Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Rutan Jadi Ladang Bisnis Hingga Korupsi, Idealisme PH dan KPK Dipertanyakan

Tintasiyasi.com -- Praktik pungutan liar atau pungli di lingkungan rumah tahanan (rutan) KPK saat ini tengah menjadi sorotan. Selain total nominal yang besar hingga mencapai Rp4 miliar, sejumlah pihak juga melihat perlunya perombakan sistem di internal KPK. Kasus ini mencuat setelah Dewan Pengawas (Dewas) KPK mengumumkan adanya temuan praktik pungli di lingkungan rutan KPK. Ketua Dewas KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean menyebut, temuan itu didasari atas inisiatif penyelidikan yang dilakukan oleh Dewas.

Dikutip dari Jawapos, tanggal 23 Juni 2023 menuliskan, bahwa Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan pungutan liar (pungli) di rumah tahanan (rutan) KPK dilakukan oleh oknum petugas lapas, untuk meloloskan alat komunikasi dan berbagai keringanan. Ironisnya pelaku n para penghuni lapas kompak melakukan aksi tutup mulut. 

Praktik pungli dalam rutan/lapas sungguh bukanlah kasus baru dan pertama. Tahun 2016/2017 hal ini juga pernah terjadi. Apalagi rutan merupakan tempat terbatas yang tidak bebas diakses orang luar. Penghuni lapas dan keluarga serta para petugas lapas lah yang mengetahui realitas yang terjadi. Jika mereka memutuskan tutup mulut maka sumber utama tentu juga tertutup.

Seperti yang dikutip dari BeritaBisnis.com (6/2/2022), praktik jual beli kamar bagi warga binaan pemasyarakatan (WBP) diduga terjadi di Lapas Kelas I Cipinang, Jatinegara, Jakarta Timur. Seorang WBP Lapas Cipinang berinisial WC mengatakan bahwa dia dan narapidana lainnya harus membayar uang untuk dapat kamar selama menjalani masa tahanan.

Realitas di atas menimbulkan kecurigaan utama pada sistem pengaturan lapas. Pasti semua akan berpikir bagaimana mentalitas petugas lapas? Bukankah mereka juga pegawai yang menerima bayaran dari negara? Apakah para penguasa tahu kondisi tersebut? Fakta membuktikan 
 
Kemudian dikutip dari kilat.com (19 Mei 2023),  Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) atau Kemenkumham, dinilai tidak berupaya melakukan pembenahan. Muncul isu adannya pungutan liar alias pungli di salah satu lapas dengan modus menyewakan ponsel kepada tahanan. Belakangan ini, mencuat isu adanya kamar VIP di lapas narkoba. Selain itu, Kemenkumham semakin menjadi sorotan setelah anak Menkumham Yasonna Laoly, Yamitema Laoly diduga terlibat monopoli bisnis di lapas.

Jelaslah sudah bahwa ini bukan masalah personel dalam petugas lapas semata. Oknum selalu ada jika kesempatan mengijinkan. Beginilah gambaran sistem buruk sekularisme yang menjauhkan keimanan dalam diri masyarakat. Apalagi jika berhadapan dengan uang sebagai salah satu yang diagungkan dalam sistem ekonomi kapitalisme ini. Semua akan hijau pada waktunya.

Upaya Kepala Lapas Kelas IIB Wonogiri, Agustiyar Ekantoro, mengatakan apel deklarasi zero halinar (handphone, pungutan liar, dan narkoba) diikuti seluruh pegawai Lapas. Mereka menyatakan perang terhadap pungutan liar, peredaran dan penyalahgunaan narkoba dan handphone di Lapas Kelas IIB Wonogiri (Solopos.com 9/5/2023). Hal ini tentu saja dinilai gebrakan, tapi apakah cukup ?

Inilah yang Mahfudz MD katakan dengan ironis ketika menanggapi kasus ini. Meski dengan pandangan yang berbeda sebenarnya dalam kapitalisme korupsi memang sebuah keniscayaan yang sangat subur terjadi. Kita bisa melihat banyak fakta dan kasus di negeri ini juga di negeri kampium demokrasi. Viral beberapa saat yang lalu para koruptor hanya cukup minta maaf dan mengembalikan harta yang dikorupsinya.

Pertanyaan yang muncul berarti korupsi tidak perlu diganjar hukuman kah? Menggelikan untuk kasus yang jelas menelikung dan mengkhianati rakyat tiada hukuman yang setimpal untuk para koruptor. Lebih menggelikan lagi ketika dalam rutan mereka justru bisa mendapatkan hak VVIP dengan membayar sejumlah uang. 

Jelaslah disini bahwa hukum dalam sistem kapitalis tidak akan mampu membuat jera malah membuka kesempatan bisnis dan korupsi. Berbeda dengan sistem Islam yang menegakkan sistem berdasarkan Al-Quran dan As- Sunnah. 

Beberapa langkah yang dilakukan Khilafah dalam mencegah dan menindak tegas oknum dan koruptor: 

Pertama, Saat mengangkat pejabat negara. Khilafah menetapkan syarat adil dan takwa sebagai ketentuan selain syarat profesionalitas. Hal itu akan membantu mereka memiliki self control yang kuat. Pejabat negara juga tidak dibolehkan menerima hadiah dan suap.

Rasulullah berkata, “Laknat Allah terhadap penyuap dan penerima suap.” (HR Abu Dawud). Tentang hadiah kepada aparat pemerintah, Rasul berkata, “Hadiah yang diberikan kepada para penguasa adalah suht (haram) dan suap yang diterima hakim adalah kufur.” (HR Imam Ahmad)

Kedua, Khilafah juga menetapkan kebijakan perhitungan kekayaan mereka sebelum dan setelah menjabat. Jika ada selisih yang tidak masuk akal, maka negara bisa mengambilnya. 

Ketiga, Khilafah menetapkan hukuman yang tegas dan keras, bisa dalam bentuk publikasi, stigmatisasi, peringatan, penyitaan harta, pengasingan, cambuk hingga hukuman mati.

Keempat, pengawasan dari masyarakat. Masyarakat akan turut mengawasi jalannya pemerintah dan menolak aparat yang mengajaknya berbuat menyimpang. Seperti yang dicontohkan Khalifah Umar pada awal pemerintahannya menyatakan, “Apabila kalian melihatku menyimpang dari jalan Islam, luruskanlah aku walau pun dengan pedang.”

Maka inilah saatnya kita untuk memilih sistem mana yang ditegakkan dan sistem mana yang harus dicampakkan. Realitas membuktikan hanya sistem Islam yang mampu menjaga negara stabil, terdepan dan menjamin rasa aman secara hakiki.[]

Oleh: Retno Asri Titisari
(Pemerhati Generasi dan Sosial Ekonomi Keumatan)
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments