taqaabudh) secara kontan. “Faktanya, nasabah hanya menyerahkan uang tanpa menerima emasnya secara fisik,” tegasnya.

Ia menambahkan, emas termasuk enam barang ribawi yang mensyaratkan serah terima secara kontan sesuai sabda Nabi ï·º dalam sebuah hadis riwayat Muslim nomor 1587 yang artinya, ‘Emas ditukar dengan emas, perak ditukar dengan perak, gandum ditukar dengan gandum, jewawut ditukar dengan jewawut (al sya'ir bi al sya'ir), kurma ditukar dengan kurma, garam ditukar dengan garam, harus sama takarannya (mitslan bi mitsli sawa'an bi sawa'in) dan harus dilakukan dengan kontan (yadan bi yadin). Dan jika berbeda jenis-jenisnya, maka juallah sesukamu asalkan  dilakukan dengan kontan (yadan bi yadin).

“Hadis ini menunjukkan, jika emas diperjualbelikan wajib ada serah terima (taqaabudh) fisiknya secara kontan yang ditunjukkan oleh sabda Nabi ï·º yadan bi yadin, yaitu dari tangan ke tangan atau secara kontan, bukan sekedar dicatat dalam buku tabungan,” tuturnya.

Ketiga, karena pada akad penitipan terjadi transaksi riba pada dua titik, yaitu biaya fasilitas penitipan dan harga buyback yang berbeda dengan uang yang dititipkan. “Apa yang diklaim penitipan emas sebenarnya tidak ada, karena emasnya sendiri belum dicetak. Jadi, penitipan yang ada sebenarnya bukan penitipan fisik emas, melainkan penitipan uang sebagai harga emas, yang secara syar'i tak dapat dikategorikan titipan (wadiah) melainkan qardh (pinjaman),” imbuhnya.

“Demikian pula ketika terjadi buyback, sebenarnya faktanya bukan nasabah menjual kembali emasnya, tapi hanya meminta uangnya kembali namun mendapat pengembalian yang nilainya tidak sama. Maka selisih yang dinikmati pegadaian itu jelas riba,” tuturnya.

Keempat, karena terjadi multiakad (hybrid contracs), yaitu gabungan akad jual-beli dengan akad qardh (yang diklaim sebagai akad penitipan emas). “Padahal syariah telah melarang multiakad sesuai hadis Ibnu Mas'ud ra, bahwa Nabi ï·º dalam sebuah hadis riwayat Ahmad telah melarang dua kesepakatan dalam satu kesepakatan  (shafqataini fii shafqah wahdah),” pungkasnya.[] Wiji Lestari.
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments