Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Direktur Imune Paparkan Bahaya Fatal Kebijakan Pindah IKN


TintaSiyasi.com -- Menyoal tentang perpindahan ibu kota negara (IKN) yang dianggap minim perencanaan, Direktur Institute Muslimah Negarawan Dr. Fika Komara memaparkan bahaya fatalnya kebijakan tersebut, jika terburu-buru pindah IKN. 

"Sebenarnya ada dua bahaya paling fatal dengan adanya kebijakan IKN yang terburu-buru ini," ungkapnya pada TintaSiyasi.com, Kamis (10/02/2022).

"Pertama, secara budgeting anggaran. Kondisi rakyat kelaparan, rakyat terbebani dengan pandemi. Pascapandemi ekonomi kita babak belur, seharusnya budget itu disalurkan untuk hal yang prioritas dulu," ungkapnya. 

Menurut dia, memang dalam Islam, prioritas itu memenuhi kebutuhan rakyat terlebih dahulu. Ketika hal ini tetap ngotot dilakukan, maka Fika mengatakan, "Bahaya yang paling dekat adalah bagaimana terabaikannya kebutuhan dasar rakyat yang sangat luar biasa."

Kedua, bahaya riba, jika memang ada skema pembiayaan selain APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) sudah lebih jelas lagi bahayanya, menantang ridha Allah akan dicabut barokahnya di setiap pembangunannya. 

"Kita semua sudah sama-sama paham, bahwa pembangunan infrastruktur di negeri ini banyak mengalami masalah dan kerusakan sosial, bisa jadi karena salah satunya sebab banyak skema-skema pembangunannya yang tidak Allah ridhai, karena utang ribawi dan itu menurutnya adalah salah satu yang fatal," tegasnya. 

Fika menyatakan, penyakit orang yang yang berpikiran jangka pendek adalah, dia akan mudah untuk ditunggangi oleh orang-orang yang mempunyai kepentingan jangka panjang. Nah, itu ia katakan problemnya.

Bahaya

Ia mengutip penelitian dari Kementerian Luar Negeri. "Ada 14 inisiatif konektivitas pembangunan di Asia-Pasifik. Bayangkan, semua itu rata-rata mempunyai jangka waktu yang sangat panjang," jelas Fika. 

Fika mengungkapkan kekhawatirannya, dalam politik luar negeri bukan ruangan kosong, ada dipenuhi dengan kompetisi inisiatif pembangunan. 

"Nah, ketika membangun infrastruktur membangun ibu kota, hanya berorientasi jangka pendek saja. Bahkan, tadi yang saya list dari dokumen Kementerian Luar Negeri itu ada 14 untuk inisiatif konektivitas saja," jelasnya.

"Apa itu connectivity blueprint, belt and road inisiatif Cina dengan OBOR-nya. Amerika Serikat dengan inisiatif Indopasifik-nya, itu kan proyeknya tidak setahun, dua tahun, tapi puluhan tahun dengan dana yang luar biasa besar. Belum dari Eropa, Korea, IMTGT dari Cina, India, Iran dan lainnya."

"Nah, sementara kita bagaimana kemudian bisa menghadapi itu. Apakah membuka diri dengan menyerahkan leher kita untuk digorok oleh pihak lain, mereka yang mempunyai kepentingan yang jauh lebih panjang lebih besar dan punya inisiatif yang jauh lebih terukur jauh lebih matang dan terencana," lugasnya. 

Menurut dia, seharusnya pemerintah berpikir tentang tantangan dan hambatan zaman. Tetapi, ia melihat, pemerintah hanya berorientasi pada pengerjaan proyek saja yang dihitung perputaran duit harian, padahal negara lain itu sudah berpikir untuk 10 tahun dan 20 tahun berikutnya dan ini adalah bahayanya yang luar biasa, skenarionya jadi liar.

"Ketika ditanya, bagaimana memprediksinya? Sulit, karena memang skenarionya terlalu riak, kita hanya berhenti pada tataran setahun, dua tahun dan lima tahun. Bahwa kita akan sangat mudah untuk ditunggangi oleh kepentingan-kepentingan luar. Sementara
inisiatif-inisiatif yang lain, berada dalam jangka waktu yang berdekade-dekade dan mereka mempunyai kekuatan yang lebih besar, Dan siapa yang akan memenangkan itu," tanya Fika. 

Resonansi Islam 

Fika menuturkan, "mantan presiden Amerika Ricard Nixon saja, bisa membaca potensi umat Islam, yang ditulis
dalam buku America and The History Opportunity. Ia mengarahkan perhatiannya kepada umat Islam, ia takjub dan bingung, "Islam itu bukan hanya agama, tapi juga dasar peradaban besar dan sebenarnya penuh dengan kekacauan politik ada satu fenomena yang luar biasa."

Ia menjelaskan, ada solidaritas yang terus-menerus, yakni resonansi. "Resonansi ikut bergetarnya suatu benda karena ada benda lain yang bergetar dan memiliki frekuensi yang sama, mungkin kita bergerak sendiri sendiri tetapi karena kita terus-menerus menyempurnakan kewajiban mencontoh dan meneladani Rasulullah, bergerak bersama secara komunal itu agar resonansi secara global, ada getaran yang terus-menerus," katanya.

Sampai-sampai Richard Nixon itu mengatakan mereka itu sebenarnya tidak solid tidak ada satu komando yang sama, tapi kok solidaritasnya menyatu dan bertemu, katanya. Ia menilai, ibarat resonansi tadi, getarannya bergetar juga. Satu kejadian di Palestina semua berteriak, satu kejadian di Rohingya semua teriak. 

"Saya pikir begitu pun dengan masalah IKN ini, ketika yang dikorbankan itu kedaulatan dan persoalan-persoalan rakyat. Keberpihakan, apakah demi mengabdi kepada cita-cita pemerataan kesejahteraan rakyat seperti yang didengungkan, pindah ke tengah agar merata pembangunannya atau sekadar melayani konektivitas rantai pasok global para pemodal kapitalis. Nah, ini bahaya fatalnya," tandasnya.[] Witri Osman
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments