TintaSiyasi.com -- Menanggapi mahalnya biaya pemindahan ibu kota negara (IKN) baru, Direktur Pamong Institute Drs. Wahyudi Al-Maroky, M.Si. mempertanyakannya, siapa yang menikmati efeknya, rakyat atau oligarki.
"Apakah efek dari biaya yang mahal itu (pindah ibu kota) dinikmati oleh rakyat untuk memberikan kesejahteraan, atau hanya rakyat yang segelintir orang menyebutnya kaum oligarki?" ujarnya dalam Islamic Lawyer Forum (ILF) Edisi 38: Menggugat UU IKN, Senin (31/1/2022) di YouTube LBH Pelita Umat.
Ia membeberkan, bila orang-orang yang di Jakarta pindah semua ke IKN baru di Kalimantan, maka tinggal kalikan saja harga tiket dengan jutaan orang yang pindah ke sana dan itu pasti biayanya luar biasa besar.
"Apakah yang menikmati yang mengerjakan proyek itu, yang dapat tender-nya, atau mereka yang menjadi konsultannya atau mereka yang dekat dengan akses kekuasaan sehingga mendapatkan benefit ekonomi maupun politik di situ?" tanyanya.
Ia menilai, kalau satu daratan kan bisa ditempuh dengan mobil saja, kalau ke sana harus ditempuh dengan pesawat terus mobil lagi dengan sarana prasarana lebih terbatas pasti biaya lebih mahal dan harus diperhitungkan pasti biayanya jauh lebih mahal.
"Saya pikir kalau dihitung-hitung, karena pemerintah itu hadir melayani rakyat, dan pemerintah itu filosofinya hadir karena ada rakyat yang semestinya diurus, maka semestinya dari sisi pemerintahan itu lebih mendekatkan kepada rakyatnya," tutur Bung Roky, sapaan akrabnya.
Menurutnya, harapannya urusan rakyat lebih cepat, lebih lancar. Sehingga, apabila diibaratkan banyak negara lain yang pindah ibu kota itu tidak melompat, ada di satu daratan yang sama. Selain itu, akses infrastruktur juga murah dan seterusnya.
"Pindah ibu kota itu tidak haram boleh-boleh saja, tetapi memang harus dihitung, kalau memang banyak uang karena ibu kota milik semua warga negara maka perlu dipertanyakan kepada warga negara," ungkapnya.
Ia menegaskan, "Kalau banyak uang digunakan yang lain untuk kesejahteraan warga negara, jadi pindah ibu kota itu sah-sah saja, boleh saja. Kita juga pernah pindah ibu kota berkali-kali."
"Bahkan dalam catatan sejarah misalnya, pemerintah Islam itu pernah pindah ibu kota sampai 45 kali, memang kotanya kota besar, peninggalannya sangat monumental pernah di Madinah, Damaskus, Baghdad, Mesir, ke Utsmani Turki bisa pindah-pindah," katanya.
Tapi, memang karena diperlukan saat itu, front line-nya ada di situ, urusannya banyak di daerah situ, imbuhnya.
"Jadi, apa memang pemerintahan sekarang diperlukan pindah ke Kalimantan karena dengan alasan mendekatkan kepada rakyat atau urusannya semua di situ? Wallahu a'lam," pungkasnya.[] Munamah
0 Comments