Tintasiyasi.com -- Kurang dari satu tahun masa pemerintahan saat ini berakhir. Namun presiden saat ini punya target ambisius untuk menghapuskan kemiskinan ekstrim menjadi 0%. Menurut data dari BPS bahwa angka kemiskinan ekstrim di Indonesia per Maret 2022 sudah berada di 2,04 persen atau 5,59 juta jiwa (Tirto.id, 9/6/2023).
Berkaitan dengan rencana ini setidaknya ada beberapa cara yang akan ditempuh oleh Pemerintah; Pertama, melalui intervensi dengan pengurangan beban pengeluaran masyarakat miskin. Kedua, peningkatan pendapatan. Ketiga, meminimalkan kantong-kantong kemiskinan.
Program Harus Menyentuh Akar Permasalahan
Berkenaan dengan rencana ini kita patut gembira, sebab pemerintah masih ingin menuntaskan masa kerjanya meninggalkan jejak “keberhasilan” terlepas dari realistis atau tidaknya goals yang ingin diraihnya. Dengan angka kemiskinan mencapai hampir 6 juta jiwa, mampukah untuk untuk dihapuskan menjadi 0% dalam kurun waktu yang cukup singkat? Mengingat kemiskinan hari ini adalah dampak dari kebijakan struktural yang terjadi sejak lama.
Berbagai pendapat dari pakar juga turut menyangsikan wacana ini. Seperti kata Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, bahwa kemiskinan ekstrem sulit dihapus dalam waktu dekat karena permasalahannya bersifat struktural, alias berskala besar dan mendasar yang sudah terjadi sejak lama.
Senada dengan hal itu Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah menilai, target penurunan kemiskinan ekstrem tersebut terlalu ambisius. Kita hanya mengharapkan keajaiban dari rencana kerja ini.
Pemerintah beralasan penghapusan kemiskinan esktrem dapat dilakukan sejak lama namun terhambat akibat hantaman Covid-19 yang sungguh berdampak kepada sektor ekonomi bangsa.
Perlu kita ketahui adalah permasalahan kemiskinan adalah diakibatkan oleh penerapan sistem ekonomi kapitalis dimana sektor ekonomi di akomodir oleh para kapitalis (pemilik modal besar) yang memainkan perannya dalam mengendalikan pasar.
Pemerintah hanya sebagai regulator saja. Kita melihat bagaimana sumber daya alam Indonesia yang begitu melimpah namun melalui alibi investasi, penguasa memberikan hak akses tanpa batas terhadap pengelolaan sumber daya alama kepada korporasi dan asing. Sehingga kesejahteraan tidak merata dirasakan oleh seluruh rakyat.
Belum lagi permasalahan sulitnya lapangan kerja akibat serbuan TKA yang membanjiri negeri kita. Kita harus rela menjadi buruh di negara sendiri. Ini yang perlu dipikirkan oleh pemerintah, bagaimana mengurangi kantong-kantong kemiskinan, sedang sumbernya (pengangguran) terus “dicetak” oleh kebijakan penguasa itu sendiri?
Dari sini bahwa target penghapusan itu tidak mampu jika hanya mencanangkan program yang ambisius namun tidak menyentuh akar persoalan, karena sistem ekonomi kapitalis memang meniscayakan terwujudnya kemiskinan.
Solusi Kemiskinan
Islam sebagai agama yang paripurna. Melihat kemiskinan adalah permasalahan personal (kemalasan) dan mendasar yaitu penerapan sistem ekonominya. Aktivis Muslimah, Ustadzah Iffah Ainur Rohmah menjelaskan perspektif Islam dalam mengentaskan kemiskinan.
Pertama, Islam memerintahkan negara (Khilafah Islamiyah) memberikan subsidi kepada rakyat yang tidak mampu. Sebagaimana diterangkan dalam Al-Qur’an Surah Al-Hasyr ayat 7: “Agar harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya di tengah-tengah kalian.”
Kedua, Islam memerintahkan negara untuk memberantas segala bentuk penimbunan uang untuk menghasilkan kehidupan pasar yang sehat di tengah-tengah masyarakat. Hari ini kita melihat bahwa orang kaya melakukan penimbunan berupa harta yang didepositokan, sedangkan orang-orang miskin, dimiskinkan dengan jeratan riba dalam penawaran pinjaman.
Ketiga, negara memberantas monopoli tanah. Dalam Islam, penguasaan terhadap tanah pertanian diatur dengan adil. Seseorang bisa saja menguasai tanah yang luas, tetapi kalau dia tidak sanggup untuk mengelolanya, maka diberi tenggat atau deadline selama 3 tahun. Jika selama 3 tahun dia tidak mampu untuk memproduktifkan tanah yang sangat luas itu, padahal itu adalah tanah produktif (tanah pertanian), maka negara harus mengambil tanah tersebut dan diberikan kepada warga lain, kaum Muslim lain, yang mampu mengelolanya.
Keempat, Islam memerintahkan pelarangan pasar saham, yakni aktivitas ekonomi non real, dan mendorong aktivitas ekonomi real.
Islam menghapuskan pajak, mewajibkan zakat. Islam mengharamkan riba. Islam mengharamkan aktivitas ekonomi yang berbasis judi atau spekulasi. Islam
juga mengharamkan adanya monopoli harta, monopoli sektor-sektor tertentu oleh pihak-pihak swasta.
Jika saja rakyat melirik Islam sebagai solusi pengganti atas segala kesengsaraan yang diciptakan oleh sistem kapitalisme. Maka kita akan melihat Islam telah menyediakan solusi yang menyentuh akar permasalahan yang selama ini tidak dilihat oleh penguasa sibuk memperbaiki permukaan saja seperti pemberian subsidi namun realitanya subsidi seringkali dicurangi oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
Bahkan pada level teratas yang justru melakukan ini, seperti korupsi dana bansos oleh Julian Batubara (Eks. Mensos). Pemberlakuan syariat dibidang ekonomi yang telah disebutkan diatas maka akan tercipta ekonomi yang sehat, pemerataan penghasilan dan pembangunan. Sehingga angka kemiskinan 0% akan terwujud.
“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.” (TQS. Al-A’raf: 96). Wallahu ‘alam bishowab.[]
Oleh: Nurhayati, S.S.T.
(Aktivis Muslimah)
0 Comments