Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kolonialisme dan Kerusuhan di Prancis

TintaSiyasi.com -- Sejak 27 Juni 2023, Prancis tenggelam dalam lautan massa.Terdapat 45.000 polisi yang diterjunkan memecah gelombang massa kerusuhan yang makin meluas ke berbagai jantung kota. Mengutip Kompas.com (4/07/2023), dilaporkan terdapat kerugian yang besar diakibatkan massa membakar sekitar 500 bangunan, 2000 mobil, serta melakukan pencurian di sejumlah pusat pertokoan elite di kota Paris. Kerusuhan ini terjadi akibat dari protes terhadap penembakan seorang laki-laki imigran keturunan Aljazair-Maroko bernama M Nahel (17). Pada Selasa (27/06/2023) pagi. 

Kita memahami derasnya arus sentimen ras di Prancis begitu besar. Sentimen etnis memang telah mengakar kuat dalam kondisi masyarakat Prancis.Hal ini tidak dapat dipisahkan dari banyaknya jumlah imigran di tengah-tengah masyarakat setempat.Tentu hal ini menjadi wajar, karena di masa lalu Prancis merupakan negara penjajah yang kuat secara armada lautnya, menyebabkan munculnya jiwa petualang mencari daerah jajahan yang baru, sampai akhirnya menjajah wilayah benua Afrika. Afrika bagi Prancis merupakan wilayah yang strategis untuk jalur perdagangan, yaitu wilayah Aljazair dan Maghreb yang merupakan jalur transit. Sistem perbudakan yang dilahirkan kolonialisme Prancis membekas, di mana pada masa penjajahan orang Prancis membawa serta para budak ke Prancis.  

Prancis merupakan negara bagian Eropa yang akhirnya membuka jalan bagi pendatang khususnya bagi negara bekas jajahannya untuk masuk ke wilayahnya. Bukan sekedar menguasai wilayah, Prancis di masa penjajahan telah menjalankan politik kolonialisme imperialis yang telah memiskinkan benua Afrika, Prancis telah menguasai sumber daya alam Afrika pada saat itu. Akibat kolonialisme yang berkepanjangan menyebabkan kondisi benua Afrika termasuk, Aljazair menjadi negara yang tidak stabil, seperti masalah kemiskinan, keamanan, pengangguran, dan hilangnya fungsi negara dengan dalam memberikan fasilitas kepada rakyatnya. Pada perkembangannya imigran mulai datang, namun kebijakan pemerintah Prancis dalam menampung imigran memang tidak adil, banyak akses fasilitas yang diberikan kepada imigran sangat terbatas, apalagi Prancis adalah negara yang anti Islam, menyebabkan gesekan konflik sosial yang begitu kentara. 

Tidak dimungkiri pada pelaksanaan tatanan sosial masyarakat, sebagian orang Prancis masih menilai bangsa Afrika adalah bangsa bekas jajahan yang tidak setara dengan kulit putih, imigran dipandang kelas kedua. 

Adanya diskriminasi sosial berdasarkan etnis dan agama, menyebabkan rawan terjadinya konflik. Fakta saat ini terjadi kepada imigran kulit hitam, hal ini diperburuk dengan sikap pemerintah yang melakukan kebijakan secara tidak adil. Jacques Barou, antropolog dari Pusat Penelitian Ilmiah Nasional Perancis (CNRS), yang dikutip oleh Kompas.com pada Selasa (4/07/2023) menyimpulkan, bahwa para imigran secara keseluruhan berasal dari negara-negara berkembang seperti Maghren dan Aljazair tinggal dalam komunitas yang diskriminatif, sehingga muncul gesekan seperti, kriminalitas dan kekerasan, serta sedikitnya akses terhadap fasilitas umum. Sungguh keadaan yang sangat kontras dengan semboyan negara tersebut, yaitu kesetaraan (egalite), persaudaraan (fraternite), dan kemerdekaan (liberte) yang selama ini digaungkan.


Kolonialisme, Tidak Ada Kata Simpati

Kerusuhan di Prancis adalah cerminan buruknya penerapan kolonialisme. Sejatinya Prancis merupakan negara adidaya yang haus akan kekayaan, dan menjajah umat Islam di benua Afrika. Akibat dari penjajahan yang berkepanjangan, benua Afrika menjadi miskin dan terbelakang. Padahal sumber daya alam di sana begitu melimpah, namun segala aset yang terkandung di dalamnya dirampok. 

Selain menjajah Prancis pun memberi pengaruh pada tatanan ekonomi menjadikan kapitalis sebagai pangkal kebijakan, dan pemaksaan ideologi yang bertentangan dengan hukum Islam, yaitu sekulerisme yang merupakan UU warisan penjajah. Alhasil negara semakin tidak berdaya terperosok masuk ke dalam jebakan. Imbasnya umat Islam semakin terpojok, dan mereka harus rela mencari kehidupan yang lebih baik ke negara lain. Setelah eksodus ke negara lain, ternyata kehidupan mereka tidak jauh lebih baik, karena negara yang menjadi pijakan mereka adalah negara yang menjajahnya.  

Di bawah negara kolonialisme tidak ada kata adil apalagi bagi umat Islam, padahal kalau dilihat dari sejarahnya seharusnya Prancis menjadi negara yang mampu melindungi para imigran, karena secara fakta sejarah, permasalah imigran disebabkan adanya kolonialisme. Tidak adalah politik simpati apalagi balas budi terhadap imigran, kolonialisme tetaplah kolonialisme, penjajahan atas nama eksploitasi kekayaan. 


Keadilan Itu Hanya Ada dalam Islam

Kerusuhan yang terjadi di Prancis adalah cerminan betapa rusak sistem sosial yang dibangun oleh Barat, khususnya Prancis. Betapa dunia saat ini tengah dicengkeram oleh ideologi buatan manusia yang sangat terbatas, tidak sesuai fitrah manusia, mengakibatkan munculnya konflik dan ketidakadilan. Dunia harus berkaca kepada Islam, sejarah adil umat manusia berawal dari ajaran Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW, yaitu saat tegaknya Islam dalam sebuah negara yang mewadahi segala perbedaan. Selama 1400 tahun lamanya Islam berkuasa, umat manusia mampu hidup dengan segala perbedaan. Islam memandang setiap orang yang masuk ke dalam kekuasaan Islam, dan dia bersedia untuk tunduk diatur oleh Islam adalah warga negara yang harus dilindungi, serta dipenuhi segala kebutuhannya, tanpa membedakan agama atau etnis. Orang kafir yang tunduk dengan syariat Islam adalah kafir dzimmi yang sama-sama dilindungi, kedudukannya sama di mata hukum, keamanan dan kehormatannya menjadi tanggung jawab negara. Berabad-abad lamanya Islam berkuasa di bumi menjadi bukti, bahwa hanya Islam yang mampu memberikan rasa aman dan adil bagi seluruh umat manusia. Wallahu a'lam. []


Oleh: Anastasia, S.Pd.
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments