Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Bela Warga Wadas, Prof. Suteki: Tindakan Represif Itu Melanggar Hukum dan HAM

YouTube Prof. Suteki

TintaSiyasi.com -- Merespons mengapa mesti membela warga Wadas pasca pengepungan ribuan aparat di desa tersebut saat pengukuran lahan, Pakar Hukum dan Masyarakat, Prof. Suteki mengungkapkan tindakan represif itu jelas melanggar hukum dan HAM. 

"Kepolisan harus segera menghentikan penangkapan warga, tim kuasa hukum, dan aktivis di Desa Wadas. Dan melepaskan orang-orang ditangkap karena alasan yang kurang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan.  Tindakan represif itu jelas melanggar hukum dan HAM," tuturnya dalam segmen Tanya Profesor Aja "Kenapa Bela Wadas? Prof. Teki: Ini Soal HAM Wong Cilik!" di kanal YouTube Prof. Suteki, Kamis (10/2/2022).

Prof. Suteki menyampaikan, perlu untuk mengecam dan mengutuk segala bentuk tindakan aparat yang terindikasi intimidatif, represif, dan konfrontatif yang dapat menimbulkan ketakutan, gangguan keamanan, dan ketertiban bagi warga di Desa Wadas.  

Lebih lanjut ia mengungkapkan, Ganjar Pranowo selaku Gubernur Jawa Tengah tidak memahami akibat hukum dari berakhirnya izin penetapan lokasi, izin perpanjangan penetapan lokasi serta proses ulang sebelum diterbitkannya izin penetapan lokasi yang baru. 

"Izin Penetapan lokasi Bendungan Bener telah berlaku selama 2 tahun dan perpanjangan selama 1 tahun. Sehingga penerbitan izin penetapan lokasi tanpa proses ulang melanggar Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Demi kepentingan umum, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Demi Kepentingan Umum," katanya.

Ia menilai, pertambangan batuan andesit tidak termasuk pembangunan untuk kepentingan umum.

"Hal ini tercantum sebagaimana Pasal 10 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Demi Kepentingan Umum. Sebagaimana telah diubah dalam Pasal 123 Angka 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Demi Kepentingan Umum," ujarnya.

Prof. Suteki membeberkan bahwa izin penetapan lokasi cacat substansi, karena dinilai tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah daerah Purworejo. 

"Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo tidak mengandung batuan andesit sebagaimana Pasal 61 Peraturan Daerah Nomor Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Purworejo. Kecamatan Bener juga merupakan wilayah yang dikategorikan sebagai rawan bencana longsor, sebagaimana disebutkan Pasal 42 Peraturan Daerah Kabupaten Purworejo Nomor 27 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Purworejo Tahun 2011-2031," bebernya.

Selain itu ia juga memaparkan  bahwa pertambangan andesit yang lebih dari 500 ribu meter kubik harus memiliki AMDAL tersendiri.

"Analisis dampak lingkungan (AMDAL) untuk rencana kegiatan pembangunan Bendungan Bener disebutkan bahwa sekitar 12.000.000 m3 batuan andesit akan dieksploitasi dengan kapasitas produksi 400.000 m3/bulan," ungkapnya.

Prof. Suteki menegaskan bahwa rencana pertambangan tidak memperhatikan prinsip-prinsip hak asasi manusia (HAM).

"Ganjar Pranowo selaku Gubernur Jawa Tengah tidak memperhatikan hak-hak yang dimilki oleh warga Wadas sehingga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar RI 1945, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, Undang–Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 Ratifikasi Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya," jelasnya.

Selanjutnya Prof. Suteki menilai bahwa rencana tersebut tidak memperhatikan perlindungan terhadap sumber mata air. 

"Kegiatan rencana pertambangan batuan andesit akan menghancurkan sumber mata air yang ada. Terdapat 28 sumber mata air yang tersebar di Desa Wadas. Sehingga izin penetapan lokasi melanggar Undang-Undang 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2014 tentang Konservasi Tanah dan Air dan Peraturan Daerah Kabupaten Purworejo Nomor 27 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Purworejo," ujar Prof. Suteki.

Lebih jauh Prof. Suteki menuturkan, bagi warga Wadas makna tanah bukan sekadar rupiah, melainkan menjaga agama dan keutuhan desa. 

"Tanah memberi warga kehidupan, sebagai sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, tempat beribadah kepada Allah SWT, dan lain sebagainya," tandasnya. [] Munamah dan Puspita Satyawati

Sumber: Kanal YouTube Prof. Suteki 

Baca Juga

Post a Comment

0 Comments